Boyolali, (WRC) – Kejaksaan Negeri (Kejari) Boyolali mengusut kasus dugaan korupsi pengelolaan dana kas desa di Desa Tanjungsari, Kecamatan Banyudono. Nilai kerugian sementara ini diperkirakan mencapai Rp 1,25 miliar.
Dana itu merupakan ganti rugi saat pembebasan lahan yang terkena proyek jalan tol Trans Jawa. kas desa tanjungsari ada yang terkena proyek jalan tol. Lhan seluas 2,4 hektar yang terkena proyek dengan nilai ganti rugi Rp 12,5 miliar itu
“Kami sedang menangani perkara dugaan perkara dugaan tindak pidana korupsi yaitu pengelolaan anggaran desa Tanjungsari, Kecamatan Banyudono,” ujar Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Boyolali, Prihatin, kepada para wartawan di ruang kerjanya Jumat (19/07/19).
Dugaan korupsi tersebut diduga melibatkan perangkat desa. Dana yang diduga diselewengkan tersebut yaitu uang ganti rugi pembebasan tanah kas desa untuk proyek jalan tol Trans Jawa ruas Salatiga-Colomadu, tahun 2015.
Dijelaskan Prihatin, nilai ganti rugi tanah kas desa yang terkena proyek jalan tol kurang lebih Rp 12,5 miliar. Kemudian uang tersebut digunakan untuk membeli tanah pengganti dengan harga kurang lebih Rp 10,6 miliar.
“Dari pembelian tanah pengganti tersebut masih ada sisa sekitar Rp 1,2 miliar,” kata Prihatin.
Dana sisa pembelian tanah pengganti untuk kas desa inilah yanag diduga diselewengkan oleh oknum perangkat desa. Sisa dana Rp 1,2 miliar tersebut digunakan oleh oknum perangkat desa dan oleh yang bersangkutan tidak bisa dipertanggungjawabkan.
“Sisa dana tersebut disalahgunakan, digunakan secara pribadi oleh oknum perangkat desa Tanjungsari,” bebernya.
Dari hasil penyelidikan, uang Rp 1,2 miliar itu digunakan oleh pribadi dengan alasan untuk bisnis tanah urug, bekerjasama dengan pihak lain.
“Namun pihak lain ini masih kami telusuri, kira-kira ada ketelibatan atau tidak,” imbuh dia.
Selain itu, lanjut dia, dalam pengelolaan uang ganti rugi tanah kas desa yang terkena proyek jalan tol tersebut juga terjadi pelanggaran administrasi. Uang tersebut disimpan disebuah bank. Dalam penggunaannya atau ketika mengambil uang, seharusnya ada rekomendasi dari Camat.
“Tetapi oleh yang bersangkutan hal itu tidak dilakukan. Hal itu bertentangan dengan Peraturan Bupati. Kenyataannya melanggar administrasi,” terang Prihatin.
Menurut Prihatin, pengusutan kasus dugaan korupsi ini bermula dari laporan masyarakat. Pihaknya kemudian menindaklanjutinya dengan melakukan penyelidikan. Sedikitnya sudah ada 8 orang saksi yang diperiksa Kejari Boyolali.
“Penangangan kasus ini, sudah kita tingkatkan dari tingkat penyelidikan ke penyidikan. Sudah perintah penyidian sudah saya tandatangani Kamis (18/07/19) kemarin,” tandas Prihatin.
Meski sudah ditingkatkan ke penyidikan, namun Kejari Boyolali belum menetapkan adanya tersangka dalam kasus in. Namun dugaannya melibatkan perangkat desa setempat.
“Dalam hal ini sifatnya masih umum, kita masih mencari tersangkanya. Sekarang baru status nama dugaan terhadap penyimpangan dana tersebut, sehingga kita harus mencari tersangkanya. Kami secepat mungkin akan menemukan tersangkanya,” kata Prihatin.
Sementara Kepala Desa Tanjungsari saat itu, Joko Sarjono, dihubungi wartawan melalui telepon seluler mengakui adanya pembelian lahan pengganti tanah kas desa pada 2015. Joko juga mengakui lahan kas desa seluas 2,4 hektar itu dijual senilai sekitar Rp 12 miliar.
Uang tersebut kemudian dibelikan tanah pengganti di lokasi lain dengan tipe yang sama. Menurut Joko, tanah pengganti malah lebih luas yaitu sekitar 3 hektar. Hanya saja dia tak menyebutkan harga pembelian tanah pengganti tersebut.
Dia menyebutkan, hanya ada sisa Rp 70 juta yang dikelola keuangan desa. Ditanya mengenai proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan pihak Kejari di pemerintahan desanya, Joko mengatakan persolan itu sudah clear.
“Sudah clear. Sudah kami jelaskan ke Kejaksaan,” katanya.
sumber : detk.com