Pelaku Suap Eks Anggota DPR Fayakhun Dituntut 3,5 Tahun Penjara

JAKARTA,  WRC – Managing Director PT Rohde dan Schwarz Indonesia , Erwin Sya’af Arief dituntut 3,5 tahun penjara dan denda sebesar Rp 250 Juta subsider 6 bulan kurungan. Erwin di duga bersalah terkait kasus suap yang menjerat mantan DPR Fayakhun Andriadi.

Ketika surat tuntutan dibacakan, Jaksa KPK M Takdir mengatakan, pihaknya menuntut supaya majelis hakim yang mengadili dan memeriksa perkara ini menyatakan terdakwa Erwin terbukti bersalah.

“Menuntut supaya majelis hakim yang mengadili dan memeriksa perkara ini, menyatakan terdakwa Erwin Sya’af Arief terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi,” kata M Takdir di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (26/9/2019)

Jaksa juga mengatakan, Erwin memberi suap sebesar USD311.480 atau Rp 12 Milyar lebih ke Fayakhun agar anggaran proyek Bakamla pada APBN-P Tahun 2016 bisa ditambahkan.

Perbuatan Erwin pun diduga dilakukan bersama-sama dengan Direktur Utama PT Merisal Esa Fahmi Darmawansyah. Fahmi pun diketahui sudah divonis 3,5 tahun penjara dalam perkara tersebut.

Seperti yang dikutip dari detik.com, uang tersebut berasal dari PT Merial Esa yang ikut tender proyek Bamkala yakni satelit monitoring dan drone. Disebut pula Erwin saling kenal dengan Fayakhun dan menawarkan karier politik di partai golkar.

Erwin dan Fahmi juga sering bekerjasama dengan PT Merial Esa dalam pengadaan jasa atau barang di sejumlah lembaga pemerintah. Setelah itu, Jaksa mengatakan Erwin meminta Fayakhun dan dijanjikan fee agar proyek tersebut dapat dianggarkan dalam APBN-P tahun 2016 karena menggunakan barang dan produk PT Rohde dan Schwarz Indonesia.

Jaksa menyebutkan, Fayakhun selalu berkomunikasi dengan Fahmi melalui Erwin dan pegawai PT Merial Esa M Adami Okta. Pesan komunikasi yang diterima Erwin diterusakn ke Adami dan dilanjutkan ke Fahmi. Dalam komunikasi tersebut, Komisi I DPR mengusulkan anggaran tambahan dalam APBN-P sebesar Rp 3 Triliun serta proyek satelit dan drone senilai Rp 850 Milyar.

“Terdakwa meneruskan pesan dari Fayakhun Andriadi kepada Fahmi Darmawansyah melalui M Adami Okta yang pada intinya Fayakhun Andriadi meminta tambahan komitmen fee sebesar 1% untuk dirinya sendiri dari nilai fee yang dijanjikan sebelumnya 6%, sehingga tota fee yang harus disiapkan Fahmi Darmawansyah sebesar 7% dari nilai proyek,” jelas Jaksa.

Fayakhun juga meminta commitment fee diberikan secara bertahap. Untuk proyek tersebut, jaksa menyebut PT Merial Esa memesan produk satelit monitoring PT Rohde dan Schwarz dengan nilai kontrak EUR 11.250.000, padahal harga barang adalah EUR 8.000.000. Selisih dari nilai barang tersebutlah yang dinikmati tersangka, yakni Erwin sebesar EUR 35.000 dan M Adami memperoleh EUR 115.000.

Atas perbuatannya, Erwin disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a jo Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Vn)

KPK Perpanjang Masa Penahanan Asisten Pribadi Imam Nahrawi

JAKARTA,  WRC- Masa penahanan mantan Menpora Imam Nahrawi dan asisten pribadinya Miftahul Ulum diperpanjang selama 40 hari ke depan. Perpanjangan penahanan tersebut dilakukan untuk kepentingan penyidikan terkait kasus suap KONI Tahun Anggaran 2018.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah membenarkan tentang adanya perpanjangan penahanan tersebut.

“Perpanjangan penahanan selama 40 hari dimulai tanggal 1 Oktober 2019-9 November 2019 untuk tersangka MIU,” kata Febri, Kamis (26/9/2019)

Febri juga mengatakan, KPK mengagendakan pemeriksaan terhadap imam dalam kapasitasnya sebagai tersangka. Dalam fakta persidangan pun keduanya disebut ikut menerima uang haram tersebut.

Dalam persidangan pun, MIU pernah mengaku meminta uang senilai Rp 2 Juta kepada Sekretaris Jendral KONI Ending Fuad Hamidy, uang itu pun dibagikan kepada dua anak Imam.

Seperti dikutip dari CNNIndonesia, dalam putusan Ending Fuad Hamidy, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta meyakini uang sebesar Rp 11,5 Milyar mengalir kepada Imam Nahrawi. Uang itu pun diserahkan Ending kepada Imam melalui Ulum dan Staf Protokol Kemenpora, Arief Susanto.

Ulum diduga menerima uang dengan rincian sebesar Rp 2 Milyar pada Maret 2018. Kemudian, sebesar Rp 500 Juta diserahkan pada Februari 2018 dan sebesar Rp 3 Milyar melalui Arief Susanto sebagai orang suruhan Ulum. Selanjutnya, penyerahan uang senilai Rp 3 Milyar dalam bentuk mata uang asing diserahkan di Lapangan Tenis Kemenpora, sebelum lebaran pada 2018 lalu.  (Vn)

KPK Panggil Saksi Baru Untuk Kasus Suap Dana Hibah KONI

JAKARTA,  WRC – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil dua Staff Khusus mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) terkait kasus dugaan suap terkait dana hibah KONI yang menjerat Imam Nahrawi dan asistennya Miftahul Ulum. Kedua orang tersebut yakni Zainul Munasichin dan Faisol Riza.

Kabiro Humas KPK Febri Diansyah mengatakan, keduanya dipanggil sebagai saksi Miftahul Ulum.

“Dipanggil sebagai saksi MIU,” kata Febri Diansyah, Kamis (26/9/2019).

Diketahui juga, KPK memanggil satu saksi yakni Intan Kusuma Dewi selaku Sekretaris Budipradono Architects untuk tersangka Imam Nahrawi.

Sebelumnya, KPK menetapkan Imam Nahrawi dan Miftahul ulum sebagai tersangka dari kasus suap dana hibah KONI Tahun Anggaran 2018. (Vn)

Anggota DPR Akan Bersaksi di Sidang Lanjutan Bowo Sidik Tersangka Suap Distribusi Pupuk

JAKARTA,  WRC Jaksa KPK menghadirkan beberapa saksi dalam sidang lanjutan kasus suap dan gratifikasi yang menjerat mantan anggota DPR Bowo Sidik Pangarso. Sidang lanjutan tersebut digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta.

Adapun saksi-saksi tersebut yakni anggota DPR RI Eka Sastra dan Inas Nasrullah Zubir, mantan Dirut PLN Sofyan Basir, pihak swasta Dipa Malik dan Ayi Prayana.

Dalam kasusnya, Bowo Sidik menjadi tersangka dalam kasus penerimaan suap kerja sama pengangkutan bidang pelayanan untuk kebutuhan distribusi pupuk PT Pupuk Indonesia Logistik, dengan menggunakan kapal PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK).

Selain menetapkan Bowo, ada dua tersangka lainnya yang ditetapkan KPK, yakni pihak swasta bernama Indung yang berperan sebagai penerima suap. Sedangkan pihak pemberi adalah Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia, Asty Winasti.

Bowo pun diduga meminta fee kepada PT Humpuss dalam pembiayaan angkut sebesar USD 2 per metrik ton barang yang diangkut. Bowo juga diduga telah menerima hadiah atau suap dari PT Humpuss sebanyak enam kali.

Dikutip dari laman detik.com, Bowo sidik didakwa menerima gratifikasi dengan total sekitar Rp 7,7 Milyar. Selain gratifikasi, Bowo juga menerima suap sekitar Rp 2,6 Milyar karena membantu PT Humpuss mendapatkan kerjasama dengan pekerjaan pengangkutan atau sewa kapal dengan PT Pupuk Indonesia Logistik atau PT Pilog.

Selain penerimaan suap terkait PT Humpuss, Bowo juga menerima suap terkait dengan kepentingan perusahaan lain yakni PT Ardila Insan Sejahtera (AIS). Jaksa menyebut Bowo telah menerima sebesar Rp 300 Juta dari Direktur Utama PT AIS, Lamidi Jimat.

Sebagai penerima suap, Bowo Sidik dan Indung disangkakan melanggar Pasak 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomoe 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Peberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan seagai pemberi suap, Asty Winasti disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP. (Vn)

KPK Panggil 2 Pejabat Kementan Terkait Kasus Impor Bawang Putih

JAKARTA,  WRC – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil dua pejabat Kementrian Pertanian (Kementan) terkait kasus dugaan suap impor bawang putih. Kedua orang tersebut adalah anggota Dewan Pengawas Kementan, Spudnik Sujono dan Direktur Perlindungan Hortikultura Kementan, Sri Wijayanti Yusuf.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, kedua tersangka akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka I Nyoman Dhamantra (IYD).

“Dipanggil sebagai saksi untuk tersangka IYD,” Kata Febri, Rabu (25/9/2019).

Sebelumnya, dalam kasus dugaan suap impor bawang putih tersebut, ada enam orang yang ditetapkan KPK sebagai tersangka, yakni Anggota DPR 2014-2019I Nyoman Dharmantra alias INY, pemilik PT Cahaya Sakti Argo Chandry Suanda alias CSU, Mirawati Basri sebagai orang kepercayaan INY, Doddy Wahyudi alias DDW, Zulfikar alias ZFK, dan Elviyanto alias ELV sebagai pihak swasta.

I Nyoman Dhamantra ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga telah menerima suap terkait impor bawang putih dari Chandry Suanda alias Afung, Doddy Wahyudi dan Zulfikar yang berprofesi swasta.

KPK menduga aksi Dhamantra tersebut dibantu oleh Mirawati selaku orang kepercayaan Dhamantra, serta Elviyanto dari pihak swasta.

Dhamantra diduga meminta fee sebesar Rp 3,6 Milyar dan Rp 1.700-1.800 per Kg lewat Mirawati untuk mengurus izin kuota 20 ton bawang putih.

KPK juga menyebut duit yang sudah diberikan ke Dhamantra berjumlah Rp 2 Milyar dan ditransfer melalui rekening money changer. (Vn)

KPK Tetapkan Anggota BPK Rizal Djalil Sebagai Tersangka Kasus Suap Proyek SPAM

JAKARTA,  WRC- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua orang tersangka baru dalam pengembangan kasus suap terkait proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di Kementrian Pekerjaan Umum dan Perum Rakyat (PUPR), pada Rabu (25/9/2019). Kedua orang tersebut yakni anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Rizal Djalil (RIZ) dan Komisaris Utama PT Minarta Dutahutama Leonardo Jusminarta Prasetyo (LJP).

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, dalam pengembangan perkara kasusnya, ditemukan dugaan aliran dana senilai 100 Ribu Dollar Singapura kepada salah satu anggota Badan Pengawas Keuangan.

“Dalam pengembangan perkara ini, ditemukan dugaan aliran dana SGD100 Ribu ke salah satu anggota BPK,” kata Saut, pada Rabu (25/9/2019).

Saut juga menjelaskan, pada awalnya BPK menggelar audit untuk tujuan tertentu di Direktorat SPAM Kementrian PUPR pada Oktober 2016. Dari hasil audit tersebut, BPK menemukan laporan keuangan tidak wajar senilai Rp 18 Milyar. Kemudian, jumlahnya justru berkurang menjadi Rp 4,2 Milyar. Sebelum adanya perubahan tersebut, BPK diduga meminta uang senilai Rp 2,3 Milyar.

Rizal melalui perwakilannya sempat menemui Direktur SPAM Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan menyatakan keinginannya untuk ikut serta dalam proyek SPAM.

Proyek yang diminati Rizal pun adalah proyek SPAM Jaringan Distribusi Utama (JDU) Hongaria dengan pagu anggaran Rp 79,27 Milyar. Kemudian, proyek SPAM JDU Hongaria tersebut dikerjakan oleh PT Minarta Dutahutama (PT MD) dan Leonardo sebagai Komisaris Utama.

“Kemudian proyek SPAM JDU Hongaria tersebut dikerjakan oleh PT MD. Dalam perusahaan ini, tersangka LIP berposisi sebagai Komisaris Utama,” Kata Saut.

Sekitar tahun 2015-2016, Rizal sudah berkenalan dengan Leonardo. Dalam pertemuannya, LIP mengaku sebagai kontraktor proyek di Kementrian PUPR dan sempat menjanjikan uang kepada Rizal sebesar Rp 1,3 Milyar dalam bentuk Dollar Singapura.

“Uang tersebut pada akhirnya diserahkan kepada RIZ melalui salah satu pihak keluarga yaitu sejumlah 100.000 Dolar Singapura dalam pecahan 1.000 Dolar Singapura atau 100 lembar di parkiran sebuag pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan,” kata Saut.

Atas perbuatannya, sebagai pihak yang diduga penerima suap, Rizal disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan pihak yang diduga sebagai pemberi suap, Leonardo disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Vn)

KPK Kembali Panggil Taufik Hidayat Terkait Kasus Suap Dana Hibah KONI

JAKARTA,  WRC- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil Mantan atlet bulutangkis nasional Taufik Hidayat, terkait dengan kasus dana hibah KONI Tahun Anggaran 2018 yang menjerat Imam Nahrawi dan Asistennya Miftahul Ulum.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, Taufik Hidayat akan dimintai keterangannya untuk tersangka Miftahul Ulum (MIU).

“Mereka akan diperiksa untuk tersangka MIU,” Kata Febri, Rabu (25/9/2019)

Sebelumnya, dalam perkara ini pula Taufik Hidayat pernah diperiksa oleh KPK pada awal Agustus lalu. Namun, saat itu ia mengaku lebih banyak ditanya terkait tugas pokok dan fungsi jabatan Staf Khusus Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) oleh penyidik KPK.

Dikutip dari CNNIndonesia, selain memanggil Taufik, penyidik KPK juga menjadwalkan akan melakukan pemeriksaan terhadap PNS Kemenpora Edward Taufan Panjaitan dan pegawai BUMD Tommu Suhartanto. (Vn)

KPK Tetapkan Dua Orang Tersangka Suap Impor Ikan

JAKARTA,  WRC-  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua orang tersangka terkait dugaan suap kuota impor ikan tahun 2019. Kedua orang tersebut yakni Direktur Utama Perum Perikanan Indonesia (Perindo) Risyanto Suanda dan Direktur PT Navy Arsa Sejahtera Mujib Mustofa.

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, KPK sudah meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dengan dua orang sebagai tersangka.

“KPK meningkatkan kasus penanganan perkara ke penyidikan dengan dua orang sebagai tersangka,” Kata Saut Situmorang saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Selasa (24/9/2019) malam.

Saut menjelaskan, PT Navy Arsa merupakan perusahaan importir ikan dan telah masuk blacklist sejak tahun 2019. Sementara Perum Perindo dapat mengajukan kuota impor ke Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Seperti dikutip dari CNNIndonesia, melalui mantan pegawai Perum Perindo, Mujib berkenalan dengan Risyanto untuk membicarakan masalah kebutuhan impor ikan. Dari pertemuan tersebut, Mujib diketahui akan mendapatkan kuota impor sebanyak 250 ton dari Perum Perindo yang disetujui oleh Kementrian Perdagangan sehingga meskipun kuota impor diberikan kepada Perum Perindo, yang melakukan impor tetap PT Navy Arsa Sejahtera.

“Sehingga meskipun kuota impor diberikan kepada Perum Perindo, pada kenyataannya yang melakukan impor adalah PT Navy Arsa Sejahtera,” Kata Saut.

Saut juga mengatakan, agar seolah-olah Perum Perindo yang melakukan impor, Mujib bersiasat untuk mengelabui otoritas berwenang dengan ikan yang dikarantina dan disimpan di cold storage milik Perum Perindo.

Risyanto meminta uang US$30 ribu dan menawarkan tambahan sebesar 500 ton untuk bulan Oktober 2019 yang kemudian disetujui oleh Mujib.

Sementara dalam waktu lain, kepada Risyanto, Mujib menyampaikan daftar kebutuhan impor yang berisi informasi jenis ikan dan jumlah kuota impor.

Saut mengatakan, pihaknya menemukan adanya dugaan alokasi fee sebesar Rp 1.300 untuk setiap kilogram ikan jenis Frozen Pacific Mackarel yang diimpor ke Indonesia.

Atas perbuatannya, Rusyana disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Sementara itu, Mujib disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. (Vn)

KPK Tahan 3 Tersangka Baru dalam Kasus Suap Bupati Pakpak Bharat

JAKARTA,  WRC – Dalam konferensi pers, KPK mengumumkan telah menetapkan dan menahan tiga tersangka baru terkait dengan kasus suap proyek yang menjerat Bupati Pakpak Bharat Remigo Yolando Berutu, pada Senin (23/9/2019).

Sebelumnya, dalam OTT yang dilakukan pada 18 November 2018, KPK berhasil mengamankan barang bukti berupa uang tunai senilai Rp 150 Juta yang diduga terkait dengan pelaksanaan proyek-proyek di Dinas PUPR Pemkab Pakpak Bharat Tahun Anggaran 2018.

Dalam hasil gelar perkara, KPK kemudian menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yakni Bupati Kabupaten Pakpak Bharat periode 2016-2021 Remigo Yolando Berutu (RYB), Plt Kepala Dinas PUPR Kabupaten Pakpak Bharat David Anderson Karosekali (DAK), dan Hendriko Sembiring (HSE). Ketiganya pun sudah divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Medan.

RYB diduga menerima uang sebesar Rp 150 Juta dari DAK terkait dengan fee dalam pelaksanaan proyek dan diduga berasal dari mitra yang sedang mengerjakan proyek di lingkungan Pemkab Pakpak Bharat.

Dikutip dari laman twitter @KPK_RI, setelah melewati proses penyidikan dan mengamati fakta persidangan, KPK kemudian menetapkan tiga orang tersangka baru dalam keterlibatan pihak lain dalam perkara ini. Tiga orang tersebut yakni Wakil Direktur CV Wendy Anwar Fuseng Padang (AFP), Dilon Bancin (DBC), dan Gugung Banuer (GUB).

Hingga saat ini, KPK telah memeriksa sebanyak 23 orang saksi untuk tiga orang tersangka baru tersebut.

Dari pengembangan kasusnya, ketiganya diduga memberikan suap ke RYB terkait proyek milik Pemkab Pakpak Bharat. Kepada Reminggo, Dilon dan Gugung memberikan uang senilai Rp 720 Juta sedangkan Anwar memberikan uang senilai Rp 300 Juta kepada Reminggo dan David Anderson.

Dalam Konferensi pers di gedung KPK, Kabiro Humas KPK Febri Diansyah mengatakan ketiga tersangka baru tesebut ditahan untuk 20 hari kedepan.

“Untuk keperluan penyidikan, KPK telah melakukan penahanan selama 20 hari kedepan sejak 20 September sampai 9 Oktober 2019,” kata Febri Diansyah, Senin (23/9/2019).

Ketiganya pun dijerat dengan Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Vn)

KPK Panggil Sesmenpora Gatot Sulistiantoro Terkait Suap Dana Hibah KONI

JAKARTA,  WRC – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga (Sesmenpora) Gatot Sulistiantoro Dewa Broto terkait kasus dugaan suap dana hibah, pada Selasa (24/9/2019).

Sebelumnya, KPK juga memanggil mantan Sesmenpora tahun 2014-2016 Alfitra Salman pada Senin kemarin. Pemanggilan sesmenpora tersebut juga terkait dengan kasus dugaan suap dana hibah Kemenpora kepada KONI yang menjerat mantan Menpora Imam Nahrawi dan asisten pribadinya Miftahul Ulum.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, Gatot akan dimintai keterangan untuk MIU atau Miftahul Ulum.

“Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi MIU,” kata Febri, pada Selasa (24/9/2019)

Selain pemanggilan terhadap Gatot Dewa Broto, tim penyidik KPK juga dikabarkan akan memeriksa Staf Protokoler Kemenpora Arief Susanto dan Asdep Olahraga Olahraga Prestasi tahun 2016-2018 Chandra Bhakti. (Vn)

Paginasi pos