Soreang, (WRC) – Dugaan mark-up dan maladministrasi dalam penjualan absensi sidik jari (finger print) ke sekolah-sekolah wilayah hukum Kabupaten Bandung. Namun, disayangkan sikap tertutup kepala Disdik Kabupaten Bandung dan jajarannya terhadap kasus dugaan penyimpangan proyek finger print, semakin memperkuat spekulasi adanya indikasi permainan.
Informasi yang diperoleh redaksi, cara penjualan alat absensi sidik jari tersebut di setiap kecamatan tidak seragam sesuai dengan kemampuan bertransaksi para kepala sekolah. “Kalau para kepala sekolah yang kritis dia bisa menawar tidak jauh dengan harga yang dijual di pasaran.
Tetapi memang ada juga yang membelinya seharga dua juta setengah karena flapon harga di regulasi tentang fingerprint sendiri maksimal memang tiga juta,” ungkap sumber yang meminta tidak disebutkan namanya di Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung kepada wartawan, sewaktu yang lalu.
GNPK-RI dalami kasus dugaan Mark-Up harga finger print
Sebelumnya, Pengurus Wilayah Gerakan Nasional Pencegahan Korupsi Republik Indonesia (PW GNPK-RI) Jawa Barat menyambut positif respon aparat penegak hukum yang menindaklanjuti dugaan adanya Mark-Up penjualan finger print tersebut.
Terlebih, kata Ketua GNPK RI Jawa Barat NS Hadiwinata, pihaknya sudah mengeluarkan surat perintah kepada tim yang ditunjuk untuk menindaklanjuti pengaduan masyarakat terkait adanya dugaan penyimpangan dalam proses penjualan alat tersebut ke sekolah-sekolah yang ada di Kabupaten Bandung.
“Saya sudah tugaskan enam personil untuk mendalami dugaan kasus tersebut supaya lebih terang dugaan tindak pidana korupsinya,” ungkap Hadiwinata kepada visi.news, Selasa (6/2) malam.
Dasar yang digunakan untuk mendalami dugaan korupsi dalam penjualaan fingerprint tersebut, kata Hadiwinata, Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Kemudian Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001,Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Selanjutnya, Peraturan Pemerintah RI No. 68 Tahun 1999 tentang Tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dalam penyelenggara Negara dan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2002 tentang Tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi serta Pengaduan masyarakat No. 005/PM/GNPK-RI/JBR/II/2019 tanggal 7 Februari 2019.
Adapun Personel tersebut, kata Hadiwinata, ditugaskan untuk menginvestigasi ke fihak-fihak yang diduga terkait dengan dugaan kasus korupsi pengadaan absensi sidik jari tersebut. GNPK RI, katanya, menduga ada kejanggalan dalam proses penjualan barang tersebut ke sekolah-sekolah.
Ditambahkannya, kalau selama ini seolah-olah banyak kepala sekolah ditekan dan dipaksa untuk membeli barang tersebut oleh pihak penjual dengan membawa-bawa nama pejabat di disdik, justru yang didapat dari lapangan berbeda.
“Banyak kepala sekolah SD yang merasa tidak pernah mendapat tekanan atau paksaan dari penjual, ada faktor lain yang menjadikan mereka terpaksa membeli barang yang harganya di mark-up itu,” tandasnya.
pembelian fingerprint oleh sekolah-sekolah di Kabupaten Bandung mengemuka akibat dugaan adanya mark-up harga. Ada beberapa merk yang digunakan diantaranya CT Plus, Finger Plus dll.
Sikap tertutup Pejabat Disdik Kab. Bandung
Koordinator Investigasi Center for Budget Analysis (CBA), Jajang Nurjaman, menanggapi berita tidak terbukanya kepada media maupun masyarakat yang membutuhkan informasi soal kasus dugaan Mark-Updan maladministrasi dalam penjualan absensi sidik jari (finger print) ke sekolah-sekolah.
“Sikap tertutup Disdik patut disayangkan, karena tidak sesuai di era keterbukaan ini. Pers seharusnya dijadikan mitra pemerintah guna menginformasikan serta meluruskan apa yang terjadi di pemerintahan kepada masyarakat,” ujar Jajang
Menurut dia, sikap tertutup adalah penyakit mental lama pejabat kita, yang beginian harusnya tidak perlu dipakai lagi di zaman sekarang. Artinya jika ada pejabat yang menutup-nutupi kasus, sudah pasti gak bener dan layak dicopot.
Karena itu, Center for Budget Analysis (CBA) mendorong Bupati Kabupaten Bandung segera bertindak cepat, evaluasi Kadisdik Kab Bandung, kalau perlu copot. Selain itu kejaksaan negeri Kab Bandung harus segera mengusut tuntas dugaan penyelewengan proyek finger print ini.
Seperti diketahui, baru satu bulan Kabid Sekolah Dasar (SD), H. Maman Sudrajat dilantik sebagai Kabid SMP menggantikan Adang Sujana yang terlebih dahulu menempati posisi kursi Sekdis Pendidikan Kab. Bandung.
Adang sebelumnya sebagai Kabid SMP Disdik Kab. Bandung menggantikan Marlan Nirsyamsu yang kini menempati posisi staf ahli Bupati. Ketika dikonfirmasi kepada Kadisbud Juhana dan Sekdis Adang Sujana terkait kasus dugaan penyimpangan proyek finger print, keduanya tidak merespon
Pihak terkait harus berani Ungkap Kebenaran
Dengan mencuatnya persoalan ini, Deputi Bidang Hubungan Kelembagaan dan Kemasyarakatan Kementrian Sekretariat Negara Prof. Dr. H. Dadan Wildan kepada pers, meminta para kepala sekolah untuk lebih berani mengungkapkan kebenaran, karena ia yakin Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung sendiri akan melindungi para kepala sekolah.
“Coba ada yang bisa kirim data lengkap ke saya. Terutama yang sudah jadi korban. Buat surat resmi ke Kapolres. Saya segera koordinasi. Jangan takut intimidasi,” tandasnya.
“Kalau masih takut, japri ke saya. Saya koordinasi dengan kapolres dan Tim Saber Pungli di Mabes Polri,” tutur dia menanggapi adanya dugaan kasus korupsi pengadaan absensi sidak jari (fingerprint) di sekolah-sekolah di Kab. Bandung.
Semntara itu, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung Dr. H. Juhana, jauh sebelumnya sudah mengantisipasi kemungkinan adanya jual dedet barang-barang seperti itu dengan memberikan surat edaran ke sekolah-sekolah.
Dalam surat edaran tersebut, Kadisdik antara lain memberitahukan jual beli barang ke sekolah harus memperhatikan beberapa hal yakni: 1) harga standar sesuai merek/spesifikasi, 2) barang yang dibeli sesuai dengan kebutuhan sekolah, 3) jika dibeli dari dana BOS (Biaya Operasional Sekolah) harus sesuai permendikbud tentang juknis/pedoman BOS dan 4) tidak ada paksaan dari PIHAK manapun
Tanggapan Politisi NasDem
Semntara itu, Ketua NasDem Kab. Bandung, H. Agus Yasmin, mengatakan terkait berita kasus dugaan mark-up dan maladministrasi dalam penjualan absensi sidik jari (fingerprint) ke sekolah-sekolah di Kabupaten Bandung hendaknya diselesaikan secara terbuka.
“Salah satu langkah penyelesaiannya dengan melibatkan media sehingga menjadi tranparan. Jelaskan kepada masyarakat tanpa ada yang harus ditutup tutupi,” kata H. Agus,beberapa waktu lalu.
Agus Yasmin menambahkan, para pejabat dilingkungan Dinas Pendidikan Kab. Bandung sebaiknya terbuka kepada masyarakat karena mereka membutuhkan informasi yang lengkap soal kasus dugaan mark-up dan maladministrasi dalam penjualan absensi sidik jari (fingerprint) ke sekolah-sekolah.
“Ini adalah bagian dari tugas dan tanggungjawab sebagai pejabat negara di Kab. Bandung. Tapi, saya percaya Bupati Bandung, Dadang Naser akan sangat terbuka untuk menjaga prestasi kerja yang sudah dianggap baik oleh BPK,” tuturnya.
Ia mengajak seluruh pejabat publik untuk tidak takut berurusan dengan pers karena saat ini keterbukaan informasi kepada publik dijamin oleh Undang Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan publik. (7o3Rn4L: TiM Telusur)