Surabaya, (WRC) – Dalam mengungkap megakorupsi bernilai triliunan rupiah oleh Yayasan Kas Pembangunan (YKP) dan PT YKP, Kejati Jatim melakukan pemblokiran rekening. Rekening tersebut tersebar di bank swasta dan negeri.

Kajati Jatim Sunarta mengatakan langkah ini untuk mengamankan dan mencegah dana tersebut tidak sampai keluar rekening. Selain itu, Sunarta meyakini hal ini bisa mempermudah pengusutan kasus.

“Dan kemajuan yang kita lakukan hari ini, seluruh rekening yang terkait dengan YKP saya blokir. Agar tidak ada pergerakan dulu, artinya (dana) tidak bisa keluar,” ujar Sunarta saat ditemui di Kantor Kejati Jatim Jalan Ahmad Yani Surabaya, Jumat (14/06/19).

Tak hanya itu, tujuh bank yang rekeningnya telah diblokir yakni BNI, BRI, Bank Muamalat, Bank Bukopin, bank BTN hingga bank BTN Syariah. Saat ditanya ada berapa rekening dari tujuh bank tersebut, Sunarta mengatakan ada banyak. Misalnya dari satu bank, tidak selalu satu rekening. 

Selain itu, jenis tabungannya pun bermacam-macam mulai dari rekening tabungan konvensional hingga giro. Sunarta menyebut pihaknya mengetahui jika YKP dan PT YKP memiliki sejumlah rekening atas nama kedua badan, setelah pihaknya melakukan penggeledahan pada Selasa (11/06/19).

“(Rekening milik) Yayasan dan PT. Kita akan lacak semua dari kemarin hasil penggeledahan itu. Kita tahu pembukuannya. Bahwa ada rekening ini. Mengapa kami lakukan itu, bahwa aset recovery sampai putusan tidak susah lagi. Untuk penyelamatan asetnya. Atas dasar penyidikan kita melakukan pemblokiran,” imbuh Sunarta.

Namun sayang, saat ditanya berapa total dana yang tersimpan di beberapa rekening tersebut, Sunarta mengatakan pihaknya belum mengetahui secara pasti. Sebab, Bank Indonesia (BI) sebagai pemilik wewenang belum memberi izin paada Kejati Jatim untuk menembus rekening yang telah diblokir.

“Masalah besarnya, kita belum masuk ke situ karena belum dapat ijin BI untuk menembus tentang rahasia bank,” pungkasnya.

Sebelumnya, kasus korupsi YKP dan PT YKP pernah beberapa kali mencuat. Di tahun 2012, DPRD Kota Surabaya pernah melakukan hak angket dengan memanggil semua pihak ke DPRD. Saat itu pansus hak angket memberikan rekomendasi agar YKP dan PT YKP diserahkan ke Pemkot Surabaya, karena memang keduanya adalah aset Pemkot. Namun pengurus YKP menolak.

Berdasarkan dokumen, menurut Aspidsus Kejati Jatim Didik Farkhan, Yayasan Kas Pembangunan (YKP) dibentuk oleh Pemkot Surabaya tahun 1951. Seluruh modal dan aset awal berupa tanah sebanyak 3.048 persil tanah atau surat ijo berasal dari Pemkot. Tahun 1971 juga ada suntikan modal Rp 15 juta dari Pemkot.

Bukti YKP merupakan milik Pemkot, terbukti sejak berdiri, Ketua YKP selalu dijabat rangkap oleh Wali kota Surabaya. Hingga tahun 1999, YKP dijabat Walikota Sunarto. 

Sementara lantaran ada ketentuan UU No. 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah yang menyebut Kepala Daerah tidak boleh rangkap jabatan, akhirnya tahun 2000 Wali kota Sunarto mengundurkan diri dan menunjuk Sekda Yasin sebagai ketua. 

Namun, tiba-tiba tahun 2002, wali kota Sunarto menunjuk dirinya lagi dan 9 pengurus baru memimpin YKP. Sejak saat itu pengurus baru itu mengubah AD/ART dan secara melawan hukum memisahkan diri dari Pemkot.

“Padahal sampai tahun 2007 YKP masih setor ke Kas daerah Pemkot Surabaya. Namun setelah itu YKP dan PT YEKAPE yang dibentuk YKP berjalan seolah diprivatisasi oleh pengurus hingga asetnya saat ini berkembang mencapai trilyunan rupiah,” ujar Didik.

(iwd/iwd)

 

Sumber : detik.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *