PP Muhamadiyah dan KPK Sepakat Berkolaborasi Cegah Korupsi

Yogyakarta, (WRC) – PP Muhammadiyah sepakat bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pencegahan tindak pidana korupsi melalui pendidikan, pelatihan, pengkajian serta berbagai sarana lainnya.

Kesepakatan itu ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) oleh Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nashir dan Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung PP Muhammadiyah, Jalan Cik Ditiro, Yogyakarta, Kamis.

“Kerja sama ini tujuannya untuk membentuk karakter bangsa. Ini sangat penting sekali untuk pencegahan korupsi,” kata Agus Rahardjo.

Menurut Agus, selama ini Muhammadiyah memiliki banyak sarana untuk menanamkan budaya antikorupsi mulai dari masjid, pesantren, institusi pendidikan SD hingga perguruan tinggi yang tersebar di seluruh Indonesia.

Di samping itu, Muhammadiyah juga telah lebih dulu memiliki kurikulum antikorupsi yang selanjutnya bisa dikolaborasikan dengan kurikulum yang telah disusun KPK.

“(Kurikulum) Punya Muhammadiyah bisa disempurnakan berdasarkan masukan KPK dan sebaliknya kurikulum KPK bisa bisa disempurnakan dengan punya Muhammadiyah,” kata Agus.

Keberadaan sarana yang memadai tersebut, kata dia, sangat signifikan untuk membentuk karakter masyarakat sehingga memiliki kemampuan melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan.

Tidak hanya dengan Muhammadiyah, menurut Agus, mengingat pencegahan tindak pidana korupsi merupakan komitmen kolektif, KPK juga telah menggandeng Nahdlatul Ulama (NU) untuk melakukan hal yang sama.

Haedar Nashir menilai MoU yang ditandatangani bersama KPK hari ini merupakan penguatan dari kerja sama yang telah terjalin sebelumnya dengan lembaga antirasuah itu terkait Program Gerakan Antikorupsi pada tahun 2000.

“Apa yang kami tandatangani ini adalah akselerasi dan kami berterima kasih kepada KPK yang telah memediasi ini,” kata dia.

Ia menyadari bahwa pencegahan dan pemberantasan korupsi bukan hanya tugas KPK. Karena itu, pihaknya akan terus melakukan pendidikan dan pelatihan di berbagai institusi milik Muhammadiyah hingga tercipta iklim dan budaya antikorupsi di masyarakat.

Tidak hanya itu, melalui peran dakwah Muhammadiyah, berbagai institusi eksekutif, yudikatif, hingga legislatif akan terus didorong agar memiliki kemauan dan komitmen kuat untuk memberantas korupsi.

“Muhammadiyah akan terus menanamkan nilai dan membentuk karakter masyarakat Indonesia yang berbudi luhur yang meraih harta dengan cara yang halalan thayyiban,”  kata Haedar.

 

sumber : antaranews.com

Kejari Boyolali Usut Korupsi Ganti Rugi Pembebasan Jalan Tol

Boyolali, (WRC) – Kejaksaan Negeri (Kejari) Boyolali mengusut kasus dugaan korupsi pengelolaan dana kas desa di Desa Tanjungsari, Kecamatan Banyudono. Nilai kerugian sementara ini diperkirakan mencapai Rp 1,25 miliar. 

Dana itu merupakan ganti rugi saat pembebasan lahan yang terkena proyek jalan tol Trans Jawa. kas desa tanjungsari ada yang terkena proyek jalan tol. Lhan seluas 2,4 hektar yang terkena proyek dengan nilai ganti rugi Rp 12,5 miliar itu

“Kami sedang menangani perkara dugaan perkara dugaan tindak pidana korupsi yaitu pengelolaan anggaran desa Tanjungsari, Kecamatan Banyudono,” ujar Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Boyolali, Prihatin, kepada para wartawan di ruang kerjanya Jumat (19/07/19).

Dugaan korupsi tersebut diduga melibatkan perangkat desa. Dana yang diduga diselewengkan tersebut yaitu uang ganti rugi pembebasan tanah kas desa untuk proyek jalan tol Trans Jawa ruas Salatiga-Colomadu, tahun 2015.

Dijelaskan Prihatin, nilai ganti rugi tanah kas desa yang terkena proyek jalan tol kurang lebih Rp 12,5 miliar. Kemudian uang tersebut digunakan untuk membeli tanah pengganti dengan harga kurang lebih Rp 10,6 miliar.

“Dari pembelian tanah pengganti tersebut masih ada sisa sekitar Rp 1,2 miliar,” kata Prihatin.

Dana sisa pembelian tanah pengganti untuk kas desa inilah yanag diduga diselewengkan oleh oknum perangkat desa. Sisa dana Rp 1,2 miliar tersebut digunakan oleh oknum perangkat desa dan oleh yang bersangkutan tidak bisa dipertanggungjawabkan.

“Sisa dana tersebut disalahgunakan, digunakan secara pribadi oleh oknum perangkat desa Tanjungsari,” bebernya.

Dari hasil penyelidikan, uang Rp 1,2 miliar itu digunakan oleh pribadi dengan alasan untuk bisnis tanah urug, bekerjasama dengan pihak lain.

“Namun pihak lain ini masih kami telusuri, kira-kira ada ketelibatan atau tidak,” imbuh dia.

Selain itu, lanjut dia, dalam pengelolaan uang ganti rugi tanah kas desa yang terkena proyek jalan tol tersebut juga terjadi pelanggaran administrasi. Uang tersebut disimpan disebuah bank. Dalam penggunaannya atau ketika mengambil uang, seharusnya ada rekomendasi dari Camat.

“Tetapi oleh yang bersangkutan hal itu tidak dilakukan. Hal itu bertentangan dengan Peraturan Bupati. Kenyataannya melanggar administrasi,” terang Prihatin.

Menurut Prihatin, pengusutan kasus dugaan korupsi ini bermula dari laporan masyarakat. Pihaknya kemudian menindaklanjutinya dengan melakukan penyelidikan. Sedikitnya sudah ada 8 orang saksi yang diperiksa Kejari Boyolali.

“Penangangan kasus ini, sudah kita tingkatkan dari tingkat penyelidikan ke penyidikan. Sudah perintah penyidian sudah saya tandatangani Kamis (18/07/19) kemarin,” tandas Prihatin.

Meski sudah ditingkatkan ke penyidikan, namun Kejari Boyolali belum menetapkan adanya tersangka dalam kasus in. Namun dugaannya melibatkan perangkat desa setempat. 

“Dalam hal ini sifatnya masih umum, kita masih mencari tersangkanya. Sekarang baru status nama dugaan terhadap penyimpangan dana tersebut, sehingga kita harus mencari tersangkanya. Kami secepat mungkin akan menemukan tersangkanya,” kata Prihatin.

Sementara Kepala Desa Tanjungsari saat itu, Joko Sarjono, dihubungi wartawan melalui telepon seluler mengakui adanya pembelian lahan pengganti tanah kas desa pada 2015. Joko juga mengakui lahan kas desa seluas 2,4 hektar itu dijual senilai sekitar Rp 12 miliar.

Uang tersebut kemudian dibelikan tanah pengganti di lokasi lain dengan tipe yang sama. Menurut Joko, tanah pengganti malah lebih luas yaitu sekitar 3 hektar. Hanya saja dia tak menyebutkan harga pembelian tanah pengganti tersebut.

Dia menyebutkan, hanya ada sisa Rp 70 juta yang dikelola keuangan desa. Ditanya mengenai proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan pihak Kejari di pemerintahan desanya, Joko mengatakan persolan itu sudah clear.

“Sudah clear. Sudah kami jelaskan ke Kejaksaan,” katanya.

 

sumber : detk.com

Puluhan Rumah Sakit di Medan Diduga Selewengkan Dana BPJS Kesehatan

Sumut, (WRC) – Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara mengusut dugaan terjadinya penyimpangan yang dilakukan rumah sakit swasta dan klinik di Medan melalui klaim dana BPJS Kesehatan bagi masyarakat.

“Tim Intelijen Kejati Sumut tahun 2019 ini telah menemukan permainan yang dilakukan salah satu rumah sakit swasta di Medan dan kasus tersebut sedang diselidiki Aspidsus Kejati Sumut,” kata Asintel Kejati Sumut, Leo Simanjuntak di sela-sela memperingati Hari Bakti Adhyaksa ke-59 di Kejati Sumut.

Penyimpangan dana BPJS tersebut, menurut dia, diduga melibatkan puluhan rumah sakit swasta. Namun yang baru terbongkar baru satu rumah sakit yang beroperasi di Kota Medan, Ibu kota Provinsi Sumatera Utara.

“Padahal rumah sakit di Medan diperkirakan ada puluhan unit. Jika satu rumah sakit saja merugikan keuangan miliaran rupiah dan berapa puluh miliar rupiah kebocoran uang negara,” ujarnya .

Ia menyebutkan, penyimpangan klaim dana BPJS Kesehatan itu berupa klaim biaya menginap di rumah sakit, biaya obat, biaya perawatan dokter, pemeriksaan dan lainnya.

“Saat ini, Tim Aspidsus Kejati Sumut tengah melakukan penyelidikan untuk mengungkap kasus yang merugikan masyarakat dan negara,” kata dia.

Ia menjelaskan, temuan Intelijen Kejati Sumut, dari tahun 2014 sampai 2018 potensi kerugian negara mencapai Rp5 miliar untuk satu rumah sakit.

“Saya minta kepada rumah sakit maupun klinik agar tertib dan jangan melakukan penyimpangan,” katanya. [eko]

 

sumber : merdeka.com

Kasus Suap Fasilitas Sel Polda NTB, Sidang Kompol Tuti Diawasi KY

Mataram, (WRC) – Kantor Penghubung Komisi Yudisial (KY) RI Wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) akan memantau jalannya sidang terdakwa penerima suap dari tahanan Rutan Polda NTB Kompol Tuti Mariati di Pengadilan Negeri (PN) Mataram. Gara-gara suap itu, gembong narkoba WN Prancis kabur.

Koordinator Penghubung KY RI NTB M Ridho Ardian mengatakan pihaknya memantau persidangan ini tanpa adanya permintaan dari penuntut umum ataupun terdakwa.

“Jadi, pemantauan ini inisiatif kami menindaklanjuti informasi publik,” kata Ridho sebagaimana dilansir Antara, Jumat (19/7/2019).

Perkara ini memang cukup menyedot perhatian publik karena munculnya nama Kompol Tuti sebagai tersangka berawal dari aksi seorang terpidana kasus penyelundupan narkoba asal Prancis Dorfin Felix yang sempat melarikan diri dari Rutan Polda NTB.

Namun, setelah perkaranya digelar di Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, kasus pelarian Dorfin Felix terkesan menghilang.

Jaksa penuntut umum (JPU) dalam dakwaannya hanya menguraikan tentang Kompol Tuti yang menerima suap dari sejumlah tahanan rutan, termasuk dari Dorfin Felix.

“Kami melihat pendalaman bahwa ini kasus awalnya narkoba. Ini ‘kan awalnya terpidana kasus narkoba (Dorfin Felix) ada upaya melarikan diri sewaktu masih ditahan di Polda (sebagai tersangka),” ucapnya.

Ridho menerangkan bahwa rencana pemantauan sidang Kompol Tuti masih dalam proses perizinan ke Komisi Yudisial RI di Jakarta.

“Sedang kami ajukan untuk pemantauan ke pusat, kita tunggu,” ujarnya.

Menanggapi hal itu, juru bicara Pengadilan Negeri Tipikor Mataram Fathur Rauzi mempersilakan Komisi Yudisial RI Wilayah NTB memantau persidangan.

“Ada atau tidak ada KY (Komisi Yudisial), kami tetap akan memutus setiap perkara dengan adil. Siapa saja bisa dan boleh mengawasi proses persidangan,” kata Fathur Rauzi.

Dalam dakwaan terdakwa Kompol Tuti dijerat dengan Pasal 12 Huruf e dan/atau Pasal 12 Huruf b dan/atau Pasal 11 juncto Pasal 12A ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 KUHP.

Pengadilan sudah menggelar sidang sebanyak dua kali untuk terdakwa Tuti. Sidang pada hari Selasa (16/7) terpaksa ditunda karena jaksa penuntut umum belum bisa menghadirkan saksi untuk diperiksa.

Tuti didakwa memaksa tahanan Rutan Polda NTB untuk memberikan sesuatu kepadanya. Modusnya beragam yang pada intinya memberi fasilitas istimewa kepada tahanan dengan imbalan sejumlah uang.

Dorfin sendiri telah dihukum mati di kasus narkoba.

 

 

sumber : detik.com

Kejatisu Tetapkan Tiga Tersangka Korupsi Tapian Siri-Siri Syariah

Medan, (WRC) – Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) menetapkan tiga tersangka kasus korupsi proyek pembangunan Tapian Siri-Siri Syariah dan Taman Raja Batu di Kabupaten Mandailing Natal (Madina).

Ketiga tersangka masing-masing berinsial, Plt Kadis Perkim Kabupaten Mandina, RL, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), ED dan PPK Dinas Perkim, KAR.

“Tiga tersangka telah ditetapkan tersangka dalam kasus korupsi proyek pembangunan Tapian Siri-Siri Syariah dan Taman Raja Batu,” tegas Asisten Intelijen Kejatisu Leo Simanjuntak kepada wartawan di gedung Kejatisu.

Kata Leo, peningkatan tahapan dari penyelidikan ke penyidikan sekaligus menetapkan tiga tersangka, adalah bentuk keseriusan Kejatisu dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di wilayah Sumatera Utara.

“Dan juga sebagai kado Hari Bhakti Adhyaksa ke 59 Kejatisu,” kata Leo.

Aspidsus Irwan Sinuraya menambahkan, berdasarkan hasil audit akuntan publik, ditemukan adanya unsur kerugian negara sebesar Rp4,7 miliar dari pengerjaan dua proyek taman rekreasi di Madina.

“Berdasarkan hasil audit yang dilakukan oleh kantor akuntan publik dari dua lokasi proyek itu, ditemukan adanya unsur kerugian negara mencapai Rp4,7 miliar,” beber Sinuraya.

Aspidsus yang baru bertugas di Kejatisu ini menyatakan, akan secepatnya membawa kasus tersebut ke Pengadilan untuk disidangkan. Disinggung dugaan keterlibatan Bupati Madina Dahlan Nasution dalam kasus ini, pihaknya masih melakukan penelusuran.

“Kalau memang ada fakta baru nantinya di sidang, kita akan tetapkan tersangka baru. Bila menyeret nama bupati, pasti akan kita tetapkan menjadi tersangka juga. Itu skala prioritas lah,” jelasnya.

Terkait pemanggilan pasca penetapan tersangka, Sinuraya mengatakan telah memanggil ketiga tersangka. Namun, ia tidak bisa memastikan apakah ketiganya akan dilakukan penahanan atau tidak.

“Kalau tidak salah hari ini (Jumat) kita periksa. Tapi apakah akan dilakukan penahanan, itu tergantung penyidik. Kalau memang atas dasar kepentingan penyidikan perlu ditahan kita akan tahan, akan saya tandatangani surat penahanannya,” pungkasnya.

Sebelumnya, sejumlah elemen masyarakat dari Madina maupun Tabagsel, beberapa kali melakukan aksi unjukrasa di depan Kejatisu.

Dalam aksinya, mereka meminta agar Kejatisu secepatnya memberikan kepastian hukum, apakah ada unsur korupsi dalam proyek tersebut atau tidak.

Bahkan mereka juga mensinyalir adanya keterlibatan Bupati Madina Dahlan Nasution sehingga Kejatisu didesak untuk segera memberikan kepastian hukum.(jpg)

sumber : jpnnnews.com

Kejati Aceh Belum Tetapkan Tersangka Korupsi Di KKP

Banda Aceh, (WRC) – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh belum menetapkan tersangka dugaan korupsi pengadaan keramba jaring apung di Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) dengan nilai Rp45,5 miliar di Kota Sabang, Pulau Weh.

Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Aceh Munawal di Banda Aceh, Jumat, mengatakan, dalam kasus ini tim penyidik sudah memeriksa belasan saksi.

“Tersangka belum ada yang ditetapkan. Prosesnya masih berjalan dan penyidik sudah memeriksa sekitar 19 orang saksi, di antara pejabat eselon di Kementerian Kelautan Perikanan,” kata Munawal.

Kendati belum menetapkan tersangka, tim penyidik Kejati Aceh sudah menyita keramba jaring apung yang terdiri keramba beserta jaringnya, satu unit tongkang.

Kemudian, satu paket sistem distribusi pakan, pipa pakan, satu unit kapal tarik serta satu paket kamera pemantau. Semua barang bukti tersebut disita di sejumlah tempat di Sabang.

“Selain keramba jaring apung, tim penyidik juga menyita uang PT Perikanan Nusantara yang merupakan perusahaan mengerjakan proyek tersebut dengan jumlah mencapai Rp36,2 miliar lebih,” kata Munawal.

Kasus korupsi keramba jaring apung mulai ditingkatkan penyidikan oleh Kejati Aceh sejak sebulan terakhir. Dalam kasus ini, tim penyidik Kejati Aceh sudah memeriksa belasan saksi.

Kasus ini berawal dari pengadaan budi daya lepas pantai Pulau Weh di Direktorat Jenderal Perikanan Budi Daya, Direktorat Pakan dan Obat Ikan Kementerian Kelautan Perikanan tahun anggaran 2017 dengan pagu Rp50 miliar.

Proyek pengadaan dimenangkan PT Perikanan Nusantara dengan nilai kontrak Rp45,5 miliar. Spesifikasi teknis proyek keramba jaring apung dengan standar Norwegia.

Namun, dalam pelaksanaannya, perusahaan tidak bisa menyelesaikan pekerjaan 100 persen. Selain itu, diselesaikan pada Januari 2018, sedangkan pencairan dibayarkan pada 29 Desember 2017.

“Ada kelebihan pembayaran. Pembayaran pekerjaan Rp40,8 miliar. Seharusnya yang dibayarkan hanya Rp34,18 miliar. Kelebihan bayar sebesar Rp6,6 miliar,” sebut Munawal.

 

sumber : antaranews.com

Staf Khusus Gubernur Sumsel Diduga Langgar PKPU dan Rugikan Keuangan Negara

Palembang, (WRC) – Rekomendasi Bawaslu kepada Bacaleg digaji uang negara, harus serahkan surat keputusan berhenti. Hal ini terkuak berdasarkan temuan Bawaslu banyak Bacaleg digaji negara, belum serahkan surat keputusan berhenti.

Menurut Bawaslu jelang tahapan pengumuman Daftar Calon Tetap (DPT), terdapat banyak bakal calon legislatif (Bacaleg) yang belum melengkapi berkas persyaratan yaitu berhenti dari jabatan yang digaji dengan uang negara.

Dikatakannya pula, surat keputusan pemberhentian tersebut ditandatangani pimpinan langsung Bacaleg dan batas akhir menyerahkan surat pemberhentian dalam ketentuan adalah satu hari sebelum Daftar Calon Tetap DCT.

Namun berbeda dengan Caleg Hanura dari Dapil 7 untuk DPRD Prov Sumsel Alfarenzi Panggarbesi, dimana pada saat pengisian formulir pencalegan, Ia tidak terdaftar selaku staff khusus Gubernur Sumatera Selatan.

Setelah penetapan Daftar Calon Tetap Alfarenzi Panggarbesi malah dilantik menjadi staff khusus Gubernur bidang Media dan digaji dengan uang APBD Sumsel.

Hal ini jelas-jelas merupakan pelanggaran PKPU No. 20 dan juga merupakan tindakan ataupun Kebijakan Gubernur Sumsel yang berpotensi merugikan keuangan negara. (Pri)

3 Pejabat UPT Kebersihan KBB Ditahan Kasus Korupsi BBM Rp 1,8 M

Bandung, (WRC) – Kejaksaan Negeri Bale Bandung resmi menahan tiga pejabat UPT Kebersihan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung Barat dalam kasus dugaan korupsi.

Ketiganya adalah Kepala UPT Kebersihan Apit Akhmad, Kabag TU UPT Kebersihan Adang Rahmat dan Bendahara Pengeluaran Pembantu UPT Kebersihan Abdurahman Nuryadin.

Kasus ini bermula pada tahun 2016 lalu. Saat itu terdapat anggaran belanja di UPT Kebersihan Bandung Barat sebesar Rp 4.383.775.000 untuk BBM dan untuk perawatan kendaraan bermotor sebesar Rp 1.483.270.000. Pelaksana tugas kegiatan tersebut adalah ketiganya.

Mereka telah mencairkan keseluruhan anggaran tersebut. Namun pada kenyataannya sebagian digunakan tidak sesuai dengan peruntukannya, dengan cara seolah-olah telah diberikan kepada pengemudi atau sopir pengangkut sampah dengan ritase yang telah digelembungkan dan telah membuat SPJ berdasarkan bukti-bukti pembelian dipalsukan. Sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara senilai kurang lebih Rp 1.748.950.150.

Kasi Pidsus Kejari Bale Bandung Deddy Rasyid mengatakan, ketiganya sudah ditetapkan sebagai tersangka dan sudah dilakukan penahanan.

“Hari ini kita telah melakukan pemeriksaan terhadap tiga tersangka, sekaligus kita lakukan upaya penahanan,” kata Deddy, Jumat (19/07/19).

Ia mengungkapkan, perkara yang menjerat ketiganya tindak pidana korupsi. “Perkara yang disangkakan tindakan pidana korupsi dalam penyelewengan anggaran BBM dan peralatan kendaraan bermotor di UPT Kebersihan Bandung Barat tahun anggaran 2016,” katanya.

“Kerugian negara yang sudah ditemukan sekitar Rp 1,8 miliar kurang lebih. Mereka langsung dilakukan penyidikan, siapa tahu kita menemukan bedanya kerugian lebih daripada itu,” ucap Deddy.

Ketiganya dijerat dengan UU No 31 tahun 1999 tentang tindakan pidana korupsi Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 9.

Sementara itu Kasi Intelijen Kejari Bale Bandung Teuku Syahroni berujar, tersangka bukan tidak mungkin akan bertambah. “Proses penyidikan berjalan, tidak menutup kemungkinan apabila nanti ditemukan ada pihak atau orang yang harus bertanggungjawab lagi. Kami tidak menutup kemungkinan akan menambah tersangka dalam perkara ini,” ujarnya.

(tro/tro)

 

sumber : detik.com

Kejari Trenggalek Tahan Bos Media Surabaya

Trenggalek, Jatim (WRC) – Kejaksaan Negeri Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, Jumat menahan TI, bos media massa harian di Surabaya yang menjadi tersangka korupsi penyertaan modal percetakan milik PDAU Pemkab Trenggalek pada kurun 2008-2010 dengan nilai kerugian negara Rp7,3 miliar.

TI yang menjabat sebagai direktur utama dalam perusahaan patungan antara PDAU dengan salah satu perusahaan media koran harian pagi, PT Surabaya Sore miliknya itu dijebloskan Rumah Tahanan Klas IIB Trenggalek sekitar pukul 19.00 WIB, atau sehari setelah dia sempat menjalani perawatan di RSUD dr Soedomo, Trenggalek.

Berjaket warna gelap kombinasi kaos warna putuh, TI dibawa masuk petugas kejaksaan menuju dalam rutan.

TI selanjutnya akan ditahan selama 20 hari untuk kepentingan penyidikan dan bisa diperpanjang.

TI dinyatakan sehat oleh tim medis RSUD dr Soedomo sehingga tidak harus menjalani rawat inap.

“Dokter menyatakan kondisi tersangka sehat sehingga bisa langsung kami lakukan penahanan,” kata Kepala Kejaksaan Negeri Trenggalek Lulus Mustofa.

Sejatinya TI akan ditahan tim penyidik pada Kamis (18/7) malam, setelah ia menjalani pemeriksaan maraton selama kurang lebih delapan jam dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk tersangka S (Soeharto, mantan Bupati Trenggalek) yang lebih dulu ditahan di Rumah Tahanan Klas IIB Trenggalek.

Namun, upaya eksekusi itu batal dilakukan. Penyebabnya, sebagaimana keterangan Kajari Lulus Mustofa, TI mengaku mendadak sakit dan harus cek up kesehatan di rumah sakit.

Dia berdalih ada masalah dengan gula darah dan jantung sehingga meminta diberi kesempatan menjalani perawatan di RSUD setempat.

“Kami tidak mau ambil risiko. Penahanan kami tunda sampai ada kepastian kondisi tersangka dari tim dokter yang memeriksanya,” ucapnya.

Sempat menginap sehari di ruang paviliun Bima, lantai 3 RSUD dr Soedomo, Trenggalek, pada pukul 14.30 WIB tim medis yang terdiri dari dokter spesialis penyakit dalam dan spesialis jantung memastikan kondisi TI sehat.

Surat pernyataan dan keterangan dokter dari rumah sakit itu yang kemudian menjadi dasar Kejari Trenggalek melanjutkan rencana eksekusi penahanan pada Jumat sore.

“Ya, kondisinya cukup baik dan setelah dilakukan pemeriksaan intensif tidak direkomendasikan menjalani rawat inap,” kata Humas Kejari Trenggalek Sujiono.

TI terseret pusaran korupsi penyertaan modal perusahaan percetakan milik PDAU Pemkab Trenggalek karena perusahaannya, PT Surabaya Sore ikut andil dalam pendirian perusahaan baru yang diberi nama PT Bangkit Grafika Sejahtera (BGS) itu pada kurun 2008-2010.

Posisi TI dalam struktur perusahaan kerja sama ini menduduki puncak pimpinan, yakni Direktur Utama.

Namun, TI nyaris tidak tersentuh hukum saat tiga pejabat di lingkup Pemkab Trenggalek (mantan anggota DPRD Trenggalek Sukaji dan mantan Bupati Trenggalek Suharto)

Posisi TI dalam pusaran korupsi proyek penyertaan modal percetakan PT Bangkit Grafika Sejahtera (BGS) yang merupakan buah kerja sama antara PDAU Trenggalek dengan PT Surabaya Sore milik TI.

Total investasi yang diklaim sebagai modal dasar dalam proyek pendirian perusahaan percetakan yang berbasis di Desa Karangsoko, Trenggalek ini adalah Rp8,9 miliar.

Rinciannya, PDAU memegang saham 80 persen dari total modal sehingga berkewajiban menyuntikkan dana penyertaan modal sebesar Rp7,1 miliar. Sementara PT Surabaya Sore yang merupakan induk perusahaan media TI mendapat hak saham 20 persen dengan kewajiban menyetor dana sebesar Rp1,7 miliar.

“Faktanya hingga sekarang tersangka TI ini tidak pernah menyetor dana penyertaan yang menjadi kewajibannya, dan justru mendapat setoran dana dari PDAU Trenggalek sebesar Rp5,95 miliar untuk pembelian alat percetakan yang ternyata juga barang rekondisi dan hasilnya (percetakan) rusak tidak bisa digunakan,” ungkap Lulus.

Penyelidikan dan penindakan atas kasus hukum tindak penyelewengan dana penyertaan modal ini telah dilakukan Kejaksaan Negeri Trenggalek sejak 2019 dan sudah tiga pejabat di lingkup Pemkab Trenggalek ditahan.

Mereka adalah ASN atas nama Faktkhurrohman, mantan anggota DPRD Trenggalek Sukaji, serta mantan Bupati Trenggalek periode 2005-2010 Suharto.

Suharto bahkan telah dijebloskan tahanan lebih dulu di Rutan Trenggalek. Ia dianggap ikut terlibat lantaran telah menyetujui proses pendirian PT BGS atas inisiasi dari tersangka TI ini.

 

sumber : antaranews.com

KPK Tahan Empat Tersangka Kasus Suap Pengesahan RAPBD Jambi

Jakarta, (WRC) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan empat tersangka kasus suap terkait pengesahan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Provinsi Jambi Tahun 2018.

“Hari ini, KPK melakukan penahanan selama 20 hari pertama terhadap empat orang tersangka dalam kasus suap terkait pengesahan RAPBD Provinsi Jambi Tahun 2018,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Kamis.

Empat tersangka yang ditahan itu terdiri dari tiga angggota DPRD Provinsi Jambi 2014-2019, yakni Muhammadiyah (M) di Rutan Cabang KPK di belakang Gedung Merah Putih KPK, Effendi Hatta (EH) di Rutan Cabang KPK di Pomdam Jaya Guntur, dan Zainal Abidin (ZA) di Rutan Cabang KPK di Pomdam Jaya Guntur.

Sedangkan Jeo Fandy Yoesman alias Asiang (JFY) dari unsur swasta ditahan di Rutan Cabang KPK di belakang Gedung Merah Putih KPK.

Sebelumnya, KPK pada Kamis memanggil empat orang tersebut dalam kapasitasnya sebagai tersangka dalam kasus suap tersebut.

“Terhadap para tersangka ini juga diklarifikasi dugaan perbuatan mereka menerima ataupun memberikan uang terkait dengan proses pengesahan RAPBD Provinsi Jambi Tahun 2018 tersebut,” kata Febri.

Untuk diketahui, KPK telah menetapkan 13 tersangka dalam kasus suap tersebut pada 28 Desember 2018.

13 tersangka tersebut, yaitu tiga unsur pimpinan DPRD Provinsi Jambi yang ditetapkan sebagai tersangka, yaitu Ketua DPRD Cornelis Buston (CB), Wakil Ketua DPRD AR Syahbandar (ARS), dan Wakil Ketua DPRD Chumaidi Zaidi (CZ).

Selanjutnya, lima pimpinan fraksi antara lain Sufardi Nurzain (SNZ) dari Fraksi Golkar, Cekman (C) dari Fraksi Restorasi Nurani, Tadjudin Hasan (TH) dari Fraksi PKB, Parlagutan Nasution dari Fraksi PPP, dan Muhammadiyah (M) dari Fraksi Gerindra.

Kemudian satu pimpinan komisi, yaitu Zainal Abidin (ZA) selaku Ketua Komisi III.

Tiga anggota DPRD Provinsi Jambi masing-masing Elhelwi (E), Gusrizal (G), dan Effendi Hatta (EH).

Terakhir dari unsur swasta adalah Jeo Fandy Yoesman alias Asiang (JFY).

Sebelumnya, KPK telah memproses lima orang sebagai tersangka hingga divonis bersalah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, yaitu pertama, Asisten Daerah 3 Provinsi Jambi Saipudin berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi pidana 3 tahun dan denda Rp100 juta subsider 3 bulan.

Kedua, Plt Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Jambi Erwan Malik putusan Pengadilan Tinggi pidana 3 tahun 6 bulan dan denda Rp100 juta subsider 3 bulan.

Ketiga, Plt Kepala Dinas PUPR Arfan putusan Pengadilan Tinggi pidana 3 tahun dan dengan Rp100 juta subsider 3 bulan.

Keempat, anggota DPRD Provinsi Jambi Supriyono dengan putusan Pengadilan Negeri pidana 6 tahun, denda Rp400 juta, dan pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya.

Terakhir, Gubernur Jambi 2016-2021 Zumi Zola dengan putusan Pengadilan Negeri pidana 6 tahun, denda Rp500 juta, dan pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya.

 

sumber : antaranews.com

Navigasi pos