Dugaan Kasus Korupsi Dana Hibah, Kejagung Periksa 48 Pejabat dan Staf KONI Pusat

Jakarta, WRC – Jaksa penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa 48 pejabat dan staf Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat. Pejabat dan staf tersebut diperiksa sebagai saksi, dalam penyidikan kasus dugaan korupsi penyalahgunaan bantuan dana Pemerintah kepada KONI Pusat pada Kemenpora Tahun Anggaran 2017.

Pemeriksaan terhadap para saksi tersebut dilakukan untuk mengumpulkan bukti adanya tindak pidana dalam kasus ini.

“Hari ini tim Jaksa penyidik memeriksa 48 pejabat dan staf KONI Pusat terkait kasus dugaan korupsi penyalahgunaan bantuan dana Pemerintah kepada KONI Pusat pada Kemenpora Tahun Anggaran 2017,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Hari Setiyono, di Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (28/5/2020).

Menurut hasil pantauan awak media Antara, Hari mangatakan, para saksi tersebut merupakan pejabat dan staf KONI Pusat yang diduga menerima honor kegiatan pengawasan dan pendampingan. Termasuk honor rapat, serta penggantian transport kegiatan pengawasan dan pendampingan oleh KONI Pusat, yang dananya bersumber dari bantuan dana KONI Pusat 2017 yang diduga terjadi penyelewengan.

“Pemeriksaan para saksi itu menindaklanjuti hasil telaahan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagaimana tertuang dalam surat tanggal 08 Mei 2020 yang meminta untuk dilakukan pemeriksaan tambahan guna menggali penyimpangan yang terjadi dalam pemberian bantuan dana KONI Pusat Tahun 2017 tersebut,” tuturnya.

Hari Setiyono memastikan, para saksi diperiksa dengan memperhatikan protokol kesehatan tentang pencegahan penularan covid-19. Antara lain dilaksanakan dengan memperhatikan jarak aman antara saksi dengan penyidik yang sudah menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap. Para saksi juga wajib mengenakan masker dan selalu mencuci tangan menggunakan penyanitasi tangan (hand sanitizer) sebelum dan sesudah pemeriksaan.

Tersangka asisten pribadi mantan Menpora Imam Nahrawi, Miftahul Ulum (tengah) berjalan meninggalkan gedung KPK usai menjalani pemeriksaan di Jakarta.

Sebanyak 155 saksi dan dua ahli juga telah diperiksa dalam penyidikan kasus ini dari rencana 715 orang yang akan diperiksa sebagai saksi. Dalam kasus ini, jaksa penyidik juga telah menyita 253 dokumen dan surat. Sementara total kerugian negara dalam kasus ini masih dalam proses perhitungan BPK.

Untuk diketahui, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengatakan, kasus dugaan korupsi bantuan dana Pemerintah kepada KONI Pusat pada Kemenpora, Tahun Anggaran 2017 ditangani Kejaksaan Agun. Berbeda dengan kasus korupsi (suap) mantan Menpora Imam Nahrawi yang ditangani KPK.

Ia menuturkan, perkara yang ditangani KPK saat ini dalam proses sidang, di mana pada sidang 15 Mei 2020, Miftahul Ulum telah memberikan kesaksiannya adalah, terkait tipikor (suap) mantan Menpora Imam Nahrawi yang penyidikan dan penuntutannya ditangani KPK.

“Dengan demikian jelas berbeda dan tidak ada sangkut pautnya dengan perkara yang sedang ditangani oleh Kejaksaan,” kata Burhanuddin beberapa waktu lalu.

Sejak 16 September 2019, Kejagung sendiri menurutnya telah meminta bantuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung kerugian keuangan negara dalam kasus ini. Kemudian BPK bersurat kepada Kejagung pada 8 Mei 2020 yang berisi permintaan, agar melengkapi dengan memeriksa kembali beberapa saksi.

Penyidik kemudian memeriksa para saksi pada 19 dan 20 Mei 2020. Penyidik juga memeriksa satu saksi yaitu Miftahul Ulum, bekas asisten pribadi mantan Menpora Imam Nahrawi.

“Pemeriksaan terhadap saksi Miftahul Ulum diperlukan penyidik untuk mendapatkan alat bukti guna membuktikan perkara dugaan tipikor penyalahgunaan bantuan dana pemerintah kepada KONI Pusat pada Kemenpora RI TA 2017,” ucap Jaksa Agung.

Sedangkan terhadap isu suap yang disampaikan Miftahul Ulum di persidangan tersebut, hingga saat ini Kejaksaan belum melakukan penyidikan. Burhanuddin menegaskan, selain kasus tersebut, Kejagung juga akan menyelidiki dugaan suap kepada mantan Jampidsus Kejagung sesuai dengan keterangan Miftahul Ulum.

“Penanganan penyidikan perkara dugaan tipikor bantuan dana KONI Pusat Tahun Anggaran 2017 di Kemenpora RI tetap berjalan hingga tuntas. Tidak akan terpengaruh oleh isu suap yang menjadi pernyataan di sidang yang disampaikan seorang saksi, kepada mantan Jampidsus yang dikemukakan oleh Saudara Miftahul Ulum,” ujar Burhanuddin

Sebelumnya, asisten pribadi mantan Menpora Imam Nahrawi, Miftahul Ulum dalam kesaksiannya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, menyatakan, terdapat dana Rp3 miliar yang diserahkan ke BPK melalui anggota BPK Achsanul Qosasi. Juga ke ada aliran dana Rp7 miliar ke Kejaksaan Agung yang diterima oleh Adi Toegarisman, mantan Jampidsus, untuk mencegah penyidikan perkara bantuan dana KONI Pusat Tahun 2017 dilanjutkan.

Menurut Ulum, setelah uang diserahkan, selanjutnya pihak KONI dan Kemenpora tidak dipanggil lagi untuk diperiksa. Terkait hal ini, Jampidsus telah memerintahkan untuk mengusut tuntas dan meminta keterangan pihak-pihak terkait termasuk dari Miftahul Ulum.

Burhanuddin pun memerintahkan jajarannya untuk terus bekerja secara profesional dan penuh rasa tanggung jawab dalam menangani kasus ini.

“Jangan tebersit sedikit pun untuk bermain-main dalam menangani kasus tersebut. Karena jika terbukti melakukan penyelewengan dalam melaksanakan tugasnya, Jaksa Agung tidak akan segan-segan menindak tegas siapapun orang itu,” tandasnya. (*)

Dua Dugaan Kasus Korupsi Bansos di Kalbar, Gubernur : Saya Tidak Akan Tolerir

Pontianak, WRC – Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji, mendorong Penegak Hukum mempercepat proses pengungkapan kasus dugaan korupsi penyaluran Bantuan Sosial (Bansos) untuk warga terdampak pandemi Virus Corona atau Covid-19. Menurutnya, tidak boleh ada pemotongan terhadap bantuan apapun untuk masyarakat.

“Tidak boleh ada pemotongan apapun terhadap hibah, Bansos atau apapun namanya. Saya tidak akan tolerir,” kata Sutarmidji, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (27/5/2020).

menurut hasil penelusuran Kompas.com, kasus dugaan korupsi penyaluran Bansos masyarakat terdampak pandemi terjadi di Satker Balai Pengelolaan Transportasi Darat (BPTD) Wilayah XIV Provinsi Kalimantan Barat. Sutarmidji, mengaku tidak tahu menahu perihal bantuan tersebut, karena dana langsung dari Kementerian Perhubungan.

“Saya sangat mendukung jajaran kepolisian dan kejaksaan untuk menindak lanjuti setiap keluhan masyarakat tentang pemotongan bansos, berapa pun jumlahnya,” tegasnya.

Sebagaimana diketahui, saat ini ada dua kasus dugaan korupsi dana Bansos yang tengah diusut Kejaksaan dan Kepolisian. Kasus pertama yang ditangani Kejaksaan adalah penyaluran paket bahan pokok kepada warga terdampak pandemi Covid-19 di Kecamatan Rasau Jaya, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Penyaluran bantuan itu melalui Balai Pengelolaan Transportasi Darat (BPTD) Wilayah XIV Provinsi Kalimantan Barat senilai Rp 177 juta. Sedianya, dengan uang tersebut akan dikonversi menjadi paket bahan pokok dengan nominal rata-rata Rp 250.000 sampai Rp 300.000 dan dibagikan kepada masyarakat terdampak pandemi Covid-19 di Desa Rasau Jaya.

Namun, bantuan tersebut diduga baru disalurkan sebanyak 10%. Dalam kasus ini, Kejaksaan memeriksa 6 orang saksi termasuk dua terduga pelaku yang berinisial D dan B yang tak lain adalah Kepala Satuan Kerja (Kasatker) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Balai Pengelolaan Transportasi Darat (BPTD) Wilayah XIV Provinsi Kalimantan Barat.

Kemudian, kasus kedua yang ditangani Kepolisian adalah penyaluran Bansos untuk lanjut usia terdampak pandemi Covid-19 di Desa Parit Banjar, Kecamatan Mempawah Timur, Kalimantan Barat. Ada 45 warga penerima bantuan menerima sebesar Rp 2,7 juta dari total Rp 121,5 juta dikirim ke rekening Lembaga Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia (LKS–LU) Bustanul Ulum, Senin (27/4/2020).

Setelah uang tersebut masuk dan dicairkan, pada Kamis (30/4/2020), pihak Lembaga mulai menyalurkan kepada warga penerima. Namun, nominal bantuan yang diterima warga bervariasi. Terdapat 27 warga menerima Rp 2 juta, dan 14 warga yang menerima Rp 2,2 juta. Kemudian ada 4 warga yang tidak menerima sama sekali, karena sudah meninggal dunia dan pindah rumah. Sejauh ini, Polisi telah memeriksa 28 saksi, yang terdiri dari 8 orang pengurus Lembaga Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia (LKS–LU) Bustanul Ulum yang menyalurkan bantuan dan 20 warga penerima bantuan. Pemeriksaan itu bertujuan untuk mengklarifikasi segala hal yang berkaitan dengan bantuan tersebut. (*)

KPK bersama Polda Sumsel Lakukan Korsupdak Terkait Kasus Dugaan Korupsi di OKU

Jakarta, WRC – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan kegiatan Koordinasi Supervisi Penindakan (Korsupdak) terkait kasus dugaan korupsi pengadaan tanah TPU Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) dari APBD Tahun 2013 senilai Rp 6 miliar. KPK mengatakan, penyidik Polda Sumatera Selatan (Sumsel) telah menetapkan Wakil Bupati OKU Johan Anuar sebagai tersangka.

“Dalam perkara tersebut penyidik Polda Sumsel telah menetapkan tersangka JA (saat ini Wabup OKU),” kata Plt Jubir KPK, Ali Fikri, kepada wartawan, Rabu (20/5/2020).

Koordinasi supervisi itu dilakukan bersama Polda Sumatera Selatan, Kejaksaan Tinggi Sumsel, BPK RI, hingga Bareskrim Polri.

Ali mengatakan, dalam kegiatan rapat Korsupdak ini, KPK mendampingi penyidik dan jaksa dalam melakukan gelar perkara. Hasilnya, Ali mengatakan tindakan yang dilakukan Johan tergambar jelas ada unsur melawan hukum.

“Rapat Korsupdak KPK tersebut memfasilitasi penyidik dan JPU untuk menyampaikan hasil penanganan perkara berdasarkan kewenangan masing-masing dan disimpulkan bahwa dari uraian kronologis kasus maka perkara tersebut telah tergambar jelas unsur melawan hukum yang diduga dilakukan oleh tersangka JA,” ungkap Ali.

Ia juga menuturkan, KPK ke depan akan lebih intensif melakukan koordinasi dan supervisi terkait penanganan perkara tersebut. Hal itu dilakukan pengungkapan kasus yang menjerat Johan ini berjalan lancar.

“KPK menghormati kewenangan masing-masing APH, namun demikian untuk kelancaran pengungkapan perkara ke depan KPK akan melakukan supervisi lebih intensif terhadap perkara atas nama tersangka JA tersebut,” sebutnya.

Selain Johan, Menurut Ali, KPK terlebih dahulu melakukan koordinasi dan supervisi terhadap empat tersangka lain dalam perkara tersebut. Keempat tersangka itu telah dijatuhi vonis oleh majelis hakim.

“Sebelumnya KPK juga melakukan supervisi terhadap perkara tersebut dengan ada empat orang yang sudah divonis bersalah atas kasus ini, yakni Hidirman pemilik tanah, mantan Kepala Dinas Sosial OKU, Najamudin, mantan Asisten I Setda OKU Ahmad Junaidi, dan mantan Sekda OKU Umirton, dengan jumlah kerugian Negara kurang lebih Rp 3,4 miliar,” tutur Ali. (*)

Tiga Tersangka Kasus Korupsi RTH Kota Bandung segera Disidang

Bandung, WRC – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melimpahkan berkas, barang bukti, dan tiga tersangka dalam kasus korupsi pengadaan tanah untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung pada 2012 dan 2013 ke penuntutan agar dapat segera disidangkan.

Tiga tersangka, yakni dua mantan anggota DPRD Kota Bandung periode 2009-2014, Tomtom Dabbul Qomar dan Kadar Slamet serta mantan Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Bandung, Herry Nurhayat.

“Setelah berkas dinyatakan lengkap, hari ini penyidik KPK melaksanakan tahap II (menyerahkan tersangka dan barang bukti) untuk tiga tersangka atas nama Tomtom Dabbul Qomar, Kadar Slamet, dan Herry Nurhayat kepada Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU),” kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, melalui keterangannya di Jakarta, Rabu (20/5/2020).

Ia mengatakan penahanan tiga tersangka tersebut sepenuhnya beralih kepada JPU dengan dilakukannya penahanan selama 20 hari terhitung mulai 20 Mei 2020 sampai dengan 8 Juni 2020, “Tomtom Dabbul Qomar tetap ditahan di Rutan Kelas I Jakarta Timur Cabang KPK, Kadar Slamet tetap ditahan di Rutan Kelas I Jakarta Timur Cabang KPK di Pomdam Jaya Guntur, dan Herry Nurhayat juga masih tetap di Rutan Kelas I Jakarta Timur Cabang KPK,” ucapnya.

Adapun tim JPU diberi waktu selama 14 hari kerja untuk segera merampungkan surat dakwaan dan melimpahkannya ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), “persidangan akan digelar di Pengadilan Tipikor Bandung,” ucap Ali.

Selama proses penyidikan terhadap tiga orang tersebut, juga telah dilakukan pemeriksaan sebanyak 287 saksi dan empat ahli. Sebelumnya, pada 20 April 2018, KPK telah menetapkan tiga orang itu sebagai tersangka. Kemudian dalam pengembangan kasus tersebut, KPK kembali menetapkan tersangka baru, yakni Dadang Suganda (DS), wiraswasta pada 21 November 2019. Herry selaku kepala DPKAD kota Bandung sekaligus pengguna anggaran bersama-sama Tomtom Dabbul Qomar dan Kadar Slamet selaku anggota DPRD kota Bandung 2009 yang diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri dan orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan dan sarana sehingga menyebabkan kerugian Negara RTH pada 2012 dan 2013.

Awalnya, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Kota Bandung menetapkan perlu ada kawasan lindung berupa RTH untuk menghadapi ancaman masalah ketersediaan air dan penurunan kualitas air tanah Kota Bandung. Untuk merealisasikan anggaran tersebut, APBD kota Bandung tahun anggaran 2012 dilakukan pembahasan antara Herry bersama Tomtom dan Kadar selaku Ketua Pelaksanaan Harian Badan Anggaran (banggar) dan Anggota Banggar DPRD Kota Bandung.

Sesuai APBD kota Bandung 2012 disahkan dalam Peraturan Daerah (Perda) Bandung No 22 tahun 2012, dengan alokasi anggaran untuk RTH adalah sebesar Rp 123,9 miliar yang terdiri atas belanja modal tanah dan belanja penunjang untuk enam RTH. Dua RTH diantaranya adalah RTH Mandalajati dengan anggaran sebesar Rp 33,455 miliar dan RTH Cibiru dengan anggaran sekitar Rp 80,7 miliar.

Diduga Tomtom dan Kadar menyalahgunakan kewenangan sebagai Tim Banggar DPRD Kota Bandung dengan meminta penambahan alokasi anggaran RTH itu. Selain itu, keduanya diduga berperan sebagai makelar dalam pembebasan lahan. Sedangkan Herry diduga menyalahgunakan kewenangan sebagai Pengguna Anggaran (PA) dengan membantu proses pencairan pembayaran tanah untuk RTH padahal diketahui dokumen pembayaran tidak sesuai kondisi sebenarnya bahwa transaksi jual beli tanah bukan kepada pemilik tanah asli melainkan melalui makelar yaitu Kadar dan kawan-kawan. (*)

Polres Mempawah Ungkap Dugaan Korupsi Dana Bansos Lansia

Pontianak, WRC – Tim Satgas Saber Pungli Polres Mempawah ungkap dugaan kasus korupsi penyaluran dana Bantuan Sosial (Bansos), yang dilakukan oleh oknum pengurus Lembaga Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia (LKS–LU) BU di Mempawah, Kalbar.

“Melalui laporan masyarakat, kami ketahui bahwa Lembaga LKS-LU BU ini, telah menyalurkan dana bantuan Progres Lanjut Usia yang tidak sesuai dengan nilai bantuan diberikan pemerintah. Bantuan seharusnya Rp2,7 juta namun disalurkan kepada penerima berkisar Rp2 juta-Rp 2,2 juta per orang,” kata Kapolres, AKBP Tulus Sinaga, saat dihubungi di Mempawah, Rabu (20/5/2020).

Dikatakannya, Bansos itu merupakan dana bantuan program rehabilitasi sosial lanjut usia dalam masa tanggap darurat akibat wabah virus Corona kepada para lanjut usia di Desa Parit Banjar, Kecamatan Mempawah Timur Kabupaten Mempawah.

“Dugaan kasus korupsi berupa pungli itu diperkuat dengan adanya beberapa barang bukti berupa lembaran rekening koran milik yayasan dan oknum pengurus yang telah kami sita, sementara oknum pengurus LKS–LU masih terus diselidiki,” ujarnya.

Cairnya dana Bansos itu, kata Kapolres Mempawah, berawal pada tahun 2017 silam LKS–LU BU ini aktif melakukan pendampingan terhadap kaum lanjut usia di Desa Parit Banjar. Lembaga ini melakukan pendataan hingga mengusulkan bantuan rehabilitasi Bansos untuk lansia kepada Pemerintah Kabupaten Mempawah.

“Dan pada saat wabah Covid-19 merebak saat ini, pemerintah pusat melalui Kemensos RI pada tanggal 27 April 2020 melalui transfer ke rekening LKS–LU BU menyalurkan dana bantuan sosial program rehabilitasi sosial lanjut usia senilai Rp121,5 juta,” ucapnya.

Kemudian, dana bantuan tersebut ditarik semuanya oleh pengurus LKS-LU BU di tanggal 29 April 2020. Dimana LKS LU Yayasan BU itu sendiri masuk dalam rayonisasi Balai Rehabilitasi Sosial Lanjut Usia (BRSLU) GAU MABAJI Gowa Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat.

“Oleh Ketua LKS–LU BU berinisial Bs dana yang ditarik itu ada yang disimpan di rumah dan ada pula yang dipindahkan ke rekening pribadi miliknya. Kemudian pada tanggal 30 April 2020 pihak LKS–LU BU mulai menyalurkan dana tersebut secara bertahap kepada 45 lansia yang terdata. Yakni sebanyak 27 lansia mendapatkan Rp2 juta dan 14 lansia lainnya mendapatkan dana sebesar Rp2,2 juta,” tuturnya.

Sedangkan, masih ada empat Lansia lainnya yang belum disalurkan, dengan alasan sudah meninggal dunia atau berpindah domisili tempat tinggal di luar Desa Parit Banjar.

“Dari penyaluran dana bantuan tersebut terdapat selisih antara jumlah dana yang diterima sekitar Rp 36 juta dari Kemsos dengan jumlah riil yang seharusnya yang diberikan kepada para Lansia penerima,” kata Tulus.

Kapolres Mempawah menyebut, dari penyelidikan yang dilakukan jajarannya terungkap selisih dana untuk lansia itu digunakan oleh oknum pengurus untuk keperluan pribadi, pembuatan spanduk, banner dan lainnya. Kemudian, sisa dana bantuan yang belum disalurkan sebagian disimpan di rumah dan rekening pribadi milik Ketua LKS–LU BU, Desa Parit Banjar.

Guna proses lebih lanjut, Tim Satgas Saber Pungli Polres Mempawah terus melakukan penyelidikan. Adapun barang bukti yang berhasil diamankan, yaitu berupa sejumlah buku tabungan, rekening koran, uang tunai Rp8 juta, SK Dinsos Pemkab Mempawah, SK Yayasan BU, data lansia, kwitansi pembayaran dan BA formulir pengajuan bantuan.

“Kasus ini masih kami selidiki dan bila terbukti bersalah oknum Bs dapat dijerat dengan pasal 8 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman paling lama 15 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 750 juta,” tegasnya. (*)

Berkas Perkara 5 Tersangka Kasus Korupsi Jiwasraya Dilimpahkan ke PN Tipikor

Jakarta, WRC – Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi melimpahkan berkas perkara penuntutan lima tersangka dugaan korupsi dan pencucian uang (TPPU) di PT Asuransi Jiwasraya. Berkas telah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta Pusat (Jakpus) dan akan segera disidangkan.

Kepuspenkum Kejagung, Hari Setiyono, mengatakan, pendaftaran perkara lima tersangka sudah dilakukan. Kelima tersangka tersebut yaitu Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat yang keduanya merupakan terduga pelaku kejahatan dari kalangan pebisnis. Tiga tersangka lainnya para mantan petinggi Jiwasraya, yakni Hendrisman Rahim, Harry Prasetyo, dan Syahmirwan, pada Rabu (20/5/2020).

“Pelimpahan berkas perkara tersebut dilaksanakan secara langsung ke PN Jakarta Pusat,” kata Hari, Rabu (20/5/2020).

Menurut hasil pantauan iNews.id, Hari menjelaskan, ada dua tim jaksa yang menyerahkan berkas perkara penuntutan tersebut. Tim Jaksa Penuntut Umum dari Direktorat Pidana Khusus (Dispidsus) Kejakgung dan Tim Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri (Kejari) DKI Jakarta. Berkas perkara kelima tersangka tersebut akan diajukan penuntutan secara terpisah. Namun dalam sangkaan yang sama.

Kelima tersangka dijerat dengan sangkaan utama dalam Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor 20/2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1, jo Pasal 65 ayat (1) KUH Pidana. Adapun sangkaan kedua, kelima tersangka dijerat dengan Pasal 3 jo Pasal 18 UU 20/2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1, jo Pasal 65 ayat (1) KUH Pidana.

Sementara khusus dua tersangka, yakni Benny Tjokro dan Heru Hidayat, Jaksa Penuntut Umum menambah tuduhan TPPU, dengan menjerat keduanya menggunakan Pasal 3, dan Pasal 4 UU 8/2010 UU TPPU jo Pasal 55 ayat (1) ke-1, jo Pasal 65 ayat (1) KUH Pidana. Kelima tersangka diancam pidana penjara di atas 10 tahun.

Korupsi dan TPPU Jiwasraya, menurut audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merugikan keuangan negara sebesar Rp 16,81 triliun. Kasus tersebut berawal dari pengalihan dana asuransi nasabah JS Saving Plan Jiwasraya ke dalam bentuk saham dan reksadana bermasalah yang berujung pada kondisi gagal bayar klaim nasabah. (*)

Jaksa Agung Perintahkan Jam Pidsus Lanjutkan Korupsi KONI di Kemenpora

Jakarta, WRC – Jaksa Agung (JA) ST. Burhanuddin, usai berbuka puasa, memerintahkan untuk melanjutkan penyidikan perkara tipikor bantuan dana Komite Olahraga Nasional Indonesi (KONI) Pusat di Kemenpora Tahun Anggaran 2017 maupun penyelidikan dugaan suap kepada mantan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung RI, Rabu (20/5/2020).

Hal itu diutarakan Jaksa Agung menanggapi keterangan Miftahul Ulum (asisten pribadi mantan Menpora, Imam Nahrowi) ketika diperiksa sebagai saksi dalam perkara suap atas nama mantan Menpora Imam Nahrowi yang menyatakan bahwa diduga terdapat dana Rp 3 miliar diserahkan ke BPK RI melalui Achsanul Qosasi anggota BPK RI dan Rp 7 miliar ke Kejaksaan Agung RI yang diterima oleh Adi Togarisman mantan Jampidsus agar penyidikan perkara bantuan dana KONI Pusat Tahun 2017 tidak dilanjutkan. Ulum juga menyampaikan setelah uang diserahkan terbukti tidak dipanggil-panggil lagi.

“Perkara dugaan Tipikor bantuan dana KONI Pusat Tahun Anggaran 2017 di Kemenpora RI tetap berjalan hingga tuntas dan tidak akan terpengaruh oleh isu suap yang menjadi pernyataan di sidang yang disampaikan seorang saksi kepada mantan Jampidsus yang dikemukakan Miftahul  Ulum tersebut diatas,” kata Jaksa Agung.

Atas perintah Jaksa Agung, Jampidsus telah memerintahkan untuk mengusut tuntas dan meminta keterangan kepada pihak-pihak terkait termasuk keterangan Miftahul Ulum tersebut.

“Kepada Tim Jaksa Penyidik yang menangani perkara dugaan tipikor bantuan dana KONI Pusat Tahun Anggaran 2017 maupun Tim Jaksa Penyelidik yang ditugaskan untuk mengungkap kebenaran isu yang dilontarkan seorang saksi di persidangan tipikor Jaksa Agung RI memerintahkan untuk terus bekerja secara profesional dan penuh rasa tanggungjawab dan jangan terbesit sedikit pun untuk bermain-main dalam menangani perkara atau kasus tersebut, karena jika terbukti melakukan penyelewengan dalam melaksanakan tugasnya, Jaksa Agung RI tidak akan segan segan menindak tegas siapapun dan dari manapun orang itu,” ujar JA Burhanudin, menegaskan pernyataannya.

Mantan Jam Pidsus, Adi Togarisman, sebelumnya telah membantah keterangan Mftahul Ulum dipersidangan itu dan berharap, Kejaksaan Agung dapat mengungkapkan apa motif dan tujuan dari tudingan dan fitnah terhadap dirinya.

“Saya mendorong Kejagung ungkap motif dari fitnah ini,” ujarnya.

Sebelumnya, Miftahul Ulum, asisten pribadi mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi mengakui menerima uang dari mantan Bendahara Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Johnny E Awuy. Jaksa mempertanyakan kenapa Ulum sempat mengelak dalam berita acara pemeriksaan (BAP).

Dalam dakwaan, Bendahara KONI Johnny E Awuy disebutkan mengirimkan Rp 10 miliar dan sesuai arahan Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy, uang Rp 9 miliar diserahkan kepada Imam melalui Miftahul Ulum, yaitu sebesar Rp 3 miliar diberikan Johnny kepada Arief Susanto, selaku suruhan Ulum di Kantor KONI Pusat Rp 3 miliar dalam bentuk 71.400 dolar AS dan 189.000 dolar Singapura diberikan Ending melalui Atam kepada Ulum di Lapangan Golf Senayan dan Rp 3 miliar dimasukkan ke amplop-amplop diberikan Ending ke Ulum di lapangan bulu tangkis Kemenpora RI. (*)

Terlibat Korupsi Proyek Saluran Air Hujan, Jaksa Eka Divonis 4 Tahun Penjara

Yogyakarta, WRC – Eka Safitra, seorang jaksa fungsional di Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Yogyakarta yang merupakan terdakwa kasus korupsi rehabilitasi Saluran Air Hujan (SAH) di Jalan Soepomo, Kota Yogyakarta, dijatuhi hukuman 4 tahun penjara serta denda Rp 100 juta.

Dalam sidang yang berlangsung secara online ini digelar di ruang Garuda Pengadilan Negeri (PN) Kota Yogyakarta. Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Asep Permana, pada Rabu (20/5/2020).

Ia menyebut, Eka, terbukti menerima fee hingga Rp 221 juta untuk dirinya sendiri. Fee tersebut berasal dari Gabriella Yuan Ana, yang dimenangkan Eka, untuk menjadi pemenang proyek rehabilitasi SAH senilai Rp 10 miliar.

Eka, terbukti menyalahi wewenang dengan mengupayakan PT. Widoro Kandang yang dimiliki Gabriella Yuan Ana, untuk menjadi pemenang proyek rehabilitasi SAH yang bernilai Rp 10 miliar.

“Faktanya terdakwa tidak punya kewenangan memenangkan lelang. Unsur penerimaan hadiah atau janji sudah terpenuhi,” ujar Asep.

Atas dasar itu, Majelis Hakim memvonis terdakwa Eka dengan pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

“Menyatakan terdakwa Eka Safitra terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindakan korupsi. Yang kedua menjatuhkan pidana terhadap terdakwa pidana penjara 4 tahun dan denda Rp 100 juta dengan ketentuan apabila pidana denda tidak dibayar diganti kurungan penjara 3 bulan,” ucap Asep.

Terkait putusan hakim tersebut, Eka mengaku masih akan berkonsultasi dengan kuasa hukumnya. Eka pun menyatakan akan pikir-pikir terlebih dahulu.

“Terima kasih yang mulia, kami hormati keputusan yang mulia. Tapi kami pikir-pikir dulu,” ungkap Eka.

Sedangkan Jaksa KPK, Wawan Yunarwanto langsung menyatakan banding atas putusan majelis hakim. Jaksa KPK ini menilai vonis dari majelis hakim lebih rendah dari tuntutan pihaknya yakni, 6 tahun penjara dan denda Rp 300 juta.

“Kami menyatakan banding,” tegas Wawan. (*)

Navigasi pos