Jakarta, (WRC) – Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Ambon nonaktif La Masikamba membantah menerima suap Rp 8 miliar dari sejumlah wajib pajak. Dia mengatakan duit Rp 8 miliar itu adalah pinjaman.
Hal itu disampaikan oleh La Masikamba dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Ambon, sebagaimana dilansir dari Antara, pada hari Rabu (10/04/19). Uang itu disebut diterima sejak 2016 hingga 2018.
La Masikamba juga mengaku sudah mengembalikan sebagian pinjamannya kepada para wajib pajak. Namun, La Masikamba mengaku lupa dirinya meminjam uang dari siapa saja, baik dari 13 wajib pajak yang disebut melakukan transaksi mencurigakan dan direkomendasikan Dirjen Pajak untuk pemeriksaan khusus, maupun pengusaha lain.
La Masikamba juga mengaku tidak memiliki catatan khusus mengenai nama-nama pengusaha wajib pajak yang meminjamkan uang kepadanya. Dia juga mengatakan tak ada surat perjanjian utang secara khusus, termasuk dengan salah satu saksi bernama Nurhaya Umar.
“Saya mempunyai buku rekening pada beberapa bank, tetapi menyuruh Muhammad Said membuka rekening baru pada dua bank untuk menerima transferan dana yang dipinjam lalu mentransfernya lagi ke Wa Ode Nurhaya bin Umar alias Nurhaya Umar di Sorong (Papua Barat) maupun melalui rekening Sujarno,” katanya.
Alasannya, istrinya mencurigai hubungannya dengan Nurhaya Umar yang setiap saat dikirimi uang oleh terdakwa. Menjawab pertanyaan majelis hakim, La Masikamba mengaku menerima gaji Rp 48 juta per bulan dan sebagian ditransfer untuk istri dan anaknya di Kendari serta sebagian lagi kepada Nurhaya Umar dengan alasan membayar utang.
“Saya meminjam uang Rp2 miliar dari Nurhaya Umar jadi dikembalikan melalui transfer dari rekening Muhammad Said ke rekningnya Sujarno,” jelas terdakwa.
Jaksa kemudian memutar rekaman percakapan antara La Masikamba dengan Nurhaya Umar. Dalam percakapan La Masikamba dan saksi Nurhaya bicara untuk bertemu pada salah satu kamar hotel di Jayapura, Papua yang sementara ditempati La Masikamba.
Saksi Nurhaya dalam percakapan itu juga mengatakan terdakwa selaku seorang imam bagi dirinya bersama anak-anak meski tidak bisa tinggal bersama-sama. Tim JPU KPK juga menanyakan sejumlah nama wajib pajak diluar 13 WP bermasalah antara lain Rio, Sandro A Mojos, Hery, Johan Setiawan, dan Johan Romepesot yang merupakan penyetor aktif ke terdakwa, namun La Masikamba mengaku tidak ingat mereka.
“Kalau saudara terdakwa tidak ingat nama-nama penyetor uang lalu bagaimana mau menggantikan uang mereka, sedangkan Anthoni Liando atau pengusaha lain seperti A ceng, Boby Tanizal, atau yang lainnya,” kata tim JPU KPK.
Kasus ini sendiri berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Oktober 2018. Pasca OTT itu, KPK menetapkan 3 orang tersangka, yaitu La Masikamba dan Sulimin sebagai tersangka penerima suap dan Anthony Liando sebagai tersangka pemberi suap.
Saat pengumuman status tersangka, KPK menduga La Masikamba dan Sulimin menerima Rp 320 juta dari Anthony dengan tujuan diberi pengurangan kewajiban pajak. KPK juga menjerat La Masikamba sebagai tersangka gratifikasi karena diduga menerima Rp 550 juta dari Anthony.
Namun, dalam dakwaan La Masikamba disebut menerima suap serta gratifikasi dari belasan wajib pajak. Total dugaan suap dan gratifikasi itu mencapai Rp 8,5 miliar.
(haf/haf)
Sumber : detik.com