PD BPR Salatiga Bayar Uang Denda Rp300 Juta Ke Kejaksaan Terkait Kasus Korupsi Bank

Salatiga, WRC- Terpidana tindak pidana korupsi pada PD BPR Salatiga M. Habib Shaleh membayar denda sebesar Rp 300 juta ke Kejaksaan Negeri Salatiga.

Berdasarkan putusan Mahkamah Agung RI Nomor 3787 K/Pid.Sus/2019 Tanggal 14 Januari 2020 terpidana M. Habib Shaleh telah dipidana dengan pidana penjara tujuh tahun dan denda sebesar Rp 300 juta apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan.

Uang pembayaran pidana denda diserahkan istri M Habib Saleh, Maria, kepada Kajari Salatiga Moch Riza Wisnu Wardhana didampingi Kasi Pidsus Kejari Salatiga Hadrian Suharyono

“Uang denda ini selanjutnya akan disetorkan ke Kas Negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) melalui Kantor Pos Salatiga,” jelas Riza Wisnu, Jumat (11/2/2022). Dalam putusan tersebut, terpidana terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi pada PD BPR Salatiga sejak 2008 sampai dengan 2017.

Dengan adanya pembayaran denda Rp 300 juta tersebut, maka terpidana tidak perlu menjalani pidana tambahan kurungan selama enam bulan.

Sementara itu, istri M Habib Saleh, Maria berharap, aparat penegak hukum tidak pandang bulu dalam melakukan penyidikan kasus ini. “Artinya, semua pihak yang diduga terlibat dalam perkara di tubuh Bank Salatiga ditindak sesuai hukum yang berlaku,” ungkap Maria.

Sumber : kompas.com

KPK Periksa Sekertaris DPC Demokrat Di Penjara

JAKARTA, WRC – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Sekretaris DPC Demokrat Balikpapan Syamsudin alias Aco di penjara.

Aco ternyata selama ini mangkir dari panggilan karena berada dalam penjara. Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan pihaknya pun mengambil keterangan Aco sebagai saksi kasus dugaan suap proyek Bupati Penajam Paser Utara (PPU) Abdul Gafur Mas’ud di Lapas Tanah Grogot Kabupaten PPU. x

“Untuk saksi Syamsudin alias Aco pemeriksaan dilakukan di Lapas. Karena saat ini masih menjalani pidana,” kata Fikri dalam keterangannya, Jumat (11/2).

Pemeriksaan Aco sangat penting dilakukan. KPK menduga kuat Aco mengetahui terkait aliran suap proyek dari para kontraktor kepada Abdul Gafur Mas’ud.

“Didalami pengetahuannya antara lain terkait dugaan adanya penerimaan sejumlah uang untuk tersangka AGM (Abdul Gafur Mas’ud), yang berasal dari para kontraktor yang mengerjakan proyek di Pemkab PPU dan nilai persentase bervariasi,” kata Fikri.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan Abdul dan Bendahara Umum DPC Partai Demokrat Balikpapan Nur Afifah Balqis sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta perizinan di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur pada 2021-2022.

Selain dua orang itu, KPK menetapkan tersangka pihak swasta Achmad Zuhdi, Plt Sekda Kabupaten Penajam Paser Utara Mulyadi, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten Penajam Paser Utara Edi Hasmoro, serta Kepala Bidang Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Penajam Paser Utara Jusman.

Uang suap tersebut diduga terkait proyek pekerjaan yang ada pada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten Penajam Paser Utara dan Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Penajam Paser Utara senilai Rp 112 miliar.

Lalu, pengadaan proyek tersebut untuk pembangunan proyek multiyears peningkatan jalan Sotek-Bukit Subur dengan nilai kontrak Rp 58 miliar dan gedung perpustakaan dengan nilai kontrak Rp 9,9 miliar.

Sumber : Jpnn.com

Hukuman Maria Lumowa Jadi 32 Tahun Penjara Jika Tak Bayar Rp185 M

Jakarta, WRC – Mahkamah Agung (MA) tetap menjatuhkan hukuman 18 tahun penjara kepada Pauline Maria Lumowa si pembobol bank Rp 1,2 triliun. Selain itu, MA memperberat hukuman uang pengganti Pauline Maria Lumowa yang harus dikembalikan ke negara menjadi 14 tahun penjara bila tidak mau membayar. Sebelumnya hanya 7 tahun penjara.

Pidana pokok tetap yaitu pidana penjara selama 18 tahun dan pidana denda sebesar Rp 800 juta subsider pidana kurungan selama 4 bulan.

“Membayar untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 185.822.422.331 subsider pidana penjara selama 14 tahun,” ujar Andi Samsan Nganro kepada detikcom, Jumat (11/2/2022).

Maka, bila tidak membayar uang pengganti, Pauline Maria Lumowa harus menjalani pidana pokok 18 tahun penjara dan ditambah 14 tahun penjara sehingga menjadi 32 tahun penjara. Putusan itu diketok ketua majelis Prof Surya Jaya dengan anggota Prim Haryadi dan Sinintha Yuliansih Sibarani.

Alasan majelis memperberat hukuman uang pengganti karena uang pengganti adalah salah satu cara atau strategi agar Pauline Maria Lumowa mau mengembalikan uang yang dikorupsinya. Apalagi bila dibandingkan dengan terpidana lain di kasus pembobolan ini, maka subsidaritas uang pengganti 7 tahun penjara masih dinilai terlalu ringan.

“Terdakwa tidak mempunyai iktikad baik untuk mengembalikan secara sukarela hasil tindak pidana kejahatan korupsi yang diperolehnya secara sukarela. Padahal terdakwa telah mendapatkan manfaat hasil kejahatan korupsi yang dilakukannya atau memperkaya diri, korporasi, atau orang lain. Di antaranya:

  • Adrian Herling Waworuntu Rp 300 miliar
  • Ollah Abdullah Agam Rp 696.350.000.000
  • Adrian Pandelaki Lumowa (alm) Rp 308.245.000.000
  • Titik Pristiwati Rp 178.597.000.000
  • Aprila Widharta Rp 28.220.000.000
  • Richard Kountul Rp 44.407.000.000
  • Yudi Baso

“Bahwa untuk mewujudkan misi dan tujuan Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2000, salah satunya adalah pemulihan kerugian keuangan negara melalui instrumen uang pengganti, menjadi sarana bagi terdakwa untuk mendapatkan keringanan pdiana. Hanya saja terdakwa (Pauline Maria Lumowa) dalam perkara a quo tidak mempunyai niat, iktikad baik untuk mengembalikan uang pengganti secara sukarela sehingga subsider pidana penjara uang pengganti diperberat,” papar Andi Samsan Nganro.

Adapun kasus ini bermula saat Maria sebagai pemilik atau key person atau pengendali PT Sagared Team dan Gramindo Group membobol BNI pada awal 2000-an. Modusnya dengan pencairan LC dengan dokumen fiktif dengan segerombolan kawan-kawannya.

Akibat hal itu, komplotan di atas kemudian diadili. Maria Puline Lumowa, yang mengetahui akan jadi tersangka, lalu kabur dan baru bisa ditangkap pada 2020. Maria Puline Lumowa akhirnya diadili di PN Jakpus dan dihukum 18 tahun penjara hingga tingkat kasasi.

Dalam kasus ini, Adrian Herling Waworuntu dihukum penjara seumur hidup dan hingga saat ini masih meringkuk di LP Sukamiskin. Adapun Ollah Abdullah Agam dihukum 15 tahun penjara.

Ikut pula dihukum Dicky Iskandar Dinata dengan vonis 20 tahun penjara. Dicky adalah residivis kasus perbankan. Pada 1990-an, Dicky dihukum 8 tahun penjara karena membobol Bank Duta sebesar Rp 800 miliar lebih. Saat itu Dicky adalah Wakil Dirut Bank Duta.

Dicky, yang juga ayah sineas Nia Dinata, akhirnya meninggal dunia saat menjalani masa pidana pada 2015 dengan status terpidana korupsi.

Sumber :detik.com

KPK Jadwalkan Pemeriksaan Wakil Ketua PN Sebagai Saksi Kasus Korupsi

WRC – Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (11/2/2022) ini menjadwalkan pemeriksaan Hakim Dju Johnson Mira Mangngi Wakil Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

Pemeriksaan itu terkait kasus dugaan korupsi yang menjerat seorang oknum Hakim dan Panitera Pengganti yang bertugas di PN Surabaya.

Ali Fikri Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK mengatakan, total ada lima orang yang dimintai keterangan sebagai saksi untuk tersangka Itong Isnaeni Hidayat.

“Hari ini ada jadwal pemeriksaan saksi tindak pidana korupsi suap pengurusan perkara di PN Surabaya untuk tersangka IIH Hakim PN Surabaya nonaktif,” ujarnya di Jakarta, Jumat (11/2/2022).

Penyidik KPK juga memanggil dan akan memeriksa Michael Christ Harianto, Yeremias Jeri Susilo, dan Lilia Mustika Dewi yang berprofesi advokat, serta Hervien Dyah Oktiyana staf akuntan perusahaan swasta.

Ali Fikri mengatakan, kegiatan pemeriksaan ini bertempat di Ruang Pemeriksaan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Timur.

Sebelumnya, Kamis (20/1/2022), KPK menetapkan Itong Isnaeni Hidayat Hakim Pengadilan Negeri Surabaya bersama Hamdan Panitera Pengganti sebagai tersangka penerima suap.

Dua oknum penyelenggara negara itu terindikasi menerima hadiah atau janji berupa uang Rp1,3 miliar dari Hendro Kasiono pengacara PT Soyu Giri Primedika.

Uang suap itu diberikan pihak swasta supaya keputusan perkara perdata bisa sesuai pesanan mulai dari tingkat Pengadilan Negeri sampai Mahkamah Agung.

Seiring pengusutan kasus itu, KPK mendalami dugaan adanya uang suap yang diterima Itong Isnaeni Hidayat dari perkara lain yang disidangkan di Pengadilan Negeri Surabaya.

Sumber : suarasurabaya.com

Korupsi Dana Hibah 5M, Empat Tersangka Di Tahan Di Lapas Tasikmalaya

Kabupaten Tasikmalaya, WRC – Empat tersangka kasus dugaan korupsi dana hibah ditahan dan dititipkan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas IIB Tasikmalaya, Jumat (11/02/22). Mereka yaitu EY, HAJ, BR dan PP.

Mereka menyusul lima tersangka lain yang sudah dijebloskan Rutan Kebon Waru Bandung dan tengah menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor Bandung.

Para tersangka tersangkut perkara dugaan korupsi dana hibah yang bersumber dari APBD Kabupaten Tasikmalaya tahun anggaran 2018 dengan total kerugian negara sebesar Rp 5 miliar.

“Setelah dilakukan penerimaan tersangka dan barang bukti tahap dua oleh JPU, tersangka dilakukan pemeriksaan kesehatan oleh dokter dari Puskesmas Mangunreja. Setelah dinyatakan sehat, keempat tersangka dilakukan penahanan di Lapas Tasikmalaya untuk 20 hari ke depan,” kata Kajari Kabupaten Tasikmalaya Ramadiyagus.

Keempat tersangka yang baru ditahan di Lapas Tasikmalaya ini selanjutnya akan segera dilimpahkan bersama berkas perkaranya oleh Kejari Kabupaten Tasikmalaya ke PN Tipikor Bandung untuk proses persidangan. “Nanti akan dilimpahkan berkasnya ke Pengadilan Tipikor Bandung,” ujar Ramadiyagus.

Kasi Intel Kejari Kabupaten Tasikmalaya Donny Roy menyatakan pihaknya sudah menyelesaikan tahap kedua berkas perkara empat tersangka yang kemudian dilakukan penahanan. Mereka merupakan sisa tersangka yang belum ditahan.

“Kita lakukan penahanan dan dititipkan ke Lapas Klas IIB Tasikmalaya. Keempat tersangka yang baru dilakukan penahanan tersebut, merupakan sisa tersangka yang belum dilakukan penahanan, karena baru selesai berkas perkara tahap keduanya,” tutur Donny.

Sumber : detik.com

PT Adonara Propertindo Di Tuntut Jaksa Tutup Satu Tahun

JAKARTA – Bukan hanya tiga petingginya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menuntut PT Adonara Propertindo sebagai korporasi dalam kasus pengadaan tanah Munjul , Jakarta Timur.

Jaksa meminta hakim memutuskan pidana denda Rp200 juta plus penutupan usaha perusahaan tersebut selama setahun. Denda harus dibayar paling lambat sebulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.

Jika dalam waktu yang ditentukan PT Adonara Propertindo tidak membayar denda, harta benda perusahaan ini disita dan dilelang.
Dalam berkas tuntutannya, jaksa berkesimpulan bahwa PT Adonara Propertindo terbukti turut terlibat melakukan tindak pindana korupsi secara bersama-sama terkait pengadaan tanah atau lahan di daerah Munjul, Pondok Rangon, Cipayung, Jakarta Timur.

Akibatnya negara dirugikan Rp152 miliar. “Menjatuhkan pidana pokok terhadap terdakwa korporasi PT Adonara Propertindo berupa pidana denda sebesar Rp200 juta,” kata Jaksa KPK Moh Helmi Syarif saat membacakan surat tuntutan di ruang sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (10/2/2022).

“Menghukum pula terdakwa PT Adonara Propertindo dengan pidana tambahan berupa penutupan seluruh perusahaan PT Adonara Propertindo selama satu tahun,” imbuhnya. Dalam melayangkan tuntutan, jaksa mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan maupun meringankan.

Hal yang memberatkan yakni, karena PT Adonara Propertindo tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Jaksa juga menganggap bahwa terdakwa korporasi PT Adonara Propertindo peserta atau pelaku aktif yang mencari serta memperoleh keuntungan di luar kewajaran dalam periode waktu tertentu.

“Sedangkan hal-hal yang meringankan, terdakwa secara sukarela mengeluarkan hasil tindak pidana,” imbuh jaksa. Sebelumnya tiga petinggi PT Adonara Propertindo yakni, Tommy Adrian; Anja Runtuwene; dan Rudy Hartono Iskandar, dituntut dengan besaran pidana penjara yang berbeda-beda.

Tommy Adrian dan Rudy Hartono Iskandar dituntut tujuh tahun penjara sedangkan Anja Runtuwene dituntut penjara 5 tahun dan 6 bulan. Ketiganya juga dituntut untuk membayar denda masing-masing sebesar Rp500 juta subsider 2 bulan kurungan.

Sumber : sindonews.com

Kadisduk Jabar Kembalikan Uang Rp225 Juta Terkait Kasus Korupsi Dana Bansos

Bandung, WRC – Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Kadisdukcapil) Jawa Barat Dady Iskandar menjadi terdakwa kasus dugaan korupsi penyalahgunaan dana bantuan sosial (bansos). Jaksa menyebut terdakwa sudah mengembalikan duit kerugian negara sebesar Rp 225 juta.

“Dia sudah mengembalikan kerugian negara,” ucap Kasipenkum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat Dodi Gazali Emil saat dikonfirmasi, Jumat (11/2/2022).

Dodi menuturkan proses pengembalian kerugian negara tersebut dilakukan Dady saat masih penyidikan di Polda Jabar. Sementara kasus dugaan korupsi sendiri saat ini masih dalam persidangan.

“Ini masih persidangan, belum ada putusan hukum tetap,” katanya.

Sementara itu, detikcom mengkonfirmasi langsung terhadap Dady yang dijadikan terdakwa dugaan korupsi itu. Lewat pesan singkat, Dady menyerahkan sepenuhnya kepada Biro Hukum Pemprov Jabar.

“Tanggapan satu pintu di Pak Arief Biro Hukum dan Lawyers,” kata Dady.

Seperti diketahui, Dady terjerat perkara dugaan korupsi penyalahgunaan dana bansos. Nama Dady sendiri tertera dalam website SIPP Pengadilan Negeri (PN) Bandung. Dady disebut sebagai terdakwa dengan nomor perkara 12/Pid.Sus-TPK/2022/PN Bdg.

Meski tak disebutkan dalam website tersebut kasus apa yang menjeratnya, namun Dady didakwa Pasal Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Undang-undang Nomor Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidanan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan primer

Kemudian dakwaan subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 199 9 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak P[idana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Belum diketahui secara rinci kasus yang menjerat DI. Namun, informasi dari Kejaksaan kasus itu berkaitan dengan penyalahgunaan dana bantuan sosial (bansos) Pemprov Jabar tahun anggaran 2010 yang digunakan untuk kegiatan tim pemandu haji daerah (TPHD) .

Sumber :detik.com

KPK Dalami Patokan Jumlah Uang Untuk Promosi Jabatan Terkait Kasus Korupsi Wali Kota Bekasi

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan adanya patokan pemberian sejumlah uang untuk mendapatkan rekomendasi promosi jabatan tertentu di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi dari tersangka Wali Kota Bekasi nonaktif Rahmat Effendi (RE).

Untuk mendalaminya, KPK memeriksa Kepala Dinas Pendidikan Kota Bekasi Inayatullah, Lurah Sepanjang Jaya, Kecamatan Rawalumbu, Kota Bekasi, Junaedi, dan Rudi selaku pegawai Bidang Pendidikan SD pada Dinas Pendidikan Kota Bekasi di Gedung Merah Putih, Jakarta.

“Para saksi hadir dan dikonfirmasi perihal dugaan adanya patokan pemberian sejumlah uang untuk mendapatkan rekomendasi dari tersangka RE yang salah satunya adalah promosi menduduki jabatan tertentu di Pemkot Bekasi,” kata Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (11/2/2022).

Sebelumnya pada Kamis (6/1/2022), KPK menetapkan total sembilan tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemkot Bekasi yang melibatkan tersangka Rahmat Effendi itu. Sebagai penerima suap, Rahmat Effendi (RE), Sekretaris DPMPTSP M. Bunyamin (MB), Lurah Jati Sari Mulyadi (MY), Camat Jatisampurna Wahyudin (WY), dan Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Bekasi Jumhana Lutfi (JL).

Lalu, pemberi suap, Direktur PT ME Ali Amril (AA), pihak swasta Lai Bui Min (LBM), Direktur PT KBR Suryadi (SY), serta Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin (MS).

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Pemerintah Kota Bekasi pada 2021 menetapkan APBD Perubahan Tahun 2021 untuk belanja modal ganti rugi tanah dengan total anggaran Rp286,5 miliar.

Ganti rugi itu adalah pembebasan lahan sekolah di wilayah Kecamatan Rawalumbu, Bekasi, Jawa Barat, senilai Rp21,8 miliar serta pembebasan lahan Polder 202 senilai Rp25,8 miliar dan lahan Polder Air Kranji senilai Rp21,8 miliar.

Selanjutnya, ganti rugi lain berbentuk tindakan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp15 miliar.

Atas proyek-proyek tersebut, Rahmat Effendi diduga menetapkan lokasi pada tanah milik swasta dan melakukan intervensi. Ia memilih langsung para pihak swasta yang lahan nya akan digunakan untuk proyek itu serta meminta mereka tidak memutus kontrak pekerjaan.

Lalu, sebagai bentuk komitmen, Rahmat Effendi diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahan nya diganti rugi oleh Pemerintah Kota Bekasi dengan sebutan untuk sumbangan masjid.

Uang itu diserahkan melalui perantara orang-orang kepercayaannya, yaitu Jumhana Lutfi dan Wahyudin. Tidak hanya itu, Rahmat Effendi pun diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai Pemerintah Kota Bekasi sebagai pemotongan terkait posisi jabatan yang diembannya.

Uang tersebut diduga dipergunakan untuk operasional Rahmat Effendi yang dikelola oleh Mulyadi. Ada pula tindakan korupsi terkait pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di lingkungan Pemkot Bekasi dan Rahmat Effendi diduga menerima Rp30 juta dari Ali Amril melalui M. Bunyamin.

Sumber :bisnis.com

Eks Menkominfo Diperiksa Kejagung Terkait Pengadaan Satelit

WRC – Eks Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara diperiksa Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus atau Jampidsus Kejaksaan Agung.

Rudiantara diperiksa terkait dugaan tindak pidana korupsi pengadaan satelit slot orbit 123 Bujur Timur di lingkungan Kementerian Pertahanan pada 2015 hingga 2021.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan bahwa Rudiantara diperiksa sebagai saksi pada kasus tersebut. Selain itu Rudiantara juga menajadi pemegang hak pengelolaan filling slot orbit 123 Bujur Timur.

“Saksi yang diperiksa yaitu R selaku Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika RI Periode 2014-2019,” kata Leonard dalam keterangan tertulisnya, Jumat (11/2/2022).

Leonard mengungkapkan kalau Rudiantara diperiksa untuk memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan tentang suatu perkara pidana yang bersangkutan mendengar, melihat dan merasakan sendiri.

“Guna menemukan fakta hukum tentang tindak pidana korupsi yang terjadi dalam Pengadaan Satelit Slot Orbit,” ujarnya.

Kasus Penyewaan Satelit Kemhan 2015

Jaksa Agung ST Burhanuddin mengungkapkan kalau pihaknya bakal melakukan proses hukum dalam dugaan tindak pidana korupsi pengadaan satelit di Kementerian Pertahanan pada 2015 dari pihak sipil. Sementara apabila ada pihak militer yang ikut terlibat, Kejagung akan berkoordinasi dengan Pusat Polisi Militer/Puspom TNI.

“Kami lakukan peyidikan hanya terhadap tersangkanya sipil, tidak militer,” kata Burhanuddin dalam konferensi pers yang disiarkan melalui YouTube Kejaksaan RI, Rabu (19/1) lalu.

“Untuk tahapan apakah militer terlibat, itu koordinasi dengan polmil (polisi militer), dan ketentuannya dari polmil, kecuali nanti ada koneksitas. Jadi untuk saat ini yang kami selidiki sipilnya, swastanya,” sambungnya.

Kejagung telah memulai proses hukum dengan melakukan penyidikan. Kejagung sudah melakukan pemeriksaan serta penggeledahan terhadap pihak swasta yang berlaku sebagai rekanan pelaksana yakni PT Dini Nusa Kusuma pada Selasa (18/1) kemarin.

Jampidsus, Febrie Ardiansyah mengungkapkan apabila tahap penanganan perkara sudah naik ke penyidikan, maka bukti permulaan yang dikantongi Kejagung dianggap sudah cukup. Dari situ, pihak penyidik bisa memulai untuk mengungkap besaran kerugian hingga penetapan tersangka.

“Ini bagaimana mengidentifikasi rekan-rekan penyidik kami ada melawan hukum saat prosesnya. Kami juga meyakini ini ada kerugian, tinggal bagaimana ini melihat siapa yang tanggungjawab, dan penetapan tersangkanya,” ujar Febrie.

Sumber : suara.com

Sudah Di Tetapkan Jadi Tersangka Kadisdukcapil Jabar Masih Lakukan Aktifitas Sebagai Kadis

BANDUNG, WRC – Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Kadisdukcapil) Jawa Barat berinsial DI telah berstatus sebagai terdakwa kasus tindak pidana korupsi (tipikor) bantuan sosial (bansos). Namun, DI masih terlihat menjalani aktivitasnya sebagai kadis.

Bahkan, DI sempat mencanangkan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) di kantor Disdukcapil Jabar pada 31 Januari 2022 lalu

Aktivitas DI tersebut dapat dilihat jelas dalam foto-foto yang diunggah akun Instagram resmi Disdukcapil Jabar @dukcapiljabar.

Adapun kegiatan terakhir yang dihadiri Dady sendiri adalah Rapat Koordinasi Nasional 2022 di Bali, 8-10 Februari 2022 lalu. Bila merujuk pada riwayat perkara, DI sudah menjadi terdakwa saat menghadiri kegiatan itu, bahkan sudah masuk proses persidangan.

Diketahui, berdasarkan keterangan yang tertera dalam website SIPP Pengadilan Negeri (PN) Bandung, DI disebut sebagai terdakwa dengan nomor perkara 12/Pid.Sus-TPK/2022/PN Bdg.

Sedangkan kasusnya didaftarkan ke Pengadilan Tipikor Bandung pada 17 Januari 2022. Riwayat perkara pada laman itu, sidang perdana kasus itu sudah berjalan sejak 26 Januari 2022.

Sidang tersebut saat ini memasuki agenda eksepsi dan akan menghadapi putusan sela pekan depan. Saat dikonfirmasi, Kasipenkum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar Dodi Gazali Emil mengatakan, meski sudah berstatus terdakwa, DI memang tidak ditahan.

Namun, Dodi tak menjelaskan alasannya. “Tidak ditahan,” kata Dodi saat dikonfirmasi, Jumat (11/2/2022).

Dodi juga tak menjelaskan secara rinci kasus korupsi yang menjerat DI.
Namun yang pasti, kata Dodi, kasus yang menjerat terdakwa berkaitan dengan penyalahgunaan dana bantuan sosial (bansos) Pemprov Jabar tahun anggaran 2010 yang digunakan untuk kegiatan tim pemandu haji daerah (TPHD). “Adapun kerugian negara sebesar Rp225 juta,” ujar Dodi.
Kembalikan Uang Negara Kasipenkum Kejati Jabar Dodi Gazali Emil mengatakan, terdakwa DI sudah mengembalikan uang negara sebesar Rp225 juta tersebut.

Menurut dia, pengembalian kerugian negara tersebut dilakukan DI masih menjalani penyidikan di Polda Jabar. “Dia sudah mengembalikan kerugian negara,” ucap Kasipenkum.

Sementara itu, saat dimintai tanggapannya, DI memberikan keterangan singkat bahwa kasus yang kini dihadapinya sepenuhnya telah ditangani oleh Biro Hukum Pemprov Jabar. “Tanggapan satu pintu di biro hukum dan lawyers (pengacara),” kata DI.

Sebelumnya diberitakan, dalam kasus tersebut, DI didakwa Pasal Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Undang-undang Nomor Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidanan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan primer.

Kemudian dakwaan subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 199 9 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sumber : inews.com

Navigasi pos