Toraja, (WRC) – Subdit III Tipikor Polda Sulsel terus memeriksa maraton sejumlah saksi dalam proses penyidikan lanjutan kasus dugaan korupsi pembebasan lahan Bandara Mangkendek, Kabupaten Tana Toraja, Sulsel.

Kepala Bidang Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Dicky Sondani mengatakan saat ini total saksi yang telah diperiksa berjumlah delapan orang.

Mereka masing-masing mantan Bupati Tana Toraja, Theofelus Allorerung, mantan Sekretaris Daerah (Setda) Kabupaten TanaToraja yang juga bertindak selaku ketua panitia pengadaan tanah, Enos Karoma, mantan Kepala Bappeda Kabupaten Tana Toraja selaku anggota panitia pengadaan tanah, Yunus Sirante dan mantan Camat Mangkendek selaku anggota panitia pengadaan tanah, Ruben Rombe Randa.

Kemudian, saksi lainnya yakni mantan Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Tana Toraja yang juga bertindak selaku Pengguna Anggaran (PA), Meyer Dengen dan mantan Bendahara Pengeluaran pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Tana Toraja, Aspa Astri Rumpa.

Serta saksi berikutnya turut Ketua DPRD Kabupaten Tana Toraja yang saat itu bertindak sebagai Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPRD Tana Toraja tahun anggaran 2010, Welem Sambolangi dan mantan Ketua Komisi 3 DPRD Tana Toraja tahun anggaran 2010, Yohannes Lintin Paembongan.

“Dari delapan saksi tersebut, enam orang di antaranya telah diambil keterangan tambahan,” kata Dicky via pesan singkat, pada hari Minggu (24/02/19).

Dosen Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia Paulus Makassar (UKI Paulus Makassar), Jermias Rarsina menjelaskan bahwa lebih awal perlu diketahui tugas dari panitia pengadaan tanah (tim sembilan) dalam proyek pembebasan lahan Bandara Mangkendek Tana Toraja tersebut.

Di mana, kata dia, secara hukum salah satu tugas dari panitia pengadaan tanah adalah menginventarisir objek dan subjek pemegang hak atas tanah.

Tujuannya, untuk mengetahui identitas tanah, hak-hak atas tanah dan siapa pemegang hak atas tanah untuk memperoleh ganti rugi lahan yang dibebaskan (pengadaan) untuk kepentingan umum dengan berkepastian.

Sehingga adanya sengketa perdata atas lahan yang menjadi objek pengadaan lahan yang dimaksud dan ditemukan dalam putusan perdata ternyata pemegang hak atas tanah bukan merupakan pihak yang menerima pembayaran pembebasan lahan sebagai pemilik atau bukan sebagai pihak yang berhak.

Maka justru putusan perdata tersebut secara hukum dengan terang, jelas dan tegas telah mengukuhkan terpenuhinya adanya unsur melawan hukum dan unsur kerugian keuangan atau perekonomian negara yakni telah terjadi salah bayar dalam ganti rugi lahan pengadaan tanah untuk pembangunan Bandara Mangkendek Toraja yang dimaksud.

“Maka secara hukum unsur delik korupsi menurut pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 UU korupsi telah dengan sempurna menjadi terpenuhi untuk diproses penanganan perkara pidana yang terjadi dalam kegiatan pembebasan Bandara Mangkendek Tana Toraja itu. Jika berdasarkan putusan perdata yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewisdje) tersebut,” Jermias menandaskan.

 

Sumber : Liputan6.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *