Jakarta, (WRC) – Empat anggota DPRD Kalimantan Tengah (Kalteng) didakwa menerima suap berupa uang senilai Rp 240 yang diberikan oleh Managing Director PT Binasawit Abadi Pratama (BAP), Edy Saputra Suradja. Suap diberikan agar mereka tidak melakukan rapat dengar pendapat (RDP) terkait dugaan pencemaran limbah di Danau Sembuluh.
Keempat anggota DPRD Kalteng tersebut adalah Ketua Komisi B DPRD Kalteng Borak Milton, Sekretaris Komisi B DPRD Kalteng Punding Ladewiq H Bangkan, anggota Komisi B DPRD Kalteng Edy Rosada dan Arisavanah.
“Melakukan atau turut serta melakukan yaitu bersama-sama melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut, menerima hadiah atau janji,” kata jaksa KPK, Irman Yudiandri, saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, pada hari Rabu (13/03/19).
Jaksa menyebut kesepakatan perjanjian pemberian uang itu bermula saat Direktur Operasional Sinarmas Wilayah Kalimantan Tengah, Willy Agung Adipradhana dan Department Head Document and Lisense Perkebunan Sinar Mas Wilayah Kalimantan Tengah, Teguh Dudy Syamsuri Zaldy, mengadakan pertemuan dengan Komisi B DPRD.
Kasus ini bermula dari rapat paripurna DPRD Kalteng memperoleh laporan serta adanya pemberitaan media massa mengenai 7 perusahaan sawit yang diduga melakukan pencemaran di Danau Sembuluh, Kabupaten Seruyan, Kalteng. Salah satu perusahaan tersebut yaitu PT Binasawit Abadi Pratama (PT BAP) di bawah PT Sinar Mas Agro Resources dan Technology (PT SMART).
Untuk menindaklanjuti laporan pencemaran limbah itu, maka anggota DPRD Kalteng menyepakati akan mengadakan kunjungan ke lapangan yang dibawahi Komis B DPRD Kalteng. Jaksa mengatakan Willy Agung mengetahui kabar akan dilakukan kunjungan lapangan, dan meminta Teguh Dudy untuk menunda kunjungan DPRD Kalteng tersebut.
Namun, pada 27 September 2018 pertemuan itu tetap terjadi. Pertemuan itu antara Wakil Ketua Komisi B DPRD M Asera, perwakilan Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Perkebunan, Dinas Perijinan dan Teguh Dudy selaku perwakilan PT BAP. Pertemuan tersebut membahas dugaan pencemaran di Danau Sembuluh.
“Dibahas pula berkaitan dengan tidak adanya izin Hak Guna Usaha dan terdapat temuan dari Tim Komisi B bahwa PT BAP tidak memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan dan belum pernah ada plasma, atas temuan tersebut dibantah Teguh Dudy,” jelas Irman.
Kemudian, pada 17 Oktober 2018 jaksa mengatakan terjadi pertemuan dan kesepakatan antara Borak dan Punding dengan Teguh Dudy. Dalam pertemuan itu, Borak dan Punding berjanji akan meluruskan pemberitaan di media terkait PT BAP dan untuk tidak menggelar RDP. Borak dan Punding disebut meminta uang Rp 300 juta, namun yang disetujui hanya Rp 240 juta.
“Terdakwa I (Borak) menyampaikan akan meluruskan pemberitaan di media massa dan mengupayakan tidak melakukan RDP. Saat itu terdakwa II (Punding) mengatakan untuk memenuhi keinginan Teguh Dudy tersebut harus ada yang dipenuhi sebesar Rp 300 juta. Selanjutnya diputuskan oleh terdakwa I dengan mengatakan ‘ya kalau kawan-kawan, ya Rp 20 juta lah’ dengan jumlah keseluruhan sebanyak 12 orang sehingga totalnya sebesar Rp 240 juta. Atas permintaan kedua terdakwa, Teguh Dudy meminta persetujuan kepada Willy Agung,” ungkap jaksa Irman.
Untuk memenuhi itu, Edy Saputra meminta persetujuan Komisaris PT BAP Jo Daud Dharsono agar bisa mencairkan uang tersebut. Setelah itu, Teguh Dudy memerintahkan Tirra Anastasia untuk menyerahkan uang tersebut kepada Edy Rosada dan Arisavanah.
“Tirra Anastasia bertemu dan menyerahkan uang Rp 240 juta yang disimpan di tas jinjing kain warna hitam kepada Edy Rosada dan Arisavanah di Food Court Sarinah Jakarta, Tirea juga sempat menyampaikan pesan Teguh yang meminta agar Komisi B DPRD Kalteng meluruskan pemberitaan PT BAP di media. Tidak lama kemudian mereka diamankan petugas KPK,” jaksa M Takdir.
Atas perbuatan itu, keempat anggota DPRD Kalteng itu didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP pidana.
(zap/knv)
Sumber : detik.com