Jakarta, (WRC) – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menemui pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka berdialog terkait modus baru dalam praktik rasuah.
“Kita bicara tentang banyak hal, terutama pemberantasan korupsi di masa depan karena ada perkembangan baru dalam modus korupsi itu,” kata Mahfud di Gedung KPK, Jakarta, Rabu, 27 Februari 2019.
Dalam pertemuan itu juga dibahas juga kasus yang jalan di tempat atau mandek. Namun, perkara korupsi itu tidak dibahas secara spesifik. “Semua secara umumlah, tidak spesifik menyebut kasus,” ujar Mahfud.
Termasuk, soal korupsi di sektor swasta. Menurut mantan menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia itu, Indonesia merupakan salah satu negara yang belum memperbarui aturan-aturan terkait penindakan korupsi di sektor swasta.
“Di beberapa negara sudah pakai, korupsi di swasta sudah mulai banyak. Itu yang kemudian ada trading influence. Orang menggunakan `pengaruh` untuk mendapat sesuatu, pengaruh jabatan,” ucapnya.
Presiden Joko Widodo juga sudah menunjukkan komitmennya dalam pemberantasan korupsi. Politikus Hanura Inas Nasrullah Zubir membaca hal ini dari sederet kebijakan terkait pemberantasan korupsi yang dilakukan Jokowi selama ini.
Salah satunya, dengan menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi.
“Di mana kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah, wajib mengimplementasikan Inpres tersebut,” ujar Inas.
Inas menerangkan, Inpres ini fokus kepada pencegahan tindak pidana korupsi dan penegakan hukum di bidang pemberantasan korupsi. Inpres harus diimplementasikan dalam tujuh sektor, yakni industri ekstraktif/pertambangan, infrastruktur, sektor privat, penerimaan negara, tata niaga, BUMN, serta pengadaan barang dan jasa.
Jokowi juga meneken Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi, pada Juli 2018. Perpres itu mengamanatkan pembentukan Tim Nasional Pencegahan Korupsi yang bertugas mengkoordinasikan pelaksanakan strategis nasional pemberantasan korupsi, sekaligus menyampaikan laporan kepada Presiden.
Ketentuan dalam Perpres ini, kata Inas, setiap menteri, pimpinan lembaga dan kepala daerah wajib melaporkan aksi pencegahan korupsi kepada Tim Nasional Pencegahan Korupsi berkala setiap tiga bulan.
Dalam Perpres ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berperan sebagai koordinator dan supervisi yang melibatkan kementerian dan lembaga pemerintah lainnya.
Misalnya, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Kepala Staf Presiden. (7o3Rn4L)