Kudus, (WRC) – Rektor IAIN Kudus Mudzakir membantah adanya dugaan jual beli jabatan, dalam hal ini jabatan rektor di IAIN Kudus. Menurutnya, dia menduduki jabatan rektor setelah proses panjang yang dilaluinya secara resmi. 

“Saya enggak tahu. Tapi saya yang jelas enggak ada gitu-gitu. Karena suksesi dengan yang dikait-kaitkan Pak Saekan tentang proyek, di situ kan dua hal yang berbeda. Kasusnya juga berbeda, waktunya juga berbeda, ” kata Rektor dihubungi detikcom Selasa malam. 

Dia membeberkan proyek itu dilaksanakan di periode kepemimpinan Mufid dan Saekan. Waktunya, saat dia dilantik rektor bulan Juli 2017, kata dia, proyek sudah jalan. Proyek itu adalah proyek pembangunan Gedung Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).

“Proyek kan sudah jalan. Tinggal beberapa hal lagi. Sebagai rektor baru, dia hanya memantau administrasi. Kok dikaitkan denhgan tidak bisa kawal proyek, itu otake kebungkus opo iku (otaknya terbungkus apa itu, ” ujarnya. 

Terkait pemilihan rektor saat itu, namanya dianggap tidak masuk kriteria tapi bisa terpilih. Saat itu ada 3 kandidat yaitu Saekan, dan petahana Dr. Fathul Mufid. Dia menceritakan saat itu PMA 68 tahun 2015 sudah menyatakan beres syarat-syaratnya.

“Mau jadi rektor, mau jadi ketua, syaratnya sudah jelas. Lha oleh panitia pansel lokal termasuk di dalamnya ada Pak Saekan, ditambah-tambahi syarat ben kiro-kiro saya tidak bisa masuk. Seperti pernah memaparkan makalah seminar di luar negeri, itu dipersyaratkan. Syarat sebagai ketua,” ujarnya.

Menurutnya ada beberapa poin yang sengaja menghalangi dia bersama Paat saat itu agar dia tidak bisa ikut kompetisi. Yang kedua, proses pendaftaran itu, waktunya satu minggu.

“Satu minggu itu mestinya saya harus melegalisir SK dan lain-lain kan. Sebagai syarat. Tapi saat itu Ketua STAIN Mufid satu minggu itu tidak ada di kantor. Saya enggak tahu, apa sengaja menghindar, atau gimana. Sehingga sampai akhir pendaftaran, syarat-syarat saya itu tidak pernah dilegalisir,” beber dia.

“Akhirnya saya dan Pak Paat tidak bisa daftar. Waktu habis tapi syarat belum terpenuhi. Saya lapor ke pak Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Jakarta Profesor Amsal, saya lapor keadaanya seperti ini. Direktur marah-marah, enggak bisa cara-cara seperti ini. Menyalahi aturan PMA, gitu. Prof Amsal saat itu,” ungkap dia.

 (bgk/bgs)

 

Sumber : detik.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *