Jakarta, (WRC) – Mantan General Manager (GM) Divisi Gedung PT Hutama Karya (HK), Budi Rachmat Kurniawan dituntut pidana penjara selama tujuh tahun dan denda Rp 500 juta oleh jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ia dianggap terbukti melakukan korupsi proyek pengadaan Gedung Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Kabupaten Agam, Sumatera Barat dan IPDN Rokan Hilir, Riau.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana selama 7 tahun denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan,” ucap jaksa di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (15/07/19).
Ia juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 1,045 miliar dan harus dikembalikan satu bulan setelah memiliki kekuatan hukum tetap. Jika tidak membayar dalam rentang waktu yang ditentukan harta bendanya disita hingga mencapai nilai kewajiban.
“Apabila tidak mencukupi maka diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun,” kata jaksa.
Hal yang memberatkan dari tuntutan Budi perbuatannya tidak mendukung pemerintah dalam memberantas korupsi, menyalahgunakan jabatan untuk melakukan kejahatan.
Hal yang meringankan, mengakui kesalahan, menyesali perbuatan, memiliki peran yang relatif kecil, ditetapkan sebagai JC, memiliki tanggungan keluarga.
Sementara itu rincian kerugian negara dari pembangunan gedung kampus IPDN Riau adalah sebesar Rp22,109 miliar dan dari pembangunan gedung kampus IPDN Sumbar adalah Rp34,804 miliar.
Negara Rugi Rp 56,913 M
Kemendagri pada 2019 memasukkan rencana pembangunan 7 kampus IPDN dengan rencana pada 2010-2012 pembangunan kampus IPDN Gowa Sulawesi Selatan, Rokan Hilir, Riau, Bukit Tinggi Sumbar dan Minahasa Sulawesi Utara karena memang tanah sudah tersedia. Tahap selanjutnya adalah IPDN Mataram MTB, IPDN Papua dan IPDN Pontianak, Kalimantan Barat.
Proyek pembangunan IPDN Agam Sumatera Barat adalah senilai Rp127,893 miliar sedangkan IPDN Riau senilai anggaran Rp99,957 miliar.
Pada awal 2011, Senior Manager Pemasaran PT HK Bambang Mustaqim bertemu dengan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Dudy Jocom pada pusat AKPA Sekjen Kemendagri 2011. Dudy Jocom meminta commitment fee sebesar 7 persen dari nilai kontrak yang diserahkan kepada pihak Kemendagri.
Budi Rachmat lalu menyetujui nilai penawaran yang sudah memperhitungkan commitment fee tersebut yaitu Rp125,686 miliar untuk IPDN Bukittinggi TA 2011 dan Rp91,62 miliar.
Budi Rachmat Kurniawan menurut jaksa juga melakukan pengaturan proses pelelangan untuk memenangkan PT HK memasukkan arranger fee dalam komponen Anggaran Biaya Lelang (ABL) untuk diberikan kepada pihak-pihak terkait pelalangan dan untuk kepentingan pribadinya, menandatangani kontrak meski mengetahui terdapat rekayasa dalam pelelangan, melakukan subkontrak pekerjaan utama tanpa persetujuan PPK, membuat pekerjaan fiktif untuk menutup biaya arranger fee, menerima pembayaran seluruhnya atas pelaksanaan pekerjaan meski pelaksaan pekerjaan belum selesai 100 persen
Atas perbuatannya, Budi, Dudy Jocom dan Bambang Mustaqim telah memperkaya Budi Rachmat sebesar Rp1,045 miliar serta memperkaya orang lain yaitu Dudy Jocom Rp5,35 miliar, Bambang Mustaqim Rp500 juta, Hendra Rp4 miliar, Sri Kandiyati Rp300 juta, Mohammad Rizal Rp 510 juta, Chaerul Rp30 juta.
Perbuatan Budi juga memperkaya korporasi yaitu PT HK RP40,856 miliar, CV Prima Karya sebesar Rp3,343 miliar, CV Restu Kreasi Mandiri sebesar Rp265,711 juta dan PT Yulian Berkah Abadi sebesar Rp70,403 juta dari pembangunan gedung IPDN Rokan Hilir dan Buktitinggi atau seluruhnya merugikan keuangan negara hingga Rp56,913 miliar
Budi dituntut melanggar Pasal 3 Jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 Jo Pasal 65 KUHP.
sumber : Liputan6.com