Serang – Jaksa menuntut dua terdakwa kasus pengadaan jasa cleaning service (CS) di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr Sitanala, Kota Tangerang dengan hukuman penjara selama 15 bulan. Kedua terdakwa yakni NA selaku Anggota Unit Layanan Pengadaan (ULP) di RS tersebut dan YY selaku pengusaha jasa kontraktor.

Keduanya dinilai terbukti melanggar pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tipikor juncto Pasal 55, juncto pasal 64 KUHP.

 “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa NA dan terdakwa YY dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 3 bulan,” kata Jaksa Reza Fahlevi di Pengadilan Tipikor Serang. Rabu (6/10/2021).

Keduanya juga dikenakan denda sebesar Rp 50 juta subsider 3 bulan penjara. Khusus terdakwa YY, ia diberikan tambahan hukuman berupa pengembalian kerugian keuangan negara senilai Rp 655 juta dan oleh terdakwa sudah dibayarkan.

Sedangkan terdakwa NA tidak menikmati hasil korupsi. Sebelum memberikan hukuman tersebut, jaksa mempertimbangkan hal yang memberatkan yakni perbuatan terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah memberantas tindak pidana korupsi. Kemudian, terdakwa telah menyalahgunakan kepercayaan, perbuatan terdakwa mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 655 juta.

“Hal yang meringankan, yakni terdakwa menyesali perbuatannya, bersikap sopan, memiliki tanggungan keluarga, terdakwa YY sudah mengembalikan kerugian negara,” ujar Reza.

Dalam surat dakwaan, kasus tersebut bermula dari terdakwa NA selaku anggota ULP di RSUP dr Sitanala yang tidak melakukan penilaian kualifikasi, baik melalui pra-kualifikasi ataupun pasca-kualifikasi.

Selain itu, NA dianggap tidak melakukan evaluasi administrasi, teknis dan harga terhadap penawaran harga dari terdakwa YY atas pengadaan kegiatan CS di RS dr Sitanala Tangerang Tahun Anggaran 2018. Saat pengajuan, ada 120 tenaga kerja yang namanya tercatat sebagai CS di perusahaan jasa kontraktor YY. Namun, nama-nama tenaga kerja itu berbeda dengan yang ada di RS dr Sitanala.

Kemudian, gaji yang diberikan kepada tenaga kerja di RS dr Sitanala juga tidak sesuai dengan nilai kontrak. Mereka hanya menerima upah sebesar Rp 1.900.000 atau berkurang Rp 700.000 hingga Rp 900.000 dari nilai kontrak. Keduanya sudah bersekongkol mengatur untuk pemenangan lelang. Sehingga, dalam kegiatan tersebut menguntungkan bagi YY selaku pengusaha jasa kontraktor dan menimbulkan kerugian keuangan sebesar Rp 655 juta.

Kerugian itu berasal dari honorarium, tunjangan hari raya (THR) serta iuran BPJS ketenagakerjaan, jaminan pensiun, jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, dan BPJS kesehatan petugas kebersihan tidak dibayarkan. Adapun NA tidak menikmati uang hasil korupsi, tetapi mengatur pemenangan lelang tersebut.

Sumber : Kompas.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *