Bandung, (WRC) – Pihak PT Lippo Cikarang menjanjikan Rp 20 miliar sebelum proses perizinan proyek Meikarta dilakukan. Namun, janji tersebut hanya terealisasi sebesar Rp 10,5 miliar yang diberikan kepada Bupati Neneng Hasanah Yasin.
Hal itu terungkap saat jaksa KPK menghadirkan saksi EY Taufik yang menjabat sebagai Kepala Bidang Tata Ruang Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bekasi. Taufik menyebut awalnya dia dikontak oleh Bupati Neneng yang menanyakan tentang proyek Meikarta.
“Waktu itu saya di telepon, beliau mengatakan ‘Pak Taufik tahu Meikarta?’, saya bilang tidak tahu. Beliau sampaikan ‘saya dihubungi bapak gubernur ada Meikarta di Bekasi’. Saya sampaikan akan cari tahu info itu,” ucap Taufik di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Rabu (13/3/2019).
Taufik lantas menelusuri informasi mengenai Meikarta melalui internet. Dia akhirnya mengetahui bahwa proyek Meikarta ini digagas oleh PT Lippo Cikarang.
Taufik lantas menghubuni kenalannya di Lippo Cikarang yaitu Satriadi. Saat menanyakan, kata Taufik, Satriadi membenarkan bahwa ada proyek pembangunan Meikarta.
Satu sampai dua minggu kemudian, Taufik bertemu dengan Satriadi yang saat itu bersama dengan Edi Dwi Soesianto, Kepala Divisi Land Acquisition and Permit PT Lippo Cikarang. Pertemuan yang berlangsung di Masjid Cibiru itu membahas soal perizinan proyek Meikarta dengan luas total 438 hektare.
“Saya, Pak Edi Soes dan Satriadi ngobrol. Beliau (Satriadi) menyampaikan akan membangun apartemen. Saya tanya berapa luasnya dijawab 438 hektare, saya bilang besar banget. Terus beliau menyampaikan kira-kira bagaimana prosesnya. Saya bilang ajukan saja. Lalu beliau (Satriadi) menanyakan berapa biayanya? Saya bilang nggak tahu. Lalu beliau (Satriadi) menyampaikan bagaimana kalau Rp 20 miliar? Saya bilang nanti disampaikan,” tutur Taufik menceritakan soal pertemuan itu.
Setelah pertemuan tersebut, Taufik menghadap ke Bupati Neneng. Hasil pertemuannya dengan Edi dan Satriadi disampaikan Taufik ke Bupati Neneng.Termasuk soal biaya Rp 20 miliar untuk pengurusan izin.
“Waktu itu ibu Bupati nggak sampaikan apa-apa. Cuma bilang ya udah diproses saja,” kata dia.
Soal duit Rp 20 miliar tersebut menjadi perbincangan di persidangan. Jaksa KPK lantas menanyakan perihal uang Rp 20 miliar yang diungkapkan oleh Satriadi.
“Ada Rp 20 miliar untuk perizinan, bagaimana pembicaraannya? Apakah seluruh perizinan atau IPPT saja?” tanya jaksa KPK Wayan.
“Seluruhnya,” jawab Taufik.
Proses perizinan mulai dilakukan. Satriadi lantas membuat konsep IPPT yang diajukan ke Dinas PTMPTSP Bekasi. Taufik menyatakan bahwa dalam proses IPPT, Edi Soes dan Satriadi pernah menghadap Bupati Neneng.
“Apa yang disampaikan saat pertemuan?,” tanya jaksa.
“Terkait perizinan IPPT mohon dibantu,” kata Taufik.
Taufik mengaku tak tahu bagaimana proses IPPT itu dilakukan oleh Edi Soes dan Satriadi. Taufik Dia tiba-tiba dihubungi bupati Neneng yang menyampaikan bahwa IPPT tersebut telah ditanda tangani.
“Setelah itu bupati minta tolong ditanyakan tindak lanjutnya,” kata Taufik.
Menurut Taufik, IPPT yang diajukan tersebut seluas 143 hektare. Namun setelah ditanda tangani, luasan yang disetujui hanya 84,6 hektare.
Taufik mengatakan saat itu uang Rp 20 M tidak terealisasi. Bupati Neneng hanya mendapatkan Rp 10,5 miliar yang diberikan secara bertahap. Jaksa lantas membacakan 6 tahapan pemberian termasuk Rp 500 juta untuk Taufik.
(dir/rna)
Sumber : detik.com