Kades Cango Hadapi Tuntutan Apabila Terbukti “Bermain” Dalam Kelola Anggaran Desa

Gane Barat, (WRC) – Diduga karena prinsip yang sudah berseberangan, Kepala Desa Cango Kecamatan Gane Barat berinitial IK, memecat Kaur dan Sekretaris Desanya secara sepihak.

Hal tersebut diakui oleh ke dua korban pemecatan Kades itu. Mereka mengaku sangat bingung dan tidak mengerti atas sikap Kadesnya akhir-akhir ini. 

“Semua keputusan diambil atas kehendaknya sendiri tanpa melalui koordinasi dan musyawarah terlebih dahulu, jelas ini menyalahi prosedur,” ucapnya.

Mereka pun menambahkan, banyak sekali keputusan Kades yang menyimpang dari prosedural terutama yang menyangkut masalah anggaran di desa Cango.

“Dana BUMDes yang semestinya di salurkan ke masyarakat yang membutuhkan untuk manfaat usaha, kok malah di pake untuk menambah pembuatan pagar desa? jelas sekali menyimpang keperuntukkannya,” Tegas mantan Kaur dan Sekdes.

Mereka merasa sangat kecewa terkait pembuatan pagar tersebut, bagaimana tidak, kepada masyarakat bahkan Bapak Bupati Halmahera Selatan, Kades Cango memastikan pembuatan pagar yang menggunakan anggaran senilai Rp 100 juta itu akan dibangun permanen menggunakan beton tapi hingga saat ini tidak terbukti sehingga muncul nada-nada miring yang mempertanyakan realisasi dan alokasinya dana itu.

Menindaklanjuti permasalahan tersebut, tim Investigasi binpers.com melakukan penelusuran ke Desa Cango, namun Kades IK sangat sulit untuk ditemui dengan berbagai alasan yang terkesan menghindar untuk diwawancara.

Sementara itu, bendahara BUMDes yang berhasil dimintai penjelasannya mengatakan kalau anggaran BUMDes itu sudah tidak ada. “Jujur kami hanya di kasih 90 juta, 10 juta katanya di potong pajak ,” ujarnya, pada Selasa (28/05/19).

Menurutnya dana tersebut merupakan anggaran Desa untuk program BUMDes, namun BUMDes disini belum punya perencanaan yang baik. Makanya sejauh ini juga pengurusnya banyak yang sudah tidak aktif. Jumlahnya ada Rp 100 juta, tapi di berikan masih memilah milah dalam penyaluran,” jelasnya.

Atas tindakan tersebut, Masyarakat dan mantan beberapa kaur yang sudah di pecat menilai hal tersebut sudah menyalahi mekanisme yang ada. Menurut Mereka, dana desa semestinya harus lebih transparansi dan terbuka bukan dipegang secara diam diam.

Beberapa tokoh masyarakat pun menilai bahwa diduga kuat bukan hanya masalah anggaran BUMDes saja, tapi masih banyak anggaran yang ada di daftar APB-Des yang mana ada tapi kegiatannya tidak di realisasi dengan baik, contoh PAUD, Kantor Desa yang sarana prasarananya masih kurang padahal ada anggarannya agar programnya segera dilaksanakan.

Sampai sejauh ini untuk mencari informasi dan kebenaran berita tersebut, Tim Media Berita Investigasi Nasional sudah melayangkan surat permintaan klarifikasi serta pengambilan data secara terinci, namun Kades Cango sejauh ini tak berani memberikan.

Ada apa dengan Desa Cango? Kenapa banyak masyarakat mengeluh dan aparatur desanya pun sudah kehilangan gairah dalam mendampingi Kadesnya? Ini menjadi pertanyaan yang harus segera terjawab.
Hingga berita ini diturunkan, tim Investigasi telah berkoordinasi dengan beberapa aparat terkait sebagai referensi yuridis dalam membongkar kejanggalan yang terjadi di desa Cango Kecamatan Gane Barat Kabupaten Halmahera Selatan ini. (MS)

Terima Sogokan Rp 70 Juta, Nama Menag Lukman Masuk Radar Penyidikan KPK

Jakarta, (WRC) – Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin disebut menerima suap sebesar Rp 70 juta untuk membantu meloloskan terdakwa Haris Hasanuddin sebagai Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur.

Terkait hal itu, Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan nama Lukman yang disebut menerima sogokan itu sudah lama masuk penyidikan KPK.

Menurutnya, fakta-fakta lainnya juga akan diungkap KPK  persidangan yang kini telah menyeret Haris dan Kakanwil Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi sebagai terdakwa.

“Tentu saja kami menyebutnya sebagai dugaan perbuatan tindak pidana korupsi ya. Terutama untuk kedua (Haris dan Muafaq) terdakwa yang sedang diproses. Nanti akan dibuktikan satu persatu poin-poin dakwaan tersebut. Dengan fokus untuk membuktikan perbuatan dua orang terdakwa ini,” kata Febri di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, pada Rabu (29/05/19).

Febri mengatakan penyebutan nama Lukman Hakim nantinya akan dipelajari oleh penyidik KPK, sekaligus menunggu saksi-saksi yang nanti dihadirkan oleh Jaksa KPK dalam kasus jual beli jabatan di lingkungan Kemenag.

“Kalau nanti ada pihak lain yang diduga juga ikut menerima misalnya atau diduga ikut terlibat dalam perkara ini. Maka akan kami pelajari lebih dulu. Nanti tidak tertutup kemungkinan akan dikembangkan lebih lanjut,” tutup Febri.

Sebelumnya, JPU pada KPK menyebut bahwa Lukman menerima uang dari Haris di dua lokasi berbeda. Hal itu diungkap jaksa saat membacakan dakwaan kasus jual beli jabatan di lingkungan Kemenag dengan terdakwa Haris di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, siang tadi.

“Terdakwa melakukan pertemuan dengan Lukman Hakim Saifuddin. Dalam pertemuan tersebut Lukman menyampaikan bahwa ia “pasang badan” untuk tetap mengangkat Terdakwa sebagai Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur. Oleh karena itu Terdakwa memberikan uang kepada Lukman sejumlah Rp50 juta,” kata Jaksa KPK Wawan saat membacakan dakwaan di persidangan.

Dalam dakwaan tersebut, Haris pun kembali memberikan uang kepada Lukman setelah melakukan pertemuan kembali di Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jawa Timur.

“Terdakwa memberikan uang sejumlah Rp20 juta kepada Lukman melalui Herry Purwanto sebagai bagian dari komitmen yang sudah disiapkan oleh Terdakwa untuk pengurusan jabatan selaku Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur,” tutup Wawan.

 

Sumber : suara.com

Terima Suap, Empat Anggota DPRD Kalteng Dituntut 7 dan 6 Tahun Penjara

Jakarta, (WRC) – Empat Anggota DPRD Kalimantan Tengah, yakni Ketua Komisi B, Borak Milton, Sekretaris Komisi B Punding Ladewiq dan dua anggota Komisi B Arisavanah dan Edy Rosadah, menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Borak dan Punding dituntut 7 tahun penjara, sedangkan Arisavanah dan Edy dituntut 6 tahun.

Jaksa menilai perbuatan keempat terdakwa terbukti telah menerima suap dengan total Rp 240 juta dari pihak PT Binasawit Abadi Pratama (BAP) terkait pembatalan rapat dengar pendapat terhadap PT BAP yang dianggap telah melakukan pencemaran Danau Sembuluh.

“Menyatakan terdakwa Borak dan terdakwa Punding terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Menjatuhkan oleh karena itu terhadap terdakwa masing-masing pidana penjara 7 tahun, denda Rp 200 juta atau subsider 3 bulan kurungan,” kata Jaksa Ikhsan saat membacakan surat tuntutan dua terdakwa di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (29/5/2019).

Selain itu, jaksa menuntut pidana tambahan terhadap keempat terdakwa berupa pencabutan hak politiknya selama tiga tahun setelah masa pidana pokok.

Penolakan rapat oleh pihak PT BAP dikarenakan Komisi B akan membahas tidak adanya izin Hak Guna Usaha (HGU), tidak memiliki izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPH) dan belum ada plasma yang dilakukan oleh PT BAP.

Atas dugaan suap itu, Borak, Punding, Edy, dan Arisavanah dinyatakan telah melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sumber : Liputan6.com

Kasus Suap Limbah, 4 Anggota DPRD Kalteng Dituntut 6-7 Tahun Bui

Jakarta, (WRC) – Dua anggota DPRD Kalimantan Tengah (Kalteng) dituntut 7 tahun penjara dan denda senilai Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Keduanya diyakini jaksa menerima suap senilai Rp 240 juta yang diberikan oleh Managing Director PT Binasawit Abadi Pratama (BAP), Edy Saputra Suradja.

“Menuntut supaya majelis hakim yang mengadili dan memeriksa perkara ini, menyatakan terdakwa terbukti secara sah bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” kata jaksa KPK Takdir Suhan saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, pada Rabu (29/05/19).

Dua anggota DPRD itu adalah Borak Milton dan Punding Ladewiq. Selain keduanya, jaksa juga menuntut Edy Rosada dan Arisavanah dengan tuntutan 6 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.

Adapun hal memberatkan untuk keempatnya adalah mereka disebut jaksa telah mencederai amanat selaku wakil rakyat di DPRD Kalteng karena telah menerima suap. Sementara untuk meringankannya adalah mereka belum pernah dihukum.

Selain itu, jaksa menuntut agar majelis hakim memberikan pencabutan hak politik pada keempatnya selama tiga tahun. “Menjatuhkan hukuman tambahan kepada para terdakwa berupa pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun, yang dihitung selama terdakwa selesai menjalankan hukuman,” papar jaksa Takdir.

Kasus ini bermula dari rapat paripurna DPRD Kalteng memperoleh laporan serta adanya pemberitaan media massa mengenai 7 perusahaan sawit yang diduga melakukan pencemaran di Danau Sembuluh, Kabupaten Seruyan, Kalteng. Salah satu perusahaan tersebut yaitu PT Binasawit Abadi Pratama (PT BAP) di bawah PT Sinar Mas Agro Resources dan Technology (PT SMART). 

Kemudian, karena ada laporan itu, keempatnya membuat pertemuan dan terjadi kesepakatan perjanjian, pemberian uang pun dimulai saat Direktur Operasional Sinarmas Wilayah Kalimantan Tengah, Willy Agung Adipradhana dan Department Head Document and Lisense Perkebunan Sinar Mas Wilayah Kalimantan Tengah, Teguh Dudy Syamsuri Zaldy, mengadakan pertemuan dengan Komisi B DPRD.

Setidaknya jaksa meyakini ada dua kali pertemuan yaitu pada 27 September 2018 dan 17 Oktober 2018. Dalam pertemuan itu, ada kesepakatan antara Borak dan Punding dengan Teguh Dudy. Borak dan Punding berjanji akan meluruskan pemberitaan di media terkait PT BAP dan untuk tidak menggelar RDP, namun usaha itu bukan cuma-cuma, Borak dan Punding diayakini meminta uang Rp 300 juta, namun yang disetujui hanya Rp 240 juta.

“Terdakwa I (Borak) menyampaikan akan meluruskan pemberitaan di media massa dan mengupayakan tidak melakukan RDP. Saat itu terdakwa II (Punding) mengatakan untuk memenuhi keinginan Teguh Dudy tersebut harus ada yang dipenuhi sebesar Rp 300 juta. Selanjutnya diputuskan oleh terdakwa I dengan mengatakan ‘ya kalau kawan-kawan, ya Rp 20 juta lah’ dengan jumlah keseluruhan sebanyak 12 orang sehingga totalnya sebesar Rp 240 juta. Atas permintaan kedua terdakwa, Teguh Dudy meminta persetujuan kepada Willy Agung,” tutur jaksa Takdir.

Keempat anggota DPRD Kalteng itu diyakini jaksa melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP pidana.

 

 

Sumber : detik.com

Karen Agustiawan: Baru Pertama Kali Bisnis Hulu Migas Dianggap Pidana Korupsi

Jakrta, (WRC) – Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Karen Galaila Agustiawan menyampaikan kekecewaannya terhadap tuntutan pidana yang disampaikan jaksa terhadapnya. Karen merasa diirinya sebagai korban kriminalisasi.

Hal itu dikatakan Karen saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi pribadi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Rabu (29/05/19).

“Para pegiat hulu migas nasional maupun internasional berpendapat bahwa kasus BMG ini lah yang pertama kali ada di dunia, bahwa bisnis hulu migas yang sifatnya uncertainty, dapat dikriminalisasi sebagai sebuah tindak pidana korupsi,” ujar Karen saat membacakan pleidoi.

Menurut Karen, jika kriminalisasi tersebut dibenarkan, maka jangan harap Pertamina dapat bersaing menjadi singa Asia mengalahkan Petronas Malaysia. Secara tidak langsung, Pertamina tidak akan memiliki pemahaman bisnis hulu migas.

Karen mengatakan, kondisi ini akan berdampak pada kemandirian energi Indonesia. Tanpa kemampuan bisnis hulu migas, Indonesia akan terus bergantung pada impor.

“Jangan bermimpi bisa mandiri energi kalau terus bergantung impor, akibat tata kelola pemerintahan dalam bidang migas tidak memiliki kepastian hukum,” kata Karen.

Karen membantah telah melanggar prosedur dalam proses akuisisi yang dilakukan Pertamina di Australia. Menurut Karen, semua prosedur telah dilakukan mulai dari persetujuan direksi dan komisaris, hingga kajian dan uji kelayakan untuk mencegah risiko.

Menurut dia, persetujuan yang dia berikan dilakukan atas kewenangannya yang diatur dalam peraturan.

Selain itu, menurut Karen, akusisi bisnis hulu menjadi ilmu yang belum dipahami. Saat menjadi direksi Pertamina, Karen merasa akuisisi bisnis hulu di luar negeri harus segera dilakukan.

Karen merasa dirinya dipidana hanya karena aksi korporasi yang gagal.

Karen dituntut 15 tahun penjara dan membayar denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Karen juga dituntut hukuman tambahan berupa pembayaran uang pengganti senilai Rp 284 miliar.

Karen didakwa telah mengabaikan prosedur investasi yang berlaku di PT Pertamina dan ketentuan atau pedoman investasi lainnya dalam Participating Interest (PI) atas Lapangan atau Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia tahun 2009.

Karen dianggap memutuskan melakukan investasi PI di Blok BMG Australia tanpa melakukan pembahasan dan kajian terlebih dulu. Karen dinilai menyetujui PI tanpa adanya due diligence serta tanpa adanya analisa risiko yang ditindaklanjuti dengan penandatanganan Sale Purchase Agreement (SPA).

Selain itu, menurut jaksa, penandatanganan itu tanpa persetujuan dari bagian legal dan Dewan Komisaris PT Pertamina.

Menurut jaksa, perbuatan Karen itu telah memperkaya Roc Oil Company Ltd Australia. Kemudian, sesuai laporan perhitungan dari Kantor Akuntan Publik Drs Soewarno, perbuatan Karen telah merugikan negara Rp 568 miliar.

Sumber : Kompas.com

KPK Atur Strategi Kembangkan Kasus Suap Meikarta

Jakarta, (WRC)  – Bupati nonaktif Bekasi Neneng Hasanah Yasin divonis 6 tahun oleh Pengadilan Tipikor Bandung terkait suap Meikarta. Neneng terbukti menerima suap terkait izin pembangunan proyek Meikarta.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengapresiasi putusan hakim Pengadilan Tipikor Bandung. Kini lembaga antirasuah tengah berpikir apakah menerima putusan tersebut atau banding.

“Kami hargai dan kami hormati putusan pengadilan tersebut, dan nanti tentu jaksa penuntut umum akan mempelajari lebih lanjut. Apakah akan dilakukan upaya hukum banding atau diterima,” ujar Febri di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, pada Rabu (29/05/19).

Di balik vonis Neneng, Febri mengatakan, KPK tak hanya berhenti dengan mengantarkan Neneng ke balik jeruji besi. KPK juga tengah mengembangkan kasus suap Meikarta ini untuk menjerat pelaku lain.

“Kami juga sedang mengembangkan peran-peran pihak lain selain orang-orang yang sudah diproses itu. Nanti jaksa yang akan mengajukan analisisnya dan rekomendasinya pada pimpinan untuk proses pengembangan perkara. Jadi sepanjang ada bukti yang kami temukan maka KPK akan menelusuri peran pihak lain dalam kasus ini,” kata Febri soal suap Meikarta.

Bupati nonaktif Bekasi Neneng Hassanah Yasin divonis 6 tahun penjara denda Rp 250 juta subsider 4 bulan kurungan.

Hakim Pengadilan Tipikor Bandung menyatakan Neneng terbukti bersalah menerima suap sebesar Rp 10,630 miliar dan SGD 90 ribu terkait proyek perizinan Meikarta.

Vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa KPK yakni 7 tahun 6 bulan dan denda Rp 250 juta subsider 4 bulan kurungan.

 

Sumber : Liputan6.com

Kanwil Kumham Sulsel Minta Warga Lapor Jika Temukan Pungli

Makassar, (WRC) – KPK melakukan operasi tangkap tangan ke Kepala Kantor Imigrasi Mataram Kurniadie. Kantor Wilayah Kemenkum HAM Sulsel berharap kasus serupa tidak terjadi di wilayahnya.

“Saya berharap jajaran saya, warga Sulsel tidak ada yang kena, habis kita, malu kita,” kata Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Selatan, Priyadi di Makassar, pada Rabu (29/05/19).

Priyadi mengatakan, arahan pimpinan Kemenkum HAM sangatlah jelas bahwa institusinya sedang membangun zona integritas di internal mereka. Dia berharap kasus OTT yang terjadi di NTB tidak terjadi di Sulsel.

“Jadi bagaimana pun pinternya seseorang, kalau integritasnya tidak bisa dipertanggungjawabkan ya begini jadinya,” ujarnya.

“Masyarakat sendiri saya imbau untuk tidak aneh aneh, kedua belah pihak harus diperbaiki,” sambung dia.

Dia bahwa meminta kepada masyarakat Sulsel untuk segera melaporkan kepada pihaknya jika menemukan adanya pungli atau semacamnya yang terjadi di dalam lingkungan Kemenkum HAM.

“Kalau ada yang tidak baik saya minta tolong segera saya dikasih tahu, supaya apa? Supaya jangan berlarut larut,” harap dia.

(fiq/rvk)

PT Tradha Didakwa Lakukan Pencucian Uang di Kebumen Rp 3,6 M

Jakarta, (WRC) – PT Putra Ramadhan (Tradha) didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) senilai Rp 3,6 miliar. Duit itu diduga berasal dari hasil korupsi paket proyek Dana Alokasi Khusus (DAK) 2016, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bantuan Provinsi 2017 pada APBD Kabupaten Kebumen.

“Terdakwa PT Tradha sengaja mencampurkan uang tersebut ke dalam pembukuan keuangan perusahaan sehingga seolah-olah merupakan hasil yang sah dan digunakan untuk kegiatan operasional perusahaan serta kepentingan pribadi Mohammad Yahya Fuad (Eks Bupati Kebumen) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usulnya,” demikian tertulis dalam surat dakwaan yang telah dibacakan jaksa KPK dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Semarang, Jawa Tengah, Rabu (29/05/19).

Yahya Fuad sendiri awalnya menjadi pengurus PT Tradha. Sebelum dilantik sebagai Bupati Kebumen, Yahya, mundur dari posisinya di PT Tradha. Namun, jaksa KPK menyebut Yahya masih menjadi beneficial owner atau penerima manfaat dari PT Tradha.

Pada 2016, Yahya bertemu dengan Khayuf Muhamad Luthfi dan Adi Pandoyo di Yogyakarta. Dalam pertemuan itu, Yahya disebut menjelaskan soal Kebumen yang bakal mendapat tambahan DAK Rp 100 miliar pada 2016.

Yahya kemudian disebut membagikan alokasi anggaran DAK untuk pengadaan jasa pada sejumlah pengusaha. Antara lain, ke Hojin Ansori senilai Rp 15 miliar, Muji Hartoni senilai Rp 15 miliar, Khayub senilai Rp 36 miliar, dan PT Tradha Rp 23 miliar.

“Dengan kompensasi uang ijon atau fee sebesar 7%, sedangkan terdakwa PT Tradha tidak dibebani uang fee karena perusahaan milik Mohammad Yahya Fuad,” ucap jaksa.

Sesuai pembagian itu, PT Tradha pun mendapat sejumlah proyek untuk dikerjakan pada 2016. Proyek itu dikerjakan dengan menggunakan bendera perusahaan lain.

Jaksa menyebut dari pekerjaan-pekerjaan itu PT Tradha mendapat keuntungan sebesar Rp 3.217.506.600. Keuntungan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam keuangan PT Tradha yang pada Desember 2016-Juli 2017 digunakan untuk sejumlah hal, termasuk membayar keperluan Yahya Fuad, antara lain:

  • Belanja keperluan rumah tangga, service Alphard dan gaji pembantu Yahya Fuad sebesar Rp 36.919.525
  • Uang kepada istri Yahya Fuad sebesar Rp 60.000.000
  • Pembelian tanah untuk istri Yahya Fuad sebesar Rp150.000.000
  • Angsuran Alphard sebesar Rp 35.022.000, hingga
  • Bagi-bagi THR ke keluarga oleh Yahya Fuad senilai Rp 500.000.000.

Pada 2017, PT Tradha kembali mendapat proyek yang bersumber dari DAU dan dana bantuan provinsi. Dari pekerjaan yang lagi-lagi digarap dengan bendera perusahaan lain itu, PT Tradha mendapat keuntungan Rp 387.986.750.

“Untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul uang tersebut berasal dari tindak pidana korupsi kemudian terdakwa PT Tradha menempatkan uang tersebut ke dalam keuangannya,” jelas jaksa.

Uang tersebut kemudian kembali digunakan untuk kepentingan Yahya Fuad. Antara lain, gaji Yahya Fuad, bayar tagihan kartu kredit anak dan istrinya serta belanja kebutuhan rumah tangga.

“Terdakwa PT Tradha mengetahui atau patut menduga bahwa uang sebesar Rp 3.217.506.600 dan uang sebesar Rp 387.986.750 tersebut merupakan hasil tindak pidana korupsi dari hasil keuntungan atas pembagian pekerjaan yang tidak sah paket proyek DAK tahun anggaran 2016, DAU dan Dana Bantuan Provinsi tahun anggaran 2017 pada APBD Kabupaten Kebumen,” ucap jaksa.

Selain itu, PT Tradha juga didakwa menerima atau menguasai ijon paket proyek DAK APBD Kabupaten Kebumen Tahun Anggaran 2016 sebesar Rp 2.330.000.000. Atas perbuatannya, PT Tradha didakwa melanggar Pasal 3 dan pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

(haf/dhn)

 

Sumber : detik.com

Dana Rehab Irigasi Tersier Toili Barat, Raib Misterius…!!!

Sulteng, (WRC) – Tanggal 18 September 2015, CV. TIGA-TIGA PUTRA di percayakan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Luwuk Banggai untuk mengerjakan proyek rehabilitasi jaringan irigasi Tersier desa Sendang Sari dan desa Pasir Lamba Kecamatan Toili Barat Kabupaten Luwuk Banggai dengan total anggaran Rp204.332.000,- yang sumber dananya berasal dari DAK.

CV. TIGA-TIGA PUTRA yang dikoordinir oleh I.Nyoman Kasim sebagai direktur perusahaan pada saat itu mengerjakan sesuai kesepakatan dan menyelesaikannya hingga rampung  100%. 

Namun saat akan melakukan pencairan dari hasil kerja tersebut tiba-tiba dari pihak Dinas Pertanian Luwuk Banggai tidak bersedia membayar pekerjaan tersebut dengan alasan melewati waktu yang telah ditentukan.

Sedangkan berdasarkan keterangan dari pihak CV. Tiga Tiga Putra, sebelum pekerjaan selesai, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Luwuk Banggai yang pada saat itu di jabat oleh Drs. Abdul Haris Hakim, MM. Dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Sirjon Pamolaggo, menyatakan bahwa berhubung pekerjaan tersebut sudah hampir habis batas waktu, maka dana proyek tersebut akan di tarik terlebih dahulu dan di simpan ke rekening Dinas agar dana tersebut tidak kembali ke kas negara.

Berdasarkan adanya komitmen kebijakan tersebut, maka CV. TIGA-TIGA PUTRA melanjutkan pekerjaan tersebut sampai selesai 100%.

Namun apa hendak dikata, setelah mengurus pencairan dana tersebut,  pihak Dinas Pertanian Kabupaten Luwuk Banggai berdalih dana tersebut telah kembali ke kas Negara.

Muncul tanda tanya besar, kalau sekiranya hal itu terjadi dimana buktinya kalau memang sudah dikembalikan ke kas negara? karena sampai sekarang belum ada titik terang dari pihak Dinas tersebut terhadap tanggung jawab dana tersebut.

Pihak Kontraktor ( CV. Tiga Tiga Putra) yang merasa di rugikan sudah berulang kali menghadap ke Dinas Pertanian tetapi tetap tidak ada realisasi yang jelas.

Kemana raibnya dana tersebut sebenarnya….?

Menyikapi permasalahan ini, pihak kontraktor memohon pemerintah Kabupaten Luwuk Banggai khususnya Bupati Ir. Hj Herwin Yatim bisa membantu menyelesaikannya dan memberikan sanksi kepada SKPD yang diduga seolah lari dari tanggung jawab sebagai pengguna anggaran pada saat itu.

“Harapan kami bapak Bupati Kabupaten Luwuk Banggai dapat menuntaskan persoalan ini, jangan sampai di diamkan terus menerus yang pada akhirnya memberikan kesan negatif sehingga tidak menutup kemungkinan akan terulang dengan kasus yang sama, ini demi menjaga kewibawaan aparatur instansi daerah yang bersih dari tindakan KKN,” Tegas I Nyoman Kasim seraya menambahkan akan menempuh jalur hukum apabila haknya masih tetap tidak diberikan. (Vera WRC).

Kronologi OTT Pejabat Imigrasi Mataram Terkait Suap Izin Tinggal WNA

Jakarta, (WRC) – Tim Satgas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membekuk Kepala Kantor Imigrasi (Kakanim) Klas I Mataram Kurniadie dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar di Sekotong dan Mataram, Nusa Tenggara Barat, pada Senin hingga Selasa 21-22 Mei 2019.

Menurut Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, tim penindakan mengamankan tujuh orang dalam operasi senyap ini, termasuk Kurniadie.

“Dalam kegiatan tangkap tangan ini, KPK mengamankan tujuh orang di Nusa Tenggara Barat,” ujar Alexander Marwata dalam jumpa konpers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, pada Selasa (28/05/19).

Tujuh orang tersebut yakni, Kurniadie, Kepala Seksi Intelijen dan Penindakan Kantor Imigrasi Kelas I Mataram Yusriansyah Fazrin, dan Direktur PT Wisata Bahagia (WB) sekaligus pengelola Wyndham Sundancer Lombok Liliana Hidayat.

Kemudian, staf Liliana berisial WYU, GM Wyndham Sundancer Lombok JHA, serta dua penyidik PNS BWI dan AYB.

Alexander mengatakan, sebelum menangkap tujuh orang tersebut, KPK telah lebih dahulu menerima informasi akan terjadinya penyerahan uang dari Liliana ke Yusriansyah di Kantor Imigrasi Kelas I Mataram.

Penyerahan uang tersebut disinyalir berkaitan dengan penyalahgunaan izin tinggal dua warga negara asing (WNA) di NTB tahun 2019.

Mendapat informasi tersebut, tim penindakan kemudian bergerak dan berhasil mengamankan Yusriansyah beserta salah seorang penyidik PNS di sebuah hotel daerah Mataram pada Senin, 27 Mei 2019 sekitar pukul 21.45 waktu setempat.

“Di kamar YRI (Ysuriansyah), tim menemukan uang sebesar Rp 85 juta dalam beberapa amplop yang telah dinamai,” kata Alexander.

Secara paralel, tim juga mengamankan Liliana dan dua anak buahnya di Wyndham Sundancer Lombok pada pukul 22.00 waktu setempat. Selanjutnya, tim mengamankan Kurniadie di rumah dinasnya di Jalan Majapahit, Mataram pada Selasa 28 Mei 2019, sekitar pukul 02.00 dini hari.

“Kemudian, enam orang tersebut dibawa ke Polda NTB untuk pemeriksaan lebih lanjut,” kata Alexander.

KPK pun kemudian melakukan panggilan terhadap 14 orang lainnya untuk ikut dilakukan pemeriksaan di Mapolda NTB. Saat dilakukan pemeriksaan, 14 orang tersebut mengembalikan uang sebesar Rp 81,5 juta.

‎‎Setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dan disertai gelar perkara, KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka terkait penyalahgunan izin tinggal untuk warga negara asing (WNA) di Nusa Tenggara Barat (NTB).

Tiga tersangka tersebut yakni, Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Mataram Kurniadie (KUR), Kepala Seksi Intelijen dan Penindakan Kantor Imigrasi Klas I Mataram Yusriansyah Fazrin (YRI) dan Direktur PT Wisata Bahagia (WB) Liliana Hidayat (LIL).

Kurniadie dan Yusriansyah diduga menerima ‎suap sebesar Rp 1,2 miliar dari Liliana untuk mengurus perkara dugaan penyalahgunaan izin tinggal dua WNA.

Sebagai pihak yang diduga sebagai penerima suap, Kurniadie dan Yusriansyah disangkakanmelanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11‎ Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sedangkan sebagai pihak yang diduga sebagai pemberi suap, Liliana disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor.

 

Sumber : detik.com

Paginasi pos