Banda Aceh, (WRC) – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh melakukan penyitaan satu unit rumah mewah yang berada di Kota Banda Aceh dan mobil Toyota Fortune milik mantan Bupati Kabupaten Simeulu, Darmili.

Karena terindikasi aliran dana kasus korupsi dari Perusahaan Daerah Kabupaten Simeulu (PDKS) pada Tahun 2002–2012 yang diduga telah menyebabkan kerugian negara total Rp 5 milliar dari jumlah penyertaan modal yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Kabupaten (APBK) Simeulu sebesar Rp 227 milliar.

“Penyitaan barang bukti harta benda baik yang tidak bergerak berupa rumah dan mobil itu dilakukan untuk melengkapi berkas perkara, sehingga perkara selanjutkan dapat kita limpahkan ke tahap penuntutan,” kata Kasi Penyidikan Kejati Aceh, Munandar, kepada wartawan, Kamis (27/06/19).

Menurut Munandar, selain harta benda baik yang tak bergerak mau pun bergerak milik mantan Bupati Simeulu dua periode 2001-2012 yang berada di Kota Banda Aceh, juga diduga masih banyak yang berada di Kabupaten Simeulu terindikasi mengalir dana korupsi dari PDKS yang bergerak dibidang perkebunan kelapa sawit itu.

“Selain diharta benda yang berada di Banda Aceh, diduga masih banyak yang berada di Kabupaten Simeulu, yang nantinya juga akan disita untuk mengembalikan kerugian negara,” katanya.

Masih kata Munandar, tersangka  belum dapat ditahan karena statusnya saat ini sebagai Anggota DPRK Simeulu, sehingga untuk melakukan penahanan harus mendapat izin dari gubernur sesuai dengan Undang-undang Pemerintahan Aceh (UUPA) Pasal 29 ayat 3.

“Tersangka belum ditahan karena statusnya sekarang Anggota DPRK, sehingga harus ada izin dari Gubernur, tapi kalau memang tersangka koperatif tidak perlu ditahan,” katanya.

Munadar menyebutkan, diketahui pada perusahaan BPKS, Darmili jabatannya sebagai Ketua Dewan Pengawas, tersangka juga sebagai bupati dua periode.

Tersangka tak hanya di dakwa dengan pasal 23 Undang-undang tindak pidana korupsi, namun penyidik juga mendakwakan pasal 11 dan 12 e .

“Tersanga tak hanya didakwa dengan pasal 23, tapi juga didakwakan dengan pasal 11 dan 12 e, gratifikasi dan pemerasan,” ujarnya.

 

Sumber : Kompas.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *