Jakarta, (WRC) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami proses pengadaan Quay Container Crane (QCC) di Pelindo II dalam penyidikan kasus korupsi dengan tersangka mantan Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino (RJL).

Untuk mendalaminya, KPK pada Kamis (04/07/19) memanggil seorang saksi, yakni Direktur Utama PT Barata Indonesia Agus H Purnomo untuk tersangka RJ Lino.

“Penyidik mendalami keterangan saksi terkait proses pengadaan QCC yang yang diikuti PT Barata Indonesia,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, sepertim dikutip dari Antara, Kamis (04/07/19) malam.

Sebelumnya, KPK juga telah mendalami keterangan dua saksi yang diperiksa pada Rabu (03/07/19) terkait penggunaan fungsi QCC di pelabuhannya masing-masing.

Dua saksi itu, yakni General Manager Cabang Pelabuhan Pontianak PT Pelindo II Adi Sugiri dan pegawai BT Barata Indonesia Gossy Earyanto.

Dalam penyidikan kasus itu, KPK juga sedang fokus untuk menelusuri dokumen-dokumen untuk kebutuhan finalisasi kerugian keuangan negara.

Namun, Febri menyatakan bahwa lembaganya juga melakukan identifikasi-identifikasi perbuatan melawan hukum secara lebih rinci dalam kasus Pelindo II tersebut.

“Karena yang dilakukan bukan hanya menghitung berapa jumlah kerugian keuangan negara tetapi sekaligus juga melakukan identifikasi-identifikasi perbuatan melawan hukumnya secara lebih rinci agar ada hubunan kausalitas dengan berapa negara dirugikan akibat perbuatan melawan hukum tersebut,” tuturnya.

Tim KPK pun pada pekan lalu melakukan koordinasi dengan ahli terkait aspek teknis dalam perhitungan kerugian negara tersebut.

RJ Lino sampai saat ini belum ditahan KPK meskipun telah ditetapkan sebagai tersangka kasus pengadaan tiga QCC.

Sebelumnya, RJ Lino ditetapkan KPK sebagai tersangka pada 15 Desember 2015 karena diduga memerintahkan pengadaan tiga QCC dengan menunjuk langsung perusahaan HDHM (PT Wuxi Hua Dong Heavy Machinery. Co.Ltd.) dari China sebagai penyedia barang.

Menurut KPK, pengadaan tiga unit QCC tersebut tidak disesuaikan dengan persiapan infrastruktur yang memadai (pembangunan powerhouse), sehingga menimbulkan in-efisiensi atau dengan kata lain pengadaan tiga unit QCC tersebut sangat dipaksakan dan suatu bentuk penyalahgunaan wewenang dari RJ Lino selaku Dirut PT Pelabuhan Indonesia II demi menguntungkan dirinya atau orang lain.

Berdasarkan analisa perhitungan ahli teknik dari Institut Teknologi Bandung (ITB) yang menyatakan bahwa analisa estimasi biaya dengan memperhitungkan peningkatan kapasitas QCC dari 40 ton menjadi 61 ton, serta eskalasi biaya akibat dari perbedaan waktu terdapat potensi kerugian keuangan negara sekurang-kurangnya 3.625.922 dolar AS (sekitar Rp50,03 miliar) berdasarkan Laporan Audit Investigatif BPKP atas Dugaan Penyimpangan Dalam Pengadaan 3 Unit QCC Di Lingkungan PT Pelindo II (Persero) Tahun 2010 Nomor: LHAI-244/D6.02/2011 Tanggal 18 Maret 2011.

sumber : Liputan6.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *