Patroli7 Jawa Tengah – Seorang oknum guru ngaji di pesantren kota Demak mencoreng pesantrenya sendiri. dengan modus untuk menuruti hawa nafsunya, MA (47) pemilik pondok pesantren NM yang juga merupakan Kyai tersohor ini melakukan pencabulan sesama jenis terhadap anak dibawah umur yang terjadi sejak 2013 hingga 2023 di pondok pesantren di Desa pasir kecamatan Mijen, Kabupaten Demak.

 

Dari penelusuran awak media, seseorang yang tidak mau disebutkan namanya menjelaskan tentang kejadian (pencabulan sesama jenis) terkutuk itu dengan jumlah korban telah mencapai 38 orang anak santri laki – laki diantaranya ada yang dari Jepara, Demak dan Purwodadi. Kejadian ini telah memicu kemarahan keluarga korban dan keprihatinan di kalangan masyarakat setempat.

 

 

Pada bulan Januari 2024, keluarga dari beberapa korban melaporkan MA ke Polres Demak. Dalam pelaporan keluarga korban yang tercatat dalam surat laporan polisi nomor:LP/B/09/1/2024/SPKT/POLRES DEMAK/POLDA JAWA TENGAH, 22 Januari 2024. Kemudian, pada 15 Mei 2024 tersangka MA dilimpahkan ke penyidik polres Demak P21, kepada kejaksaan Negeri Demak. Pelaku MA inisial yang telah ditetapkan sebagai tersangka saat ini ditahan di rumah Tahanan (Rutan) Demak atas perintah kejaksaaan negeri setempat.

 

 

Dari 38 korban yang dilaporkan ke Polres Demak, tercatat 12 korban yang diperiksa dan 6 korban yang di visum. Setelah kejadian pencabulan dari 2013 silam, para korban santri perlahan banyak yang keluar bahkan kabur dari pondok pesantren itu dan sejak kasus tersebut ditangani oleh Polres Demak, kini pondok pesantren sudah di segel.

 

 

“Ya, modusnya pijat. Dalam satu hari sekali pijat ke Kyai nya kan 3 anak. Yang 2 disuruh keluar kamar yang 1 memijat kyai, apapun alasannya. Sehari 3 kali, ada pijat pagi, siang dan malam. Ya semua itu di makan (dicabuli, red), ” ungkapnya Senin, (10/6/2024).

 

 

Ia menambahkan, “Pencabulan sesama jenis itu terjadi setiap hari dari keterangan korban. Sesama korban itu saling mengenal. Trus para santri saling curhat setelah dicabuli. Dari santri satu ke santri lain akhirnya ditotal oleh salah satu santri itu ada 38 korban anak dibawah umur, ” imbuhnya.

 

 

 

Menurutnya, kebiasaan memijat sang kyai itu hal biasa di pondok pesantren dan santri tidak berani menolak. Kejadian pencabulan terhadap santri anak dibawah umur (sesama jenis) per-anak bisa lebih dari satu kali.

 

 

Ditempat yang sama, dua orang korban yang saat itu disebut tim pijat bersedia diwawancarai awak media menceritakan kronologi kejadian, “Ya, saya di kamar di kunci pintu trus pijat lalu di pegang-pegang dan disuruh pegang juga itunya, lalu saya disuruh naik, ” ujarnya inisial (N), Senin (10/6/2024) sore di rumah wilayah kabupaten Jepara.

 

 

Menurut keterangan dari korban dan saksi yang menyampaikan bahwa tersangka MA melakukan oral seks dan sodomi ke korban selama bertahun-tahun terhitung sejak 2013 hingga 2023.

 

Selain itu, dari informasi warga sekitar bahwa MA ini sudah terbilang punya kelainan seksual sejak remaja. Sejak dulu, pelaku ini sering menggesekkan alat kelaminnya ke paha bagian belakang laki-laki temannya saat di mushola di sekitar rumahnya di Desa (P) wilayah kecamatan Mijen, Demak.

 

 

 

Keluarga korban menyampaikan kepada awak media bahwa kasus ini sangat menyedihkan dan membuat trauma pisiologis anak – anak korban dan berharap kasus ini yang disangkakan pasal yang mengatur tindak pidana pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak Indonesia adalah Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak tersebut.

 

“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan cabul atau memaksa anak melakukan perbuatan cabul dengan ancaman kekerasan atau tipu muslihat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).”

 

Pasal ini menyatakan ancaman hukuman bagi pelaku pelecehan seksual terhadap anak, yang meliputi tindakan cabul atau pemaksaan anak melakukan perbuatan cabul dengan ancaman kekerasan atau tipu muslihat.

 

Pelapor atau saksi korban dan keluarganya kini berharap agar pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal sesuai pasal yang diterapkan oleh kepolisian sesuai undang – undang yang berlaku dan ada langkah-langkah konkrit untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang.

 

(Patroli7 Jawa Tengah)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *