Tangkap Pelaku Pungli PTSL di Kecamatan Rowosari

Kendal, WRC – Tak cukup membuta Jera Para Pelaku  Pungutan  Liar terkait program PTSL yang saat ini banyak kepala Desa Terjebak atas Program Tersebut.

Ketua Umum Watch Relation Of Corruption Pengawas Aset Negara Republik Indonesia,  setelah menerima Pengaduan dan laporan tersebut  saat di temui di ruang Kerjanya menyampaikan, “Benar adanya hal sebagaimana dalam informasi salah satu mantan  kepala Desa  yang juga menurut nya Kepala Desa Terpilih  kuat dugaan bahwa adanya pungutan liar Namun hal tersebut. DItempat Terpisah  Katim WRC PAN-RI  Jawa tengah Prabu dan timnya  masih melakukan penelusuran secara pasti agar benar adanya atas apa yang sudah dilakukan oleh oknum tersebut  sehingga tidak Hoax,” ungkap Arie .

Juga  Tim Divisi Pengawasan Provinsi Jawa Tengah sudah mengantongi beberapa Data serta pernyataan yang bisa menjadi alat petunjuk atas perbuatan oknum Kepala Desa, Sehingga Tim Watch Relation Of Corruption Pengawas Aset Negara Republik Indonesia mengambil kesimpulan akan Laporkan mantan Kepala Desa dan Kepala Desa terpilih Desa Sendang Sekucing Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal Provinsi Jawa Tengah Harsoyo Budi Utomo ke Kapolda dan Instansi terkait perihal adanya dugaan Kuat Tindak Pidana Korupsi dan unsur kesengajaan Pungutan Liar Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dengan meminta Sejumlah Uang Jutaan Rupiah Demi Kepentingan pribadi dan Sekelompok orang lain.

Sebagaimana dalam Undang undang KUHP dengan Pasal 12 huruf e terkait pemerasan dan pasal 12B terkait Grafitikasi UU RI No.20 tahun 2011. Hal tersebut perlunya di sikapi khususnya Pemerintah Kabupaten Kendal  Provinsi Jawa Tengah. (Tim WRC)

Kejagung Periksa 7 Saksi Terkait Kasus Korupsi Jiwasraya

Jakarta, WRC – Penyidik Kejaksaan Agung RI (Kejagung) memeriksa tujuh saksi terkait dugaan korupsi Jiwasraya. Ketujuh saksi diperiksa untuk tersangka Benny Tjokrosaputro, Heru Hidayat, dan Joko Hartono Tirto.

“Ketujuh orang saksi yang diperiksa karena diduga ada keterkaitan dengan tindak pidana yang dilakukan oleh para tersangka (khususnya BT, HH, dan JHT) dalam proses transaksi saham,” kata Kapuspenkum Kejagung Hari Setiyono kepada wartawan, Jumat (27/03/2020) lalu.

Ketujuh saksi itu adalah Head of Dealing PT. OSO Management Investasi Deka Cahya Endra, Dirut PT OSO Management Investasi Rusdi Oesman, karyawan PT Maxima Integra atau suami agen PT Mirae Sekuritas Erwin Budiman. Selain itu, Direktur PT. Prospera Asset Management Elisabeth Dwika Sari, dan tiga nominee, yaitu Moudy Mangkey, Samtini Dwi Astuti, Andri Yoauhari.

Diketahui, dalam kasus Jiwasraya, Kejagung telah menetapkan enam tersangka, yaitu Benny Tjokro, Komisaris PT Hanson International Tbk; Heru Hidayat, Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera (Tram); Hendrisman Rahim, mantan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya (Persero); Hary Prasetyo, mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero); Syahmirwan, mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero); serta terakhir Direktur PT Maxima Integra bernama Joko Hartono Tirto.

Mereka diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (*)

Korupsi Proyek Jalan, Eks Kadis PU Papua Divonis 5,5 Tahun Penjara

Jakarta, WRC – Mantan Kadis Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Papua, Mikael Kambuaya, divonis 5 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan. Mikael bersalah melakukan korupsi yang merugikan negara sejumlah Rp 40,9 miliar dan dianggap memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi.

“Menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” kata hakim ketua Muhamad Sirad saat membacakan amar putusan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (30/3/2020).

Mikael, dinilai majelis hakim terbukti bersalah melakukan korupsi bersama Komisaris PT. Manbers Jaya Mandiri (MJM) David Manibui. David juga divonis hakim dengan hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan.

Hakim juga menjatuhkan pidana tambahan terhadap David dengan. Hakim meminga David mengganti kerugian negara yang mencapai Rp 39,5 miliar. Jika tidak mengganti dalam sebulan setelah hukuman tetap, harta David akan disita dan dihukum penjara 1 tahun.

“Menjatuhkan pidana tambahan terdakwa David Manibui berupa membayar uang pengganti kepada negara sejumlah Rp 39. 597.277.179,64,” ucap hakim.

“Jika terpidana tidak membayar uang pengganti dalam waktu 1 bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutup uang pengganti tersebut. Jika tidak mencukupi, maka dipidana dengan pidana penjara selama 1 tahun,” lanjutnya. (*)

Dugaan Korupsi Rp10 M Lebih, Bupati Kuansing Mangkir dari Pemeriksaan Kejaksaan

Kuansing, WRC – Bupati Kuansing, Drs H Mursini, mangkir dari pemeriksaan dugaan korupsi di Kejaksaan Negeri (Kejari) Kuansing yang dijadwalkan Senin (13/4/2020) pukul 09.00 Wib. Pemeriksaan berkaitan dengan dugaan korupsi pada anggaran belanja barang dan jasa di bagian umum Pemkab Kuansing APBD 2017.

Mursini yang dikonfirmasi soal pemeriksaan itu di ruang multi media perkantoran Bupati Kuansing, mengatakan, “belum (hadir). Sudah dipanggil. Saya belum (bisa hadir),” kata Mursini, Senin (13/04/2020) lalu.

Bupati Mursini memang mengikuti video conference dengan Gubri Syamsuar terkait dengan Covid-19. Acara sendiri selesai pukul 13.00 wib. Setelah itu, ia mengikuti Musrenbang tingkat Kabupaten di Pendopo Rumah Dinas Bupati.

Kepala Kejari Kuansing, Hadiman SH, MH, melalui Kasi Intel Kicky Arityanto SH, MH, membenarkan bahwa, pihaknya menjadwalkan pemeriksaan Bupati, “jadwalnya memang jam 9 pagi. Tapi tidak jadi,” ujar Kicky Arityanto.

Dikatakannya, kepastian tidak hadirnya sang bupati tersebut setelah pihaknya menghubungi Kabag Umum Pemkab Kuansing, “taunya kita setelah kita hubungi Kabag umum. Mereka minta dijadwal ulang. Diperiksa sebagai saksi soal dugaan korupsi,” ucap Kicky.

Seperti diketahui, pada 1 April lalu, Kejari Kuansing sudah menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi ini. Adapun lima tersangka yang ditetapkan dalam kasus dugaan korupsi ini yakni MHL Plt Sekda Pemkab Kuansing selaku Pengguna Anggaran (PA) pada enam kegiatan tersebut; MS sebagai pejabat Kepala Bagian Umum Setda Pemkab Kuansing dan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK; VA selaku Bendahara pengeluaraan rutin di Sekeretariat Daerah Pemkab Kuansing; HH selaku Kasubag kepegawaian Sekretariat Daerah Pemkab Kuansing dan selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan pada lima kegiatan; dan YH sebagai Kasubag tata usaha Sekretariat Daerah Pemkab Kuansing dan selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan pada satu kegiatan.

Setelah menetap tersangka, Kejari Kuansing terus melakukan pemeriksaan baik tersangka maupun para saksi. Anggaran yang diduga dikorupsi tersebut terdapat pada APBD 2017 Pemkab Kuansing. Ada enam kegiatan di bagian umum Setda Kuansing yang diduga jadi bancakan para tersangka.

Enam kegiatan yang jadi banjakan tersebut yakni kegiatan dialog atau audiensi dengan tokoh-tokoh masyarakat, Pimpinan/Anggota organisasi sosial masyarakat; Penerimaan kunjungan kerja pejabat Negera/Dapertemen/Lembaga Pemerintah Non Dapertemen/Luar Negeri; Rapat Koordinasi unsur Muspida; Rapat Koordinasi Pejabat Pemerintah Daerah; Kunjungan Kerja/Inspeksi Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dan terakhir penyediaan makan dan minum (rutin).

Total nilai enam kegiatan tersebut pada Dokumen Pelaksana Anggaran (DPA) dan Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran (DPPA) yakni sebesar Rp 13.300.600.000. Sedangkan realisasi anggaran sebesar Rp 13.209.590.102. Padahal anggaran yang dikeluarkan hanya sebesar Rp 2.449.359.263 dan pajak sebesar Rp 357.930.313. Sehingga terdapat selisih bayar atau kerugian Negara sebesar Rp 10.462.264.516.

Dari kerugian Negara tersebut, sudah dikembalikan sebesar Rp 2.951.910. Artinya, sisa kerugian Negara yang belum dibayarkan sebesar Rp 7.451.038.606. Melihat angka tersebut, hampir 76% lebih anggaran diduga dikorupsi. Hanya sekitar 24% yang digunakan untuk enam kegiatan tersebut.

Pola korupsi yang dilakukan lima tersangka yakni mark up. Ini diketahui pihak Kejari Kuansing setelah melakukan pemeriksaan saksi. Total 48 saksi yang diperiksa. Dari 48 saksi yang diperiksa tersebut sebanyak 29 orang berasal dari pihak ketiga. Ada 29 pihak ketiga yang diperiksa. Mereka mengatakan hampir semua LPJ yang dibuat tersangka tidak sesuai dengan kwitansi real. (*)

5 Tersangka Korupsi Rp 10,4 Miliar, Setda Kuansing Diperiksa Selama 7 Jam

Kuansing, WRC – Mantan Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah (Sekda) Kuantan Singingi (Kuansing), MHL menjalani pemeriksaan perdana sebagai tersangka korupsi Rp 10,4 miliar, Kamis (9/4/2020) di Kejari Kuansing.

Selain MHL, empat tersangka lainnya yakni mantan Kabag Umum MS, mantan Bendahar VA, HH dan YH selaku PPTK enam kegiatan Setda Kuansing tahun 2017.

MHL yang ditemui di Kejari Kuansing mengaku ditanya sejumlah pertanyaan oleh penyidik Kejari Kuansing. Pada umumnya, pertanyaan itu sama dengan yang diajukan penyidik pada saat pemeriksaan ketika masih berstatus saksi.

“Pertanyaan-pertanyaan dulu juga, ditanyakan kembali,” ujar MHL di sela-sela pemeriksaan.

Sementara itu, Kajari Kuansing Hadiman, SH, MH melalui Kasi Intel Kicky Arityanto, SH, MH mengakui lima orang tersebut diperiksa sebagai tersangka dugaan korupsi Rp10,4 miliar pada enam kegiatan di Setda Kuansing tahun 2017.

“Pemeriksaan dimulai sekitar pukul 09.00 Wib tadi pagi, lamanya sekitat tujuh jam,” ujar Kicky.

Seperti yang diberitakan sebelumnya, Kejari Kuansing mengumumkan penetapan lima tersangka pada 1 April 2020 lalu. Mereka ditetapkan sebagai tersangka karena tidak mampu mempertanggungjawabkan kegiatan di Setda Kuansing. Total anggaran enam kegiatan tersebut mencapai Rp 13,3 miliar.

Dalam menghitung kerugian negara, Kejari Kuansing menggunakan jasa akuntan negara. Hasilnya, kerugian negara mencapai Rp 10,4 miliar. Namun, kerugian negara sudah dikembalikan sekitar Rp 2,9 miliar, sehingga masih ada sisa kerugian sekitar Rp 7,5 miliar. (*)

Walikota Sorong Sebut Dugaan Korupsi Dana APBD 2018 Barang Lama, AMPB : Tidak Berdasar

Sorong, WRC – Walikota Sorong, Lambertus Jitmau, menyatakan dugaan korupsi dana APBD 2018 Kota Sorong Provinsi Papua Barat, berdasarkan laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Perwakilan Provinsi Papua Barat tahun 2019 adalah barang lama yang dianggapnya tidak perlu untuk dibahas. Hal tersebut dikatakan Walikota Sorong saat dihubungi lewat sambungan seluler, Kamis (16/4/2020) sekitar pukul 15.00 WIT.

Ia mengatakan, dugaan hilangnya dana APBD 2018 Kota Sorong adalah kasus lama yang tidak perlu dipermasalahkan lagi.

“Itu barangnya (dugaan hilangnya dana APBD 2018 Kota Sorong) sudah lama. Tidak ada masalah dan percuma kita bahas barang itu. Lebih bagus kita urus Covid-19, karena orang Papua banyak yang sudah meninggal. Jadi Ade pulang tenang bersama keluarga,” tambah Lambertus Jitmau.

Menanggapi jawaban tersebut, Ketua Aliansi Mahasiswa Papua Barat (AMPB) Jabodetabek, Rajid Patiran, mengingatkan Walikota Sorong bahwa Indonesia adalah Negara Hukum. Siapapun yang melakukan kejahatan dan pelanggaran hukum maka wajib untuk ditindak.

“Hal ini penting untuk dilakukan. Mengingat lemahnya pertumbuhan Pembangunan di tanah Papua, khususnya di Provinsi Papua Barat. Karena adanya perilaku korup yang dilakukan pejabat terhadap uang rakyat yang dilakukan oleh raja-raja kecil di Kabupaten dan Kota,” kata Rajit Patiran melalui sambungan selular, Jumat (17/04/2020) malam.

Dirinya menyayangkan mereka yang diduga telah melakukan korupsi kemudian bersembunyi dibalik kondisi Papua akibat Covid-19. Rajit Patiran juga menanggapi pernyataan Lambertus Jitmau yang menyatakan dugaan hilangnya dana APBD 2018 Kota Sorong adalah kasus lama.

“Pernyataan Walikota Sorong atas dugaan korupsi APBD 2018 berdasarkan hasil audit BPK 2019 merupakan barang lama, itu sangat tidak berdasar. Sebab dalam hukum, untuk masa kadaluarsa kasus korupsi ialah 12 tahun. Sehingga kasus ini bukan barang lama yang tidak bisa ditindak. Jika dinyatakan sudah selesai, apanya yang selesai?” tegas Ketua AMPB Jabodetabek.

Ia menambahkan, Langkah AMPB untuk melaporkan kasus ini pada KPK, Kejaksaan dan Kepolisian adalah bentuk keprihatinan terhadap kondisi pertumbuhan pembangunan yang lambat. Rajit Patiran menyebut, pertumbuhan ekonomi di Papua Barat melambat akibat banyaknya pejabat-pejabat daerah yang mengkorupsi APBD. Padahal dengan lahirnya UU Otsus, seharusnya pembangunan di tanah Papua lebih maju. Namun faktanya, menurut Rajit Patiran, justru masih banyak orang-orang Papua yang hidup di bawah garis kemiskinan.

“Untuk itu, maka setiap yang merampok uang rakyat harus ditindak. Karena itu menyengsarakan Orang Asli Papua. Jangan bersembunyi di balik kecemasan Pemerintah Pusat terhadap kondisi yang ada di tanah Papua, sehingga seolah-olah tidak dapat disentuh oleh hukum. Demi memastikan keseriusan Penegak Hukum, maka AMPB akan mengawal kasus ini, hingga ada kepastian hukum terhadap laporan yang kami sampaikan,” pungkas Rajit Patiran. (*)

3 Terdakwa Dugaan Korupsi Terminal Transit Passo Dihukum Ringan

Ambon, WRC – Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Ambon menghukum ringan, tiga terdakwa kasus dugaan korupsi pembangunan proyek Terminal Transit di Desa Passo, Kecamatan Baguala, Kota Ambon. Mereka yaitu, Lucky Metubun, Amir Gaos Latuconsina dan Angganoto Ura divonis 1,2 tahun penjara pada sidang putusan melalui video conference, Jumat (17/04/2020).

Putusan Majelis Hakim yang diketuai Ahmad Hukayat, didampingi Jimmy Walli dan Bernad Panjaitan, selaku Hakim Anggota lebih ringan empat bulan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Ambon, Lilia Helut, yang menuntut para terdakwa 1,6 tahun penjara.

Menurut Majelis Hakim, terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut, melanggar pasal 3 jo. Pasal 18 UU No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dirubah dengan UU. No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Jo. Pasal 64 KUHP. Selain pidana penjara, para terdakwa juga didenda masing-masing sebesar Rp 50 juta, Subsider 1 (satu)  bulan kurungan.

Hakim juga menyatakan, uang tunai sebesar Rp 3.100.000.000 yang disita dari terdakwa Amir Gaos Latuconsina, dirampas untuk Negara dan diperhitungkan sebagai pengembalian kerugian keuangan Negara.

Pada sidang sebelumnya, tiga terdakwa kasus dugaan korupsi pembangunan proyek Terminal Transit di Desa Passo meminta keringanan hukuman dari Majelis Hakim atas tuntutan hukuman 1,6 tahun oleh JPU Kejari Ambon.

“Kami mohon hukuman yang seringan-ringannya,” kata Amir Gaos Latuconsina, salah seorang terdakwa menyampaikan permohonan kepada majelis hakim. Begitu juga dengan dua terdakwa lainnya, Angganoto Ura dan John Lucky Metubun.

Terdakwa Amir Gaos Latuconsina melalui penasehat hukumnya, Mourits Latumeten meminta keringanan. Alasannya, karena Amir telah mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 3 miliar lebih, “Terdakwa Amir meminta hukuman seringan-ringannya karena telah mengembalikan uang Negara,” ujar Latumeten.

Hal yang sama juga disampaikan terdakwa John Lucky Metubun, melalui penasehat hukumnya Septinus Hematan. Sedangkan, terdakwa Angganoto Ura melalui penasehat hukumnya, Maad Patty, meminta dibebaskan. Pasalnya, selaku PPTK, apa yang dikerjakan sudah sesuai dengan prosedur. Selain itu, dalam kesaksian di persidangan tidak ada yang memberatkannya.

“Dari kasus ini juga karena tidak ada manfaat dari proyek untuk keuntungan pribadi,” ujar Patty.

Sementara itu, JPU menyatakan akan menyampaikan tanggapannya atas pembelaan tersebut, “kami minta waktu satu minggu untuk menyiapkan tanggapan secara tertulis, yang mulia,” tandasnya.

JPU Kejati Maluku juga sebelumnya menuntut tiga terdakwa kasus dugaan korupsi pembangunan proyek Terminal Transit di Desa Passo, Kecamatan Baguala, Kota Ambon Tahun 2008 dan 2009 dengan hukuman ringan.

Ketiga terdakwa kasus korupsi terminal transit Passo, Dirut PT. Reminal Utama Sakti Amir Gaos Latuconsina, PPTK tahun anggaran 2008-2009 Angganoto Ura dan konsultan pengawas CV. Intan Jaya Mandiri, John Lucky Metubun, yang merugikan Negara lebih dari Rp 3 miliar,  dituntut  1,6  tahun penjara, dalam sidang Senin (30/03/2020) lalu.

Penuntut Umum, Ye Oceng Almadahly dan Novita Tatipikalawan, dalam tuntutannya menyatakan, para terdakwa  terbukti bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama dan berlanjut, melanggar pasal 3 jo. Pasal 18 UU No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dirubah dengan UU. No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Jo. Pasal 64 KUHP.

Karena itu, ketiga terdakwa dituntut dengan  pidana penjara selama 1 tahun, 6 bulan penjara, dan denda membayar masing-masing sebesar Rp 50 juta, subsider tiga bulan kurungan. Jaksa juga menyatakan uang tunai sebesar Rp 3.100.000.000 yang disita dari terdakwa Amir Gaos Latuconsina, dirampas untuk Negara dan diperhitungkan sebagai pengembalian kerugian keuangan Negara.

Kendati dalam dakwaan, jaksa mendakwa ketiga terdakwa juga dengan Pasal 2 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001, namun dalam tuntutan pasal ini diabaikan, Jaksa hanya menggunakan Pasal 3.

Seperti diberitakan, di tahun 2007-2015 proyek transit menghabiskan anggaran Negara Rp 55.344.985.074. Anggaran ini berasal dari APBD Kota Ambon tahun 2007-2014 sebesar Rp 44.737.028.074, dan anggaran Kementerian Perhubungan Dirjen Perhubungan Darat tahun 2012-2015 senilai Rp 10.607.975.000.

Pemkot Ambon membangun Terminal Transit Passo bertujuan untuk mengurangi tingkat kemacetan di dalam Kota, dan menciptakan sentra ekonomi baru. Proyek yang dimonopoli oleh, Amir Gaos Latuconsina ini ditargetkan selesai tahun 2010. Namun anggaran ludews, proyek tak tuntas dan akhirnya mangkrak hingga saat ini.

Kemudian, pada tahun 2008-2009 terdapat pekerjaan pembangunan Terminal Transit Tipe B di Desa Passo, Kecamatan Baguala Ambon tahap II dan III yang bersumber dari APBD II Ambon tahun anggaran 2008 senilai Rp 12.500. 000.000.00 dan tahun 2009 sebesar Rp 15.891. 201.500.00.

Proyek  dikerjakan tanpa tender. Saat pemeriksaan, ahli juga ditemukan volume pekerjaan kurang dan tidak sesuai kontrak.  Akibatnya, negara dirugikan sebesar Rp 3.039. 364.155,95, berdasarkan audit kerugian oleh BPKP Maluku.

JPU menyatakan, perbuatan para terdakwa sebagaimana diancam pidana dalam Pasal 2 dan 3 jo pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (*)

Kasus Korupsi Gedung Pameran NTT, Pengadilan Tinggi Kupang Vonis Terdakwa Untuk Membayar Rp 3 Miliar

NTT, WRC – Pengadilan Tinggi (PT) Kupang akhirnya menjatuhkan vonis terhadap terdakwa Linda Liudianto dalam perkara dugaan korupsi pembangunan Gedung Pameran NTT Fair Tahun 2018 senilai Rp 29 miliar.

Putusan banding yang dijatuhkan oleh PT Kupang terhadap terdakwa setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT mengajukan banding atas putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Kupang.

Seperti yang dikutip Realitarakyat.com, JPU Kejati NTT, Hendrik Tiip, mengatakan kepada beberapa wartawan mengaku bahwa, putusan banding yang diajukan JPU telah diterima dari PT Kupang, Jumat (17/04/2020).

Dijelaskan Hendrik, dalam putusan banding yang dijatuhkan PT Kupang menyebutkan bahwa, menerima pernyataan banding JPU Kejati NTT, memperbaiki putusan Pengadilan Tipikor Kupang tanggal 22 Januari 2020 Nomor : 42/Pid.Sus–TPK/2019/Pn.KPG yang dimintakan banding tersebut sekedar penjatuhan uang pengganti kerugian Negara kepada terdakwa Linda Liudianto.

Terhadap putusan uang pengganti kerugian Negara, kata Hendrik, menghukum terdakwa Linda Liudianto untuk membayar uang pengganti kerugian Negara sebesar Rp 3.535.739.315.00.

Dalam putusan itu juga, lanjut Hendrik, PT Kupang menegaskan bahwa apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti tersebut setelah putusan ini berkekuatan hukum tetap, maka seluruh harta terdakwa akan disita untuk dilelang guna menutupi uang pengganti tersebut.

“Jika itupun tidak cukup maka akan ditambah dengan pidana penjara selama 2 tahun. Menetapkan terdakwa tetap berada didalam tahanan dan menetapkan masa tahanan yang telah dijalani dikurangi dengan hukuman yang dijatuhkan untuk terdakwa, ” kata Hendrik.

Sebelumnya, terdakwa Linda Liudianto divonis selama 8 tahun penjara. Selain pidana badan selama 8 tahun, Linda Liudianto juga diwajibkan untuk membayar denda sebesar Rp 200 juta. Dan, apabila terdakwa tidak membayar denda tersebut satu bulan setelah putusan hakim maka diganti dengan pidana selama 6 bulan kurungan.

Selain itu, terdakwa Linda Liudianto diwajibkan untuk membayar uang pengganti kerugian Negara sebesar Rp 297.815.000. Ditegaskan hakim, apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti kerugian Negara satu bulan setelah putusan hakim berkekuatan hukum tetap maka seluruh harta akan disita untuk dilelang. Serta, apabila hal itu juga tidak mencukupi untuk menutup kerugian keuangan Negara, maka akan ditambah dengan masa kurungan selama 2 tahun.

Perbuata terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diatur dan diancam dalam pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 Undang-Undang 31/99 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang–Undang 2000/2001 jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. (*)

Tersangka Korupsi Dana BLUD RSUD Dabo Kembalikan Uang Rp 551 Juta

Lingga, WRC – Tersangka kasus korupsi pengelolaan anggaran BLUD RSUD Dabo tahun anggaran 2018, AWS melakukan pengembalian uang sebesar Rp 551.414.600, Kamis (16/04/2020) kemarin.

Pengembalian sejumlah uang tersebut turut dibenarkan oleh Kapolres Lingga, AKBP Boy Herlambang, melalui Kasat Reskrim, AKP Rangga Primazada, “ya benar, tersangka atas nama AWS telah kembalikan kerugian Negara sebesar Rp 551 juta lebih. Telah disimpan di rekening barang bukti uang atau surat berharga di Bank BRI Dabo Singkep,” ungkapnya.

AKP Rangga menjelaskan, dalam tindak pidana korupsi, tidak semata memberikan hukuman saja. Melainkan juga ada upaya penyelamatan terhadap aset Negara, sehingga kerugian negara yang ditimbulkan dapat dikembalikan (Asset Recovery). Ia juga menambahkan, meskipun tersangka telah melakukan pengembalian, kasus dan proses hukum tetap akan berlanjut.

Adapun pasal yang disangkakan yakni Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001.

“Uang pengembalian kerugian negara itu dilakukan penyitaan sebagai barang bukti di persidangan,” tutupnya.

Sebelumnya, pada tanggal 21 Maret 2020 lalu, AWS ditetapkan tersangka oleh Satreskrim Polres Lingga atas kasus penyimpangan dalam penggunaan anggaran BLUD RSUD Dabo tahun anggaran 2018. (*)

Dugaan Korupsi Dana Pasca Bencana Alam, Mantan Kepala dan Bendahara BPBD Pasaman Divonis 5 Tahun Penjara

Pasaman, WRC – Dinilai bersalah, mantan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) bersama mantan Bendahara BPBD Kabupaten Pasaman, dijatuhi hukuman 5 (lima) tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Kelas I Padang.

“Menjatuhkan hukuman pidana kepada terdakwa M Sayuti Pohan, selama lima tahun dan enam bulan kurangan penjara, denda Rp 200 juta dan subsider satu tahun,” kata Fauzi Isra, beranggotakan M Takdir dan Zaleka, saat membacakan amar putusannya, Kamis (16/04/2020) kemarin.

Sementara itu, rekan terdakwa yang merupakan Bendahara BPBD Kabupaten Pasaman (berkas terpisah), divonis lima tahun penjara, denda Rp 200 juta dan subsider satu tahun.

Dalam putusan tersebut, hakim berpendapat, kedua terdakwa melanggar Pasal 2 ayat (2) Jo 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Sebagaimana dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat 1 ke (1) dan ditambah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.

“Hal-hal yang memberatkan perbuatan terdakwa, bertentangan dengan program pemerintah, dalam memberantas tindak pidana korupsi,” ucapnya.

Kedua terdakwa yang didampingi Penasihat Hukum (PH) Deyesi Putri Rizki, mengaku piki-pikir terhadap putusan tersebut.  Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Pasaman, juga mengaku pikir-pikir. “Kami pikir-pikir majelis hakim,” ujar JPU, Therry.

Sebelumnya, kedua terdakwa, M. Sayuti Pohan dituntut oleh JPU dengan hukuman pidana selama lima tahun penjara, denda sebesar Rp 200 juta, subsider satu tahun. Sedangkan terdakwa Alias, dituntut enam tahun penjara, denda Rp 200 juta dan subsider dua tahun. Pada dakwaan JPU disebutkan bahwa, pada tanggal 8 Februari 2016, PJ Bupati Pasaman, Syofyan, menanda tangani surat pernyataan keadaan darurat, yang menyatakan telah terjadi banjir dibeberapa Kecamatan di Kabupaten Pasaman. Adapun yang dilanda banjir yakninya Kecamatan Gelugur, Kecamatan Rao Selatan, Kecamatan Panti, Kecamatan Padang Marapat dan Lubuk Sikaping.

Kemudian pada 25 Februari 2016, Bupati Pasaman Yusuf Lubis, menanda tangani surat permohonan Dana Siap Pakai (DSP), untuk penanganan banjir dibeberapa Kecamatan, di Kabupaten Pasaman. Dimana surat tersebut, ditujukan kepada Badan Penanggulangan Bencana cq.Deputi Bidang Penanganan Darurat.

Lalu pada tanggal 13 Mei 2016, diterimalah DSD melalui rekening BPBD Pasaman pada BRI cabang, Lubuk Sikaping, sebesar Rp 6.103.410.500.00, untuk 10 kegiatan. Dimana kegiatan tersebut telah disetujui oleh terdakwa M. Sayuti, yang saat itu selaku Kepala BPBD Pasaman.

Selanjutnya, terdakwa bersama rekannya menunjuk CV. Swara Mandiri, untuk mengerjakan proyek tersebut. Kemudian saksi Rizalwin selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Arwinsyah pengawas lapangan, membuat laporan proyek pengerjaan. Namun laporan tersebut, tidak  sesuai dan dimanipulasi. Hal ini terungkap saat tim PHO (serah terima pekerjaan), pada tanggal 4 Agustus 2016, turun kelapangan, dan dilihat perkerjaan belum dilaksanakan. Akibat perbuatan terdakwa, Negara mengalami kerugian sebesar Rp 773.150.162.00.

Tak hanya itu, terdakwa juga melanggar Pasal 2 ayat (2) Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, tentang pemberantasan korupsi, yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1. Subsider Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi.

Pada tahun 2019 lalu, perkara ini pernah disidangkan yang mana saat itu menjerat tiga orang terdakwa. Ketiga ini adalah  terdakwa Arwinsyah  selaku pengawas lapangan bersama dengan terdakwa Rizalwin selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Ferizal selaku Ketua Tim PHO. Ketiga dinyatakan bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri.

Para terdakwa masing-masing divonis, empat tahun kurungan penjara. Dimana putusan tersebut ucapkan oleh Hakim Ketua Sidang, Yose Rizal, beranggotakan M. Takdir dan Perry Desmarera. (*)

Paginasi pos