Jakarta, (WRC) – Mantan Bupati Buton Samsu Umar Abdul Samiun mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) kasus suap sengketa Pilkada Kabupaten Buton di Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2011. Alasannya, Umar menyebut ada kekeliruan hakim dalam putusan kasusnya.
“Kami lakukan karena dirasakan ada semacam kekeliruan penerapan pasal saja,” kata Samsu Umar usai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta, Kamis (11/4/2019).
Dalam persidangan, Samsu Umar yang didampingi pengacara hanya menyerahkan berkas permohonan PK kepada majelis hakim, sehingga dianggap dibacakan. Kemudian hakim menjadwalkan pekan depan untuk pemeriksaan saksi dari Samsu Umar.
Samsu Umar sebelumnya divonis 3 tahun 9 bulan penjara dan denda Rp 150 juta subsider 3 bulan. Samsu dinyatakan terbukti menyuap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar terkait perkara sengketa Pilkada Kabupaten Buton di MK pada 2011.
Samsu terbukti melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Samsu Umar menilai hakim keliru menerapkan pasal karena menurutnya pasal yang harusnya dikenakan adalah pasal 13 UU 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam UU Tipikor Pasal 13 berbunyi:
Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan atau denda paling banyak Rp 150 juta.
Sedangkan Pasal 6 ayat 1 berbunyi:
- Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000 dan paling banyak Rp 750.000.000 setiap orang yang:
- memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; atau
- memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.
“Kekeliruan penerapan pasal saja. Ya kekhilafan hakim. Dakwaan berdasarkan bukti pasal 13 bukan pasal 6,” kata dia.
Atas permohonan PK itu, Samsu berharap hakim mengabulkan penerapan pasal tersebut dan bisa dikurangi hukuman.
Sumber : detik.com