Dugaan Korupsi Dana Pembangunan Dermaga, Kantor Dinas Pengairan Aceh Digeledah

Aceh Besar – Kejari Aceh Besar menggeledah kantor Dinas Pengairan Aceh. Penggeledahan dilakukan untuk mencari alat bukti tambahan terkait kasus korupsi pembangunan dermaga di Aceh Besar, dengan nilai Rp 13,3 miliar, Rabu (13/10/2021).

“Penggeledahan untuk mencari alat bukti tambahan guna melengkapi berkas perkara dugaan tindak pidana korupsi. Ada 14 dokumen yang disita,” kata Kepala Seksi Intelijen Kejari Aceh Besar Deddi Maryadi.

Ia mengatakan, pihaknya telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus itu. Mereka adalah MZ (55) selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang juga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), TH (39) selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan YR (41) selaku Direktur PT BYA, perusahaan kontraktor pelaksana.

“Ketiganya sudah dilakukan penahanan, karena dikhawatirkan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, serta mengulangi perbuatannya,” katanya.

Modus yang dilakukan tersangka dimulai dari perencanaan. Tersangka MZ dan YH memanipulasi data seolah-olah sesuai ketentuan. Padahal, dokumen yang dibuat tidak dengan sebenarnya.

Karena dokumen yang dibuat tidak benar, maka terjadi kekurangan volume pekerjaan, sehingga merugikan keuangan negara berdasarkan hasil audit BPKP Perwakilan Aceh Rp 2,3 miliar,” tukasnya.

Dugaan Korupsi Dana BOS, Mantan Kepsek SMAN 13 Palembang Kembali Jalani Sidang

Palembang – Kasus dugaan korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dengan terdakwa mantan Kepsek SMAN 13 Palembang kembali berlanjut di PN Tipikor Palembang, Selasa (12/10/2021).

Dalam dakwaan diketahui, dugaan penyelewengan dana BOS SMA Negeri 13 Palembang, dilakukan terdakwa diantaranya dengan cara memanipulasi laporan dana BOS tahun anggaran 2017-2018 yang ditafsir mencapai Rp3 miliar.

Adapun hasil audit kerugian negara dari total anggaran tersebut yakni senilai Rp254 juta, yang digunakan terdakwa untuk keperluan pribadi. Selain itu, diduga juga terdakwa mengambil fee sebesar 10 persen dari penerbit dalam rangka pembelian buku siswa.

Di hadapan Majelis Hakim yang diketuai hakim Sahlan Effendi SH MH, JPU menghadirkan langsung Rita saksi ahli dari Inspektorat Provinsi Sumsel.
Kasubsi Penuntutan Pidsus Kejari Palembang, Hendy Tanjung membeberkan jika dari ketarangan ahli yang disampaikan terkait kerugian negara mendukung pembuktian dakwaan jaksa penuntut.

“Minggu depan, diagendakan mendengarkan keterangan dari terdakwa Zainab,” ungkapnya.

Selain itu, diduga juga terdakwa mengambil fee sebesar 10 persen dari penerbit dalam rangka pembelian buku siswa.

Terdakwa dijerat dengan Pasal 2 atau Pasal 3 undang-undang korupsi juncto pasal 18 undang-undang korupsi juncto pasal 64 ayat 1 KUHP junto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sumber : Suara.com

Ketua DPC PSI Surabaya Cabut Laporan Terkait Dugaan Korupsi

Surabaya – Ketua DPC Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kecamatan Sambikerep Surabaya Dino Wijaya mencabut laporan yang telah dilayangkan ke Polda Jatim atas dugaan korupsi anggaran bantuan keuangan untuk partai politik atau dana banpol dan tanda tangan fiktif yang dilakukan DPD PSI Surabaya.

“Saya telah mencabut laporan tersebut. Dugaan pemalsuan tanda tangan tersebut. Ternyata adalah hanya kesalahan administratif yang sudah diperbaiki,” kata Dino dalam keterangan resminya, Selasa (12/10).

Dino menilai bahwa tidak ada korupsi dana bantuan politik yang dilakukan pengurus PSI Kota Surabaya. Hal itu ia katakan setelah melakukan kajian hukum dan klarifikasi ke pelbagai pihak terkait dugaan tersebut.

“Saya menyatakan tidak ada korupsi dana bantuan politik yang dilakukan pengurus DPD PSI Kota Surabaya. seperti diberitakan sebagian media sebelumnya,” kata Dino.

Dino menambahkan bahwa Ketua DPW PSI Jatim Moh Teguh Cahyadin dan mewakili Yusuf Lakaseng telah meminta maaf kepada seluruh pengurus dan kader PSI Surabaya. Hal itu terkait kinerjanya selama memimpin DPD PSI Kota Surabaya.

“Semua anggota DPD PSI Kota Surabaya, beserta seluruh DPC, adalah suatu keluarga besar. Terkait konflik internal yang pernah terjadi di partai, telah diselesaikan secara kekeluargaan,” kata Dino.

Diketahui, laporan Dino itu telah diterima oleh Polda Jatim na Banpol dengan nomor LPB/433.01/VIII/2021/SPKT/POLDA JAWA TIMUR tertanggal 12 Agustus 2021. Laporan itu mengenai dugaan pemalsuan tandatangan dana Banpol oleh pengurus DPD PSI Kota Surabaya.

Ketua DPD PSI Surabaya, Yusuf Lakaseng sudah membantah bahwa pihaknya melakukan tindakan korupsi anggaran bantuan keuangan untuk partai politik atau dana banpol. Ia menegaskan tuduhan tersebut tak berdasar alias fitnah.

Sumber : CNN Indonesia

Korupsi Bimtek Fiktif, Kadis ESDM Riau Jadi Tersangka

Riau – Kepala Dinas ESDM Provinsi Riau Indra Agus (IA) ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan bimbingan teknis fiktif Rp 500 juta. Setelah ditetapkan tersangka, Indra Agus langsung ditahan.

“Sekitar pukul 14.30 WIB, IA kami tetapkan tersangka. Selanjutnya tersangka ditahan,” terang Kepala Kejaksaan Negeri Kuantan Singingi, Hadiman, Selasa (12/10/2021).

Indra Agus ditahan di rutan penitipan Polres Kuantan Singingi. Ia ditahan untuk 20 hari ke depan setelah ditetapkan sebagai tersangka.

“Ditahan di rutan Polres Kuansing untuk 20 hari ke depan,” kata Hadiman.

Indra Agus mulai diperiksa oleh Kejaksaan Negeri Kuantan Singingi setelah ada laporan masyarakat. Dalam laporannya, Indra Agus diduga kuat membuat kegiatan fiktif Rp 500 juta pada periode 2013-2014.

Kegiatan fiktif itu terjadi saat Indra Agus masih menjabat Kepala Dinas ESDM Kabupaten Kuantan Singingi. Hasil pemeriksaan fiktif tertuang lewat putusan bersalah mantan Bendahara Pengeluaran Dinas Pertambangan dan ESDM Kuansing, ED, dan mantan PPTK, AR.

Dalam putusan itu masing-masing dijatuhi hukuman 1 tahun penjara. Keduanya juga diberhentikan sebagai ASN pada 2019 setelah keluar kebijakan pemerintah terkait tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh ASN.

Indra Agus diperiksa penyidik pertama kali pada 23 September lalu. Saat itu ia datang seorang diri dan diperiksa sebagai saksi. Setelah pemeriksaan berjalan 3 jam dan 35 pertanyaan diajukan, Indra Agus tiba-tiba mengaku tak enak badan. Indra kemudian minta izin pulang dan pemeriksaan selesai.

Kasus Suap dan TPPU, KPK Tetapkan Bupati Probolinggo Nonaktif dan Suami Jadi Tersangka

Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Probolinggo nonaktif Puput Tantriana Sari (PTS) dan Anggota DPR RI Hasan Aminuddin (HA) yang juga suami Puput tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi (suap) dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Keduanya diketahui telah dijerat dalam perkara suap jual beli jabatan kepala desa di Probolinggo tahun 2021.

“Tim penyidik melakukan pengembangan perkara tersangka PTS ( Puput Tantriana Sari) dan Tersangka HA ( Hasan Aminuddin) dengan kembali menetapkan kedua tersangka tersebut dengan dugaan tindak pidana korupsi Gratifikasi dan TPPU,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Selasa (12/10/2021).

Ali menyebut KPK telah mendapatkan bukti permulaan yang cukup untuk kembali menjerat Puput dan Hasan. Dimana bukti itu didapat dari keterangan sejumlah saksi yang telah dihadirkan dalam penyidikan pada Senin (11/10/2021). Ada sebanyak 11 saksi yang dimintai keterangan di Polres Probolinggo, Jawa Timur.

Para saksi itu di antaranya dari berbagai unsur, Perangkat Desa, Hendro Purnomo; Pensiunan DPRD Probolinggo Fraksi Nasdem; Sugito; Notaris Hapsoro Widyonondo; Swasta Pudjo Witjaksono; Kadis Tenaga Kerja Kab Probolinggo; Doddy Nur Baskoro; dan Kepala Dinas Olahraga dan Pariwisata dan Kebudayaan Kab Probolinggo Sugeng Wiyanto.
Kemudian, Sekretrais Daerah Pemda Kab Probolinggo Soeparwiyono; Kepala Kepegawaian Kab Probolinggo Hudan Syarifuddin; Kepala Dinas Perikanan Pemda Kab Probolinggo Dedy Isfandi; Sekretretaris Dinas Perpustakaan Kab Probolinggo Mariono.

“Seluruh saksi hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan dugaan penerimaan sejumlah uang dan kepemilikan aset dari tersangka Puput dan tersangka Hasan,” jelas Ali Fikri.

Adapun lima tersangka ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) mereka yakni, Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari serta Hasan Aminudin anggota DPR RI. Kemudian Doddy Kurniawan ASN Camat Camat Krejengan; Muhamad Ridwan ASN Camat Paiton; dan Sumarto, ASN Pejabat Kades Karangren.

Sedangkan 17 tersangka lainnya yakni PNS Kabupaten Probolinggo baru dilakukan penahanan. Mereka yakni, Ali Wafa (AW); Mawardi (MW) Mashudi (MU); Maliha (MI); Mohamad Bambang (MB); Masruhen (MH); Abdul Wafi (AW); Kho’im (KO); Akhmad Saifullah (AS); Jaelani (JL); Uhar (UR); Nurul Hadi (NH); Nurul Huda (NUH); Hasan (HS); Sugito (SO); dan Samsuddin (SD).

17 ASN Kabupaten Probolinggo ini menyuap Bupati Puput untuk mengisi jabatan kepala desa, dengan menyetor masing – masing uang Rp 20 juta. Sekaligus upeti penyewaan tanah kas desa dengan tarif Rp 5 juta per hektar.

Sebagai pemberi suap Sumarto dan kawan-kawan disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sedangkan sebagai penerima suap, HA, PTS, DK dan MR disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Kasus Bupati Kolaka Timur, KPK Panggil Sembilan Saksi

Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil sembilan saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan barang/jasa di lingkungan Pemkab Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara Tahun Anggaran 2021.

“Hari ini, pemeriksaan saksi tindak pidana korupsi pengadaan barang/jasa di lingkungan Pemkab Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara Tahun Anggaran 2021 dengan tersangka AMN (Andi Merya Nur/Bupati Kolaka Timur) dan kawan-kawan,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (12/10/2021).

Sembilan saksi, yakni Kepala Bagian Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kabupaten Kolaka Timur Dewa Made Ratmawan, Nikyta Faradilla selaku sekretaris pribadi Bupati Kolaka Timur, dan tujuh anggota pokja ULP Kabupataen Kolaka Timur masing-masing Ririn Wijaya, Haeruddin, Sarmin Ishak, Gusti Putu Artana, I Putu Sidiono, Andi Ahmad Tongasa, dan Fandy Warsya Ashari.

“Pemeriksaan dilakukan di Subdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Sultra, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara,” ucap Ali.

KPK telah menetapkan Andi Merya bersama Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kolaka Timur Anzarullah (AZR) sebagai tersangka.

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan pada Maret-Agustus 2021, dua tersangka itu menyusun proposal dana hibah BNPB berupa dana Rehabilitasi dan Rekonstruksi (RR) serta Dana Siap Pakai (DSP).

Kemudian awal September 2021, keduanya datang ke BNPB Pusat di Jakarta untuk menyampaikan paparan terkait pengajuan dana hibah logistik dan peralatan di mana Pemkab Kolaka Timur memperoleh dana hibah BNPB, yaitu hibah relokasi dan rekonstruksi senilai Rp 26,9 miliar dan hibah dana siap pakai senilai Rp 12,1 miliar.

Tindak lanjut atas pemaparan tersebut, Anzarullah kemudian meminta Andi Merya agar beberapa proyek pekerjaan fisik yang bersumber dari dana hibah BNPB tersebut nantinya dilaksanakan oleh orang-orang kepercayaan Anzarullah dan pihak-pihak lain yang membantu mengurus agar dana hibah tersebut cair ke Pemkab Kolaka Timur.

Adapun khusus untuk paket belanja jasa konsultansi perencanaan pekerjaan jembatan dua unit di Kecamatan Ueesi senilai Rp 714 juta dan belanja jasa konsultansi perencanaan pembangunan 100 unit rumah di Kecamatan Uluiwoi senilai Rp 175 juta akan dikerjakan oleh Anzarullah.
Andi Merya menyetujui permintaan Anzarullah tersebut dan sepakat akan memberikan “fee” kepada Andi Merya sebesar 30 persen.

Selanjutnya, Andi Merya memerintahkan Anzarullah untuk berkoordinasi langsung dengan Dewa Made Ratmawan selaku Kepala Bagian ULP agar memproses pekerjaan perencanaan lelang konsultan dan mengunggahnya ke Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) sehingga perusahaan milik Anzarullah dan/atau grup Anzarullah dimenangkan serta ditunjuk menjadi konsultan perencana pekerjaan dua proyek itu.

KPK menduga Andi Merya meminta uang Rp 250 juta atas dua proyek pekerjaan yang akan didapatkan Anzarullah tersebut. Anzarullah telah menyerahkan uang Rp 25 juta terlebih dahulu kepada Andi Merya dan sisanya Rp 225 juta disepakati akan diserahkan di rumah pribadi Andi Merya di Kendari.

Adapun sisa uang Rp225 juta tersebut yang diamankan KPK saat operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Andi Merya dan kawan-kawan. Anzarullah selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 .

Sebagai penerima, Andi Merya disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Sumber : Antara

Geledah Kantor Sekda, KPK Sita Bukti Baru Korupsi Bupati Banjarnegara

Jakarta – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah tiga lokasi di Kabupaten Banjarnegara, pada Senin (11/10).
Tiga lokasi tersebut yakni Kantor Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Banjarnegara, ruang unit kerja pengadaan barang dan jasa (UKPBJ), dan rumah kediaman dari pihak terkait di Kelurahan Parakancanggah, Kabupaten Banjarnegara.

Sebelumnya, pada Sabtu 9 Oktober 2021 tim penyidik KPK telah menggeledah empat lokasi berbeda, yakni rumah kediaman dari pihak-pihak yang terkait dengan perkara yang berada di Temanggungan Kalipelus, Bandingan Rakit, Desa Parakananggah, dan Desa Twelagiri.

Penggeledahan berkaitan dengan kasus dugaan korupsi turut serta dalam pemborongan, pengadaan atau persewaan pada Dinas PUPR Pemkab Banjarnegara Tahun 2017-2018 dan penerimaan gratifikasi.

“Dari seluruh tempat dan lokasi tersebut, tim penyidik menemukan dan mengamankan berbagai bukti di antaranya dokumen dan alat elektronik yang diduga terkait dengan perkara,” ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (12/10/2021).

Ali mengatakan, barang bukti tersebut sudah diamankan tim penyidik KPK. Selanjutnya menunggu keputusan dari Dewan Pengawas KPK untuk melakukan penyitaan terhadap barang bukti yang ditemukan.

“Selanjutnya bukti-bukti ini akan dilakukan analisa mendalam dan segera dilakukan penyitaan untuk menjadi bagian kelengkapan berkas perkara tersangka BS (Budhi Sarwono),” kata Ali.

Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono dijerat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan korupsi terkait proyek infrastruktur. Budhi diduga turut serta dalam pemborongan atau pengerjaan proyek baik langsung maupun tidak langsung di Pemkab Banjarnegara.

Kasus ini bermula pada 2017, saat Budhi dilantik menjadi Bupati Banjarnegara. Saat itu Budhi memerintahkan Kedy yang merupakan tim suksesnya untuk memimpin rapat koordinasi yang dihadiri oleh para perwakilan asosiasi jasa konstruksi di Kabupaten Banjarnegara yang bertempat di salah satu rumah makan.

Pada pertemuan tersebut, sebagaimana perintah dan arahan Budhi, Kedy menyampaikan bahwa paket proyek pekerjaan akan dilonggarkan dengan menaikkan harga perkiraan sendiri (HPS) senilai 20 % dari nilai proyek dan untuk perusahaan-perusahaan yang ingin mendapatkan paket proyek dimaksud diwajibkan memberikan komitmen fee sebesar 10 % dari nilai proyek.

Pertemuan lanjutan kembali dilaksanakan dirumah kediaman pribadi Budhi yang dihadiri oleh beberapa perwakilan asosiasi Gapensi Banjarnegara. Secara langsung Budhi menyampaikan akan menaikkan HPS senilai 20 % dari harga saat itu, dengan pembagian lanjutan, senilai 10 % untuk Budhi sebagai komitmen fee dan 10 % sebagai keuntungan rekanan.

Budhi juga berperan aktif ikut memantau langsung dalam pelaksanaan pelelangan pekerjaan infrastruktur, di antaranya membagi paket pekerjaan di Dinas PUPR, mengikutsertakan perusahaan milik keluarganya, dan mengatur pemenang lelang.

Kedy juga selalu dipantau serta diarahkan oleh Budhi saat melakukan pengaturan pembagian paket pekerjaan yang nantinya akan dikerjakan oleh perusahaan milik Budhi yang tergabung dalam grup Bumi Redjo (BM).

Penerimaan komitmen fee senilai 10 % oleh Budhi dilakukan secara langsung maupun melalui perantaraan Kedy. Diduga Budhi telah menerima komitmen fee atas berbagai pekerjaan proyek infrastruktur di Kabupaten Banjarnegara, sekitar sejumlah Rp 2,1 Miliar.

KPK Perpanjang Masa Tahanan Aziz Syamsuddin 40 Hari

Jakarta – Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan mantan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin, Senin (11/10/2021).

Perpanjangan tersebut dilakukan untuk melengkapi berkas tersangka kasus dugaan suap terkait penanganan perkara di Lampung Tengah tersebut.

“Hari ini juga penandatanganan berita acara perpanjangan penahanan tersangka AZ [Azis Syamsuddin] untuk 40 hari ke depan terhitung sejak 14 Oktober sampai dengan 22 November 2021,” ujar Plt. Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri.

Azis menjalani penahanan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Polres Jakarta Selatan. Ali berujar tim penyidik KPK terus berupaya melengkapi berkas perkara yang bersangkutan termasuk dengan melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi maupun tersangka.

Pada hari ini, penyidik telah merampungkan pemeriksaan terhadap Azis. Keterangan kader Partai Golkar itu didalami penyidik perihal informasi delapan orang pegangan di internal KPK yang diduga untuk mengamankan kasus.

Ali mengatakan Azis tidak mempunyai orang dalam pegangan selain AKP Stepanus Robin Pattuju (SRP) selaku mantan penyidik KPK.

“Tersangka AZ menerangkan di hadapan penyidik bahwa tidak ada pihak lain di KPK yang dapat membantu kepentingannya selain SRP,” terang juru bicara berlatar belakang jaksa tersebut.

Selain itu, Azis juga dicecar mengenai kepemilikan rekening bank atas nama dirinya yang diduga digunakan untuk mentransfer sejumlah uang ke Stepanus. Azis ditetapkan KPK sebagai tersangka karena diduga menyuap Stepanussekitar Rp3,1 miliar dari komitmen awal Rp4 miliar.

Atas perbuatannya, Azis disangkakanmelanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Mantan Bupati Labura Didakwa Korupsi Dana PBB Rp 2 Miliar

Medan – Mantan Bupati Labuhanbatu Utara (Labura) Kharuddin Syah alias H Buyung didakwa melakukan korupsi pungutan Pajak Bumi Bangunan (PBB) dari sektor perkebunan lebih dari Rp 2 miliar di masa jabatan periode 2010-2015.

Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hendri Edison, perbuatan itu dilakukan Kharuddin bersama-sama dengan sejumlah pejabat.
Yakni, Armada Pangaloan selaku Kepala Bidang Pendapatan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Labura; Ahmad Fuad Lubis selaku Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Labura; dan Faizal Irwan Dalimunthe selaku Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Labura (masing-masing telah disidangkan dan diputus oleh Pengadilan Negeri Medan).

Awalnya Pemkab Labuhanbatu Utara menerima dana pemungutan PBB dari sektor perkebunan pada Tahun 2013 sebesar Rp 1.065.344.300. Kemudian Tahun 2014 sebesar Rp 748.867.201. Selanjutnya pada Tahun 2015 sebesar Rp 696.725.794.

Namun, Kharuddin Syah menjadikan biaya pemungutan PBB sektor perkebunan tersebut sebagai insentif untuk tambahan penghasilan terdakwa termasuk Wakil Bupati Labura Minan Pasaribu, Sekda Pemkab Labura Edi Syampurna Rambe, beserta pejabat maupun pegawai DPPKAD Kabupaten Labura dengan cara menerbitkan Surat Keputusan Bupati Labuhanbatu Utara nomor : 973/281/DPPKAD-II/2013 tanggal 9 Desember 2013.

Adapun dana yang diambil terdakwa dari PBB sektor perkebunan tersebut antara lain Tahun 2013 sebesar Rp 937.384.612; pada Tahun 2014 sebesar Rp662.677.266; dan pada 2015 sebesar Rp 586.407.417.
Berdasarkan perhitungan BPKP Perwakilan Sumatera Utara, total kerugian negara akibat perbuatan terdakwa Kharuddin pada Tahun 2013, 2014, dan 2015 senilai Rp2.186.469.295.

JPU pun menyebut terdakwa Kharuddin Syah melanggar ketentuan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana, subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Usai mendengarkan pembacaan dakwaan, majelis hakim yang diketuai Saut Maruli Tua Pasaribu menunda persidangan pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi. Diketahui, Kharuddin Syah juga sempat terjerat operasi tangkap tangan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk perkara yang berbeda.

Dia menyuap Yaya Purnomo selaku Kasi Pengembangan pendanaan Kawasan Perumahan dan Permukiman pada Ditjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu; dan Rifa Surya selaku Kasi Dak Fisik pada Ditjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu sebesar SGD 242 ribu dan Rp400 juta.
Selain itu, ia terjerat kasus suap untuk Irgan Chairul Mahfiz, anggota Komisi IX DPR RI, dan Puji Suhartono yang merupakan Wakil Bendahara Umum PPP 2016-2019 masing-masing sebesar Rp 200 juta untuk pengurusan DAK APBN 2018 di Kabupaten Labura.

Dalam perkara ini, Kharuddin Syah divonis 1 tahun 6 bulan penjara (18 bulan penjara), denda Rp 100 juta subsider 2 bulan kurungan.

Sumber : CNN Indonesia

Kejari Pekalongan Tetapkan 7 Tersangka Kasus Korupsi Bantuan Corona Madrasah

Pekalongan – Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekalongan menetapkan tujuh tersangka dugaan korupsi Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) di masa pandemi Corona tahun 2020 untuk Madrasah Diniyah, TPQ dari Kementerian Agama. Empat dari tujuh tersangka itu kini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).

Ketiga tersangka yakni KN, IN dan ZA langsung dipindahkan ke Rutan Semarang. KN dan IN merupakan Ketua dan Sekretaris DPC Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah (FKDT) Kabupaten Pekalongan, sedangkan ZA merupakan dosen perguruan tinggi swasta di Jawa Barat yang berperan sebagai makelar kasus.

“Dalam perkara ini kerugian negara mencapai Rp 713.285.000. Uang yang sudah disita dan diselamatkan oleh kita senilai Rp 246 juta. Hari ini kita bawa (3 tersangka) ke Semarang,” kata Kepala Kejari Kabupaten Pekalongan, Abun Hasbullah Syambas, dalam keterangan tertulisnya, Senin (11/10/2021).

Ketiga tersangka akan dititipkan di Rutan Semarang sembari jaksa menyelesaikan berkas dakwaan. “Mudah-mudahan dalam waktu 20 hari ke depan kita bisa menyerahkan ke Pengadilan Tipikor Semarang,” terang Abun.

Abun menerangkan dalam kasus ini ZA diduga sudah menerima uang ratusan juta dari KN dan IN. Dalam kasus ini, ZA yang bekerja sebagai seorang dosen yang menjadi penghubung kedua pengurus FKDT itu dengan HR dan DN.

“Jadi (ZA) didatangi sebagai markus. ZA dosen di Kuningan. Intinya ZA ini menjanjikan HN dan IN untuk menyelesaikan perkara itu karena mempunyai saudara di Kejaksaan Agung sehingga tidak perlu mendatangi dan menyerahkan diri ke Kejaksaan Negeri Kabupaten Pekalongan,” terangnya.

Sementara itu, tim Kejari Pekalongan masih memburu empat tersangka yakni IS, HR, DN, dan AH. Keempatnya saat ini masuk dalam pencarian (DPO).

“Keempat orang ini adalah paguyuban makelar tanah. Mereka berasal dari berbeda-beda daerah. HR lah yang mengaku punya kerabat di Kejaksaan Tinggi dan bisa terhubung ke Kejaksaan Agung. Sementara tiga lainnya punya peran masing-masing. Kami sedang mengejar mereka,” kata Abun.

Untuk diketahui, kasus dugaan korupsi Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) di masa pandemi Corona tahun 2020 untuk Madrasah Diniyah, TPQ dari Kemenag ini dilakukan dengan modus potongan Rp 500 ribu untuk setiap lembaga yang seharusnya menerima Rp 10 juta. Di Kabupaten Pekalongan terdapat 497 lembaga penerima bantuan dari Kemenag tersebut. Para pelaku diduga melakukan pengondisian untuk pembelian perlengkapan penanganan COVID-19 ke salah satu CV yang ditunjuknya.

Sumber : Detik.com

Paginasi pos