JAKARTA,  WRC Jaksa KPK menghadirkan beberapa saksi dalam sidang lanjutan kasus suap dan gratifikasi yang menjerat mantan anggota DPR Bowo Sidik Pangarso. Sidang lanjutan tersebut digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta.

Adapun saksi-saksi tersebut yakni anggota DPR RI Eka Sastra dan Inas Nasrullah Zubir, mantan Dirut PLN Sofyan Basir, pihak swasta Dipa Malik dan Ayi Prayana.

Dalam kasusnya, Bowo Sidik menjadi tersangka dalam kasus penerimaan suap kerja sama pengangkutan bidang pelayanan untuk kebutuhan distribusi pupuk PT Pupuk Indonesia Logistik, dengan menggunakan kapal PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK).

Selain menetapkan Bowo, ada dua tersangka lainnya yang ditetapkan KPK, yakni pihak swasta bernama Indung yang berperan sebagai penerima suap. Sedangkan pihak pemberi adalah Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia, Asty Winasti.

Bowo pun diduga meminta fee kepada PT Humpuss dalam pembiayaan angkut sebesar USD 2 per metrik ton barang yang diangkut. Bowo juga diduga telah menerima hadiah atau suap dari PT Humpuss sebanyak enam kali.

Dikutip dari laman detik.com, Bowo sidik didakwa menerima gratifikasi dengan total sekitar Rp 7,7 Milyar. Selain gratifikasi, Bowo juga menerima suap sekitar Rp 2,6 Milyar karena membantu PT Humpuss mendapatkan kerjasama dengan pekerjaan pengangkutan atau sewa kapal dengan PT Pupuk Indonesia Logistik atau PT Pilog.

Selain penerimaan suap terkait PT Humpuss, Bowo juga menerima suap terkait dengan kepentingan perusahaan lain yakni PT Ardila Insan Sejahtera (AIS). Jaksa menyebut Bowo telah menerima sebesar Rp 300 Juta dari Direktur Utama PT AIS, Lamidi Jimat.

Sebagai penerima suap, Bowo Sidik dan Indung disangkakan melanggar Pasak 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomoe 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Peberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan seagai pemberi suap, Asty Winasti disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP. (Vn)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *