Kontraktor Pengadaan Sapi Jadi Tersangka Kasus Korupsi di Lhokseumawe

Lhokseumawe, (WRC) – Direktur CV Bireuen Vision, kontraktor pengadaan sapi berinisial ES (43), ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus pengadaan hewan ternak di Pemerintah Kota Lhokseumawe. Berkas kasus itu telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan Negeri Lhokseumawe.

Kasat Reskrim, AKP Indra T Herlambang melalui pesan WhatsApp, Rabu (24/07/19), menyebutkan berkas korupsi itu dinyatakan P21 (lengkap) oleh Kajari Kota Lhokseumawe berdasarkan surat nomor: B-1075/L.1.12/Fd.1/07/2019, tertanggal 23 Juli 2019.

“Penyaluran bantuan ternak yang disalurkan melalui Dinas Kelautan Perikanan dan Pertanian Kota Lhokseumawe dengan anggaran Rp 14.505.500.000 bersumber dari APBK tahun 2014, mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 8.168.730.000,” kata Indra.

Indra menjelaskan, tersangka ES dikenakan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 18 ayat (1) huruf a, b, ayat (2), ayat (3) Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi Subs pasal 55 ayat (1) KUHPidana

Tersangka diancam pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50 Juta, paling banyak Rp 1 miliar.

“Segera diserahkan tersangka dan barang bukti ke kejaksaan untuk proses penuntutan di pengadilan tindak pidana korupsi di Banda Aceh,” pungkasnya.

sumber : kompas.com

KPK Panggil Tiga Tersangka Suap Pengesahan RAPBD Jambi

Jakarta, (WRC) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu memanggil tiga tersangka kasus suap terkait pengesahan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Provinsi Jambi Tahun 2018.

Tiga tersangka itu terdiri dari Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Provinsi Jambi 2014-2019 Sufardi Nurzain (SNZ) serta dua anggota DPRD Provinsi Jambi 2014-2019 masing-masing Elhelwi (E) dan Gusrizal (G).

“Penyidik hari ini dijadwalkan memeriksa tiga orang tersangka tindak pidana korupsi suap terkait pengesahan RAPBD Provinsi Jambi Tahun 2018,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.

Untuk diketahui, KPK telah menetapkan 13 tersangka dalam kasus suap tersebut pada 28 Desember 2018.

Ke-13 tersangka tersebut, yaitu tiga unsur pimpinan DPRD Provinsi Jambi yang ditetapkan sebagai tersangka, yaitu Ketua DPRD Cornelis Buston (CB), Wakil Ketua DPRD AR Syahbandar (ARS), dan Wakil Ketua DPRD Chumaidi Zaidi (CZ).

Selanjutnya, lima pimpinan fraksi antara lain Sufardi Nurzain (SNZ) dari Fraksi Golkar, Cekman (C) dari Fraksi Restorasi Nurani, Tadjudin Hasan (TH) dari Fraksi PKB, Parlagutan Nasution dari Fraksi PPP, dan Muhammadiyah (M) dari Fraksi Gerindra.

Kemudian satu pimpinan komisi, yaitu Zainal Abidin (ZA) selaku Ketua Komisi III.

Tiga anggota DPRD Provinsi Jambi masing-masing Elhelwi (E), Gusrizal (G), dan Effendi Hatta (EH).

Terakhir dari unsur swasta adalah Jeo Fandy Yoesman alias Asiang (JFY).

KPK pun pada Kamis (18/7) telah menahan empat tersangka, yakni Muhammadiyah (M) di Rutan Cabang KPK di belakang Gedung Merah Putih KPK, Effendi Hatta (EH) di Rutan Cabang KPK di Pomdam Jaya Guntur, Zainal Abidin (ZA) di Rutan Cabang KPK di Pomdam Jaya Guntur, dan Jeo Fandy Yoesman alias Asiang (JFY) di Rutan Cabang KPK di belakang Gedung Merah Putih KPK.

Sebelumnya, KPK telah memproses lima (lima) orang sebagai tersangka hingga divonis bersalah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, yaitu pertama, Asisten Daerah 3 Provinsi Jambi Saipudin berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi pidana 3 tahun dan denda Rp100 juta subsider 3 bulan.

Kedua, Plt Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Jambi Erwan Malik putusan Pengadilan Tinggi pidana 3 tahun 6 bulan dan denda Rp100 juta subsider 3 bulan.

Ketiga, Plt Kepala Dinas PUPR Arfan putusan Pengadilan Tinggi pidana 3 tahun dan dengan Rp100 juta subsider 3 bulan.

Keempat, anggota DPRD Provinsi Jambi Supriyono dengan putusan Pengadilan Negeri pidana 6 tahun, denda Rp400 juta, dan pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya.

Terakhir, Gubernur Jambi 2016-2021 Zumi Zola dengan putusan Pengadilan Negeri pidana 6 tahun, denda Rp500 juta, dan pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya.

 

sumber : antaranews.com

KPK Sita Total Rp 6,1 Miliar Terkait Gratifikasi Gubernur Kepri Nonaktif

Jakarta, (WRC) – KPK menyita duit sekitar Rp 6,1 miliar terkait kasus dugaan gratifikasi Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) nonaktif Nurdin Basirun. Duit tersebut disita dalam berbagai jenis mata uang.

“Ada dua alat bukti dalam bentuk uang. Yang pertama yang kami temukan pada saat OTT tersebut lebih dari sekitar Rp 2 miliar, seingat saya dalam bentuk valuta asing dan rupiah dan uang yang kami temukan pada saat penggeledahan di rumah dinas Gubernur,” kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (23/07/19).

Febri juga menjelaskan alasan KPK menggeledah sejumlah kantor dinas di Kepri hari ini, seperti Dinas Perhubungan, Dinas Lingkungan Hidup, dan Dinas ESDM. Dia menyebut penggeledahan dilakukan di dinas tersebut karena ada proses perizinan pada dinas tersebut yang diduga terkait kasus ini.

“Semua proses bisnis yang terkait proses perizinan itu akan menjadi dokumen penting yang akan kami telusuri lebih lanjut,” ucapnya.

Adapun jumlah uang diduga merupakan gratifikasi yang telah disita KPK ialah Rp 3.737.240.000, SGD 180.935, USD 38.553, RM 527, SAR 500, HKD 30, dan EUR 5. Jika ditotal dalam rupiah, duit tersebut berjumlah sekitar Rp 6,1 miliar.

Nurdin dijerat KPK sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi setelah terjaring operasi tangkap tangan (OTT). Selain Nurdin, KPK menetapkan Edy Sofyan selaku Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pemprov Kepri; Budi Hartono selaku Kepala Bidang Perikanan Tangkap DKP Pemprov Kepri; dan Abu Bakar selaku swasta.

Nurdin diduga menerima suap dari Abu Bakar terkait perizinan reklamasi. Abu Bakar diduga memberi suap senilai total Rp 159 juta agar diberi izin prinsip untuk lokasi reklamasi di Kepri.

 

sumber : detik.com

KPK Memanggil Dua Saksi Kasus Korupsi-Gratifikasi Mantan Bupati Bogor

Jakarta, (WRC) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa memanggil dua saksi dalam penyidikan tindak pidana korupsi pemotongan uang dan gratifikasi oleh mantan Bupati Bogor Rachmat Yasin (RY).

“Penyidik hari ini dijadwalkan memeriksa dua orang saksi untuk tersangka RY terkait tindak pidana korupsi pemotongan uang dan gratifikasi,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, di Jakarta, Selasa.

Dua saksi itu, yakni Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bogor Yous Sudrajat dan PNS pada Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor Kadarwati.

Dalam penyidikan kasus tersebut, KPK masih mendalami terkait pemotongan anggaran yang dianggap utang oleh tersangka Rachmat Yasin.

Sebelumnya, KPK telah mengumumkan Rachmat sebagai tersangka pada 25 Juni 2019.

Dalam kasus suap, tersangka Rachmat diduga meminta, menerima atau memotong pembayaran dari beberapa satuan kerja perangkat daerah (SKPD) sebesar Rp8.931.326.223.

Uang tersebut diduga digunakan untuk biaya operasional bupati dan kebutuhan kampanye pemilihan kepala daerah dan pemilihan legislatif yang diselenggarakan pada 2013 dan 2014.

Selain itu, tersangka Rachmat juga diduga menerima gratifikasi, yaitu berupa tanah seluas 20 hektare di Jonggol, Kabupaten Bogor dan mobil Toyota Vellfire senilai Rp825 juta.

Gratifikasi tersebut diduga berhubungan dengan jabatan tersangka dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya serta tidak dilaporkan ke KPK dalam waktu paling lambat 30 hari kerja.

Rachmat disangkakan melanggar pasal 12 huruf f dan pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat (1) KUHP.

Diketahui, Rachmat telah bebas pada 8 Mei 2019 setelah menjalani masa hukuman di Lapas Sukamiskin Bandung.

Rachmat saat itu divonis 5 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp300 juta, karena menerima suap senilai Rp4,5 miliar guna memuluskan rekomendasi surat tukar menukar kawasan hutan atas nama PT Bukit Jonggol Asri seluas 2.754 hektare.

 

sumber : antaranews.com

Kasus Korupsi Komisioner Bawaslu Blitar Dilimpahkan ke Kejari

Blitar, (WRC) – Berkas perkara dugaan korupsi yang melibatkan Komisioner Bawaslu Kabupaten Blitar telah lengkap. Hari ini, polisi melimpahkan berkas, barang bukti dan dua tersangkanya ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Blitar.

Dua tersangka itu yakni EN, Komisioner Bawaslu Kabupaten Blitar. Dalam dugaan korupsi proyek revitalisasi Pasar Tumpang, dia selaku tim pelaksana. Dan Ketua Koperasi Al Hikmah, NR (65). 

Koperasi Al Hikmah inilah yang mengajukan proposal ke Kementerian Koperasi dan UKM untuk revitalisasi Pasar Tumpang. Lalu membuat laporan pertanggungjawaban atau SPJ fiktif dan mark up anggaran belanja material revitalisasi pasar.

Dari hasil penggeledahan yang dilakukan Polres Blitar di kantor koperasi yang berlokasi di Desa Tumpang Kecamatan Talun ini, polisi menemukan beberapa barang bukti. Di antaranya beberapa dokumen SPJ dan uang tunai Rp 130 juta. 

“Saat ini pelaksanaan tahap dua. Yaitu untuk pelimpahan berkas kasus dugaan tipikor ke JPU,” kata Kasat Reskrim Polres Blitar AKP Sodik Effendi kepada detikcom di Kantor Kejari Blitar, Jalan Sudanco Supriyadi, Selasa (23/07/19). 

Kedua tersangka nampak berjalan santai saat petugas membawanya ke ruang Pidsus. Di belakang mereka, tampak dua petugas membawa barang bukti. Satu petugas membawa uang kertas dalam satu kantong plastik besar. Dan satu petugas lagi membawa beberapa lembar kertas juga dalam satu kantong besar. 

“Pengembangan penyidikan, selain uang yang kami sita dulu Rp 130 juta dari kantor Koperasi Al Hikmah. Ini ada uang dalam amplop di kantor itu sebesar Rp 2 juta lebih dan kami sita juga dari tersangka EN sebesar Rp 100 juta. Jadi barang bukti uang yang kami limpahkan total Rp 233 juta lebih,” ungkap Sodik.

Revitalisasi pasar itu menggunakan dana hibah Kementerian Koperasi dan UKM itu sebesar Rp 900 juta. Dan polisi menemukan potensi kerugian negara Rp 250 juta.

Dalam proses penyelidikan, EN sebelumnya berstatus sebagai saksi. EN sendiri ditetapkan sebagai tersangka awal September 2018 lalu. Sedangkan NR ditetapkan sebagai tersangka pada akhir Desember 2018. 

Walaupun sudah ditetapkan tersangka, namun EN tidak ditahan. Menurutnya selama proses penyelidikan, EN sangat kooperatif diminta keterangan. 

Ketua Bawaslu Kabupaten Blitar Hakam Sholahudin mengatakan pihaknya tetap memegang prinsip asas praduga tidak bersalah. Karena belum ada putusan hukum tetap atau incrah. Status EN di Bawaslu Kabupaten Blitar sendiri, saat ini masih aktif sebagai Komisioner Bawaslu periode 2018-2023.

(iwd/iwd)

 

sumber : detik.com

Kejaksaan Sabang Tunggu Hasil Audit BPKP Terkait Korupsi Proyek BPKS

Banda Aceh, (WRC) – Kejaksaan Negeri (Kejari) Sabang, Aceh, masih menunggu hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait dugaan korupsi perencanaan pembangunan Pelabuhan Balohan di Badan Pengusahaan Kawasan Bebas Sabang (BPKS).

“Kami masih menunggu hasil audit BPKP untuk mengetahui berapa kerugian negara yang ditimbulkan dalam dugaan korupsi pekerjaan dengan nilai kontrak Rp633,9 juta tersebut,” kata Kepala Kejari Sabang Suhendra yang dihubungi dari Banda Aceh, Selasa.

Suhendra menyebutkan, penyidik Kejari Sabang sudah menetapkan dua tersangka dalam perkara dugaan korupsi tersebut. Kedua tersangka merupakan pejabat di BPKS dan rekanan proyek perencanaan pembangunan pelabuhan.

Tersangka yakni berinisial THK selaku pejabat pembuat komitmen atau PPK di Badan Pengusahaan Kawasan Bebas Sabang dan MT, rekanan proyek perencanaan.

“Keduanya ditetapkan sebagai tersangka beberapa waktu. Keduanya hingga kini belum ditahan. Tim penyidik sedang melengkapi berkas perkara guna untuk segera dilimpahkan pengadilan,” kata Suhendra.

Suhendra memaparkan, proyek perencanaan pembangunan terminal pelabuhan penyeberangan Balohan, Sabang, dianggarkan dalam APBN 2016 di Satuan Kerja BPKS.

Pekerjaan tersebut dilaksanakan PT Batel Indonesia dengan nilai kontrak Rp633,975 juta. Tahun anggaran sebelumnya, perusahaan tersebut juga pernah melaksanakan pekerjaan detail engineering design atau DED dermaga Balohan dengan nilai kontrak Rp200 juta.

Namun, sebut Suhendra, perencanaannya tidak bisa digunakan oleh perusahaan pelaksana yang mengerjakan pembangunan Pelabuhan Balohan. Perusahaan pelaksana terpaksa membuat ulang perencanaannya.

“Desain yang telah dibuat perusahaan perencana tidak bisa digunakan. Perusahaan pelaksana pekerjaan terpaksa mengeluarkan biaya sendiri untuk desain ulang agar pembangunan pelabuhan tidak terhenti,” sebut Suhendra.

Dalam perkara ini, lanjut dia, para tenaga ahli yang disebutkan di kontrak pekerjaan, tidak pernah dilibatkan. Mereka juga mengaku tidak pernah menerima pembayaran. Sementara, ada pembayaran untuk tenaga ahli.

“Kami sudah memeriksa 30 saksi dalam kasus ini, termasuk menyita laptop tersangka. Kami juga masih menunggu hasil audit menyangkut kerugian negara,” kata Suhendra.

 

sumber : antaranews.com

Dua Terdakwa Pungli Dana Rekonstruksi Masjid Dituntut 2,5 Tahun

Mataram, (WRC) – Dua terdakwa pungutan liar dana rekonstruksi masjid pascagempa Lombok, Nusa Tenggara Barat, M Iqbaludin dan Lalu Basuki Rahman, dituntut pidana penjara selama 2,5 tahun atau sebanding dengan 30 bulan penjara.

Tim Jaksa Penuntut Umum yang diwakilkan jaksa Nurul Syuhada, dalam tuntutannya di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mataram, Selasa sore, juga membebankan kepada setiap terdakwa dengan pidana denda Rp50 juta subsider dua bulan kurungan.

“Apabila terdakwa tidak dapat membayarkan denda hingga batas waktu yang telah ditentukan, maka diwajibkan kepada terdakwa untuk menggantinya dengan kurungan badan selama dua bulan,” kata Nurul Syuhada, saat membacakan tuntutan terdakwa M Iqbaludin yang digelar bersama dengan tuntutan terdakwa Basuki Rahman.

Tuntutan untuk kedua terdakwa, dinyatakan telah terbukti melanggar dakwaan keduanya, yakni pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Salah satu pertimbangan tuntutannya adalah alat bukti berupa slip setoran bank senilai Rp30 juta yang dikirim terdakwa M Iqbaludin kepada terdakwa pertama, Silmi.

Usai mendengar tuntutannya, majelis hakim yang dipimpin Isnurul Syamsul Arief mempersilakan kepada kedua terdakwa untuk menggunakan haknya dalam pengajuan pembelaan (pleidoi) terhadap tuntutannya pada pekan depan.

“Diberikan kesempatan kepada terdakwa M Iqbaludin dan Lalu Basuki Rahman untuk mengajukan pembelaannya pada pekan depan. Kepada terdakwa diharapkan untuk menyiapkan materi pembelaan,” kata ketua majelis hakim Isnurul Syamsul Arief.

Lebih lanjut, untuk agenda tuntutan perkara milik terdakwa pertama, yakni Silmi, mantan Kepala Sub Bagian Ortala dan Kepegawaian Kanwil Kemenag NTB, majelis hakim menyatakan sidangnya ditunda hingga pekan depan.

Alasan penundaannya karena Tim JPU yang mewakilkan dalam persidanganya sedang merayakan Galungan bagi umat Hindu.

 

sumber : antaranews.com

Kejati Sulsel Turun Tangan Selidiki Dugaan Suap Proyek DAK Rp 40 M di Kota Pare-Pare

Pare-Pare, (WRC) – Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi) berharap Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) turun tangan menyelidiki kasus dugaan suap proyek DAK (Dana Alokasi Khusus) senilai Rp 40 miliar di Kota Pare-Pare yang belakangan mendapat perhatian serius masyarakat Sulsel pada umumnya.

“Tadi kami sudah serahkan langsung bukti pernyataan tiga PNS tentang adanya dugaan suap proyek DAK tersebut ke pimpinan Kejati Sulsel saat bertandang ke Kantor ACC Sulawesimenjalin silaturahmi,” kata Direktur Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi), Abdul Muthalib, usai menerima kunjungan silaturahmi pimpinan Kejati Sulsel yang baru, Firdaus Dewilmar di Kantor ACC Sulawesi, Selasa (23/07/19).

ACC Sulawesi melaporkan langsung dengan menyerahkan bukti kopian surat pernyataan tertulis tiga PNS Pemkot Pare-Pare terkait adanya dugaan suap proyek DAK senilai Rp 40 miliar di Kota Pare-Pare kepada pimpinan Kejati Sulsel usai mendapat jawaban lisan dari pihak Polres Pare-Pare melalui Kepala Unit Tipikor Polres Pare-Pare, Ipda Sukri Abdullah.

“Kemarin kami bersurat ke Polres Pare-Pare meminta penjelasan perkembangan kasus dugaan suap proyek DAK tersebut. Surat kami tak dibalas, malah Kanit Tipikor menelepon kami jika kasus tersebut tak ditangani pihaknya. Yah sudah makanya kami lapor ke Kejati untuk ditangani dan bukti kami sudah serahkan langsung ke Pak Kajati,” terang Muthalib.

Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel), Firdaus Dewilmar mengatakan untuk saat ini pihaknya belum dapat merespon kasus tersebut terlalu jauh karena harus mempelajari dahulu data-data yang ada.

“Tapi jelasnya apapun informasi yang masuk ke Kejati saya janji akan terbuka setiap perkembangannya. Saya juga sudah komunikasikan kepada Aspidsus tentang keterbukaan seluruh penanganan perkara korupsi yang ditangani mulai awal bulan depan,” singkat Firdaus menanggapi harapan ACC Sulawesi terkait penanganan kasus dugaan suap DAK Kota Pare-Paretersebut.

Janji Ingin Tuntaskan Dugaan Suap Proyek DAK Kota Pare-Pare

Sebelumnya, Penyidik Unit Tipikor Polres Pare-Pare berjanji akan menuntaskan penanganan kasus dugaan suap proyek DAK (Dana Alokasi Khusus) senilai Rp 40 miliar di Kota Pare-Pare.

“Ditunggu saja yah. Mudah-mudahan kasusnya bisa cepat selesai,” kata Kapolres Pare-Pare, AKBP Pria Budi sebelumnya.

Ia mengatakan pihaknya tak hanya menangani kasus dugaan suap DAK, melainkan juga menangani kasus dugaan raibnya uang kas milik Dinas Kesehatan Kota Pare-Pare sebesar Rp 6,7 miliar tahun anggaran 2017-2018 yang juga melibatkan pihak yang sama dan saat ini statusnya sudah ditingkatkan ke tahap penyidikan.

“Kalau kasus dugaan suap DAK itu masih tahap penyelidikan. Kita saat ini masih fokus penyidikan kasus Dinkes Kota Pare-Pare. Tolong dibedakan,” tutur Pria.

Berbeda dengan Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Sulsel, Kombes Pol Yudhiawan Wibisono justru memastikan penanganan kasus dugaan suap DAK Kota Pare-Pare telah ditingkatkan ke tahap penyidikan.

“Sudah naik sidik,” ucap Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Sulsel, Kombes Pol Yudhiawan Wibisono via pesan singkat, Selasa 2 Juli 2019.

Meski demikian, pihaknya mengaku hingga saat ini belum mengambil alih penyidikan kasus dugaan suap proyek DAK yang dikabarkan mencatut nama Wali Kota Pare-Pare, Taufan Pawe tersebut.

“Kita sudah berikan petunjuk teknis (juknis) dan Polres Pare-Pare memang serius tangani dan tak ada hambatan apapun,” jelas Yudhiawan.

Menurutnya hingga saat ini penyidikan kasus dugaan suap proyek DAK oleh Polres Pare-Pare telah berjalan maksimal. Selain telah memeriksa sejumlah saksi yang terkait, penyidik juga telah berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) guna penghitungan kerugian negara.

“Ini yang sementara ditunggu oleh penyidik. Setelah hasilnya ada, fokus penyidik akan mencari siapa pihak yang patut bertanggungjawab dalam kegiatan yang merugikan negara tersebut,” terang mantan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.

 

sumber : Liputan6.com

Kantor Digeledah KPK, Kadishub Kepri Tepis Terlibat OTT Gubernur Nurdin

Tanjungpinang, (WC) – Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Pemprov Kepulauan Riau (Kepri) Jamhur Ismail membantah terlibat dalam kasus yang menjerat Gubernur Kepri nonaktif Nurdin Basirun. Sebelumnya, kantor Jamhur sempat digeledah tim KPK.

“Kami tidak terlibat kasus gratifikasi Pak Nurdin, karena memang tidak ada hubungan dengan investasi yang mau ditanamkan di Tanjung Piayu, Batam,” kata Jamhur di Tanjungpinang, yang dikutip dari Antara, Selasa (23/07/19).

Kabiro Humas KPK Febri Diansyah sebelumnya menyebutkan adanya penggeledahan di lima lokasi terkait kasus itu, termasuk kantor Dishub Kepri. Namun Jamhur menepis KPK menggeledah kantornya, melainkan hanya meminta data.

“Tidak ada staf yang dimintai keterangan, melainkan petugas meminta data. Petugas KPK itu duduk di ruang kerja saya,” ujarnya.

Ketika ditanya apakah turut menerima suap, Jamhur tegas menepis. “Tidak ada!” ucap Jamhur.

Jamhur juga memastikan ruang kerjanya tak disegel KPK. Ruang kerja itu justru dipergunakannya untuk rapat dengan staf setelah KPK mengambil data yang dibutuhkan.

“Kalau disegel kan saya tidak bisa masuk. Saya tadi panggil seluruh staf untuk menenangkan mereka. Tidak ada yang perlu ditakutkan sepanjang kerja dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” ucap Jamhur.

Sebelumnya, penyidik KPK menggeledah kantor Dishub Kepri terkait kasus suap Gubernur Kepri Nurdin Basirun. Penyidik membawa sejumlah dokumen dalam penggeledahan itu.

Penggeledahan dilakukan di Jalan Raja Haji Fisabilillah Km 5, Tanjungpinang, Selasa (23/07/19), mulai pukul 08.00 hingga 11.00 WIB. Terlihat petugas membawa koper-koper yang di dalamnya terdapat dokumen.

 

sumber : detik.com

Gubernur Kalbar Minta KAD Anti Korupi Stop Penyimpangan Anggaran

Pontianak, (WRC) – Gubernur Kalbar Sutarmidji meminta Komite Advokasi Daerah (KAD) Anti Korupsi Provinsi Kalbar yang diketuai oleh Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kalbar menghentikan penyimpangan anggaran dan untuk memangkas perizinan untuk mempercepat layanan kepada masyarakat.

“Saya minta KAD Anti Korupsi Kalbar untuk dapat bekerja secara profesional. Tolong hentikan, kalau ada hal-hal menyimpang seperti anggaran maupun penyimpangan perizinan, kong kali kong dalam bentuk apapun harus dihentikan,” kata Sutarmidji, saat membuka Sosialisasi KAD Anti Korupsi Provinsi Kalbar di Pontianak, Selasa.

Dia juga meminta DPMPTSP Kalbar untuk mengefisienkan serta mengefektifkan anggaran untuk kepentingan masyarakat.

Pangkas perizinan dan pangkas pelayanan apapun biar pelayanan lebih cepat, dan PTSP harus melakukan evaluasi, dan reformasi serta inovasi agar PTSP menjadi lembaga yang mengeluarkan perizinan tercepat di Kalbar.

“Kalau PTSP bisa jadi pelayanan perizinan tercepat di Kalbar, saya akan memberikan insentif kepada mereka. Ini target saya, saya akan pastikan itu dan saya akan evaluasi jajaranya,” tuturnya.

Mantan Wali Kota Pontianak juga meminta DPMPTSP Kalbar untuk tidak melayani orang yang mengatasnamakan dirinya selaku Gubernur atau mencatut nama Gubernur untuk mempercepat pelayanan perizinan agar dapat diabaikan.

“Saya tak akan membebani Dinas/Badan dengan kepentingan politik maupun kepentingan yang lain,” pintanya.

Dia menambahkan, Pemprov Kalbar juga mewajibkan seluruh tempat Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) menerapkan sistem elektronik guna meningkatkan kualitas pelayanan perizinan dan non perizinan di daerah.

“Hal ini sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2014, tentang penyelenggaraan perizinan dan non-perizinan oleh PTSP wajib menggunakan pelayanan secara elektronik,” kata Sutarmidji.

Menurutnya, berdasarkan sudut pandang pencegahan korupsi, penyelenggaraan pelayanan publik kepada masyarakat sangat berpotensi memunculkan perilaku menyimpang, khususnya pelayanan perizinan. Bentuknya seperti suap, pungutan liar, gratifikasi dan benturan kepentingan.

Untuk itu, dengan layanan berbasis elektronik ini diharapkan dapat meminimalisasi?perilaku dan potensi korupsi karena akan semakin memperkecil kemungkinan pertemuan antara pemohon dengan pejabat atau petugas yang memberikan pelayanan perizinan.

“Sehingga, pelayanan yang diberikan dapat berjalan dengan lancar, efektif dan berkualitas,” katanya.

 

 

sumber : antaranews.com

Paginasi pos