Tersangka Dugaan Korupsi PBB-P2 Ditahan Kejari Madiun

Madiun – Penyidik Kejari Madiun, Jawa Timur telah menahan satu dari tersangka dugaan korupsi pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan dan Pedesaan (PBB-P2), di Kecamatan Gemarang yang berlangsung selama tahun 2015-2020. Kejari Madiun Nanik Kushartanti mengatakan tersangka yang ditahan berinisial HD, sedangkan satunya JS mangkir saat dipanggil pada Kamis (23/9).

Keduanya sudah menyandang status tersangka kasus korupsi PBB-P2B sejak Juli 2021 lalu.

“Untuk tersangka HD resmi ditahan pada Kamis (23/9), sedangkan satunya mangkir,” ujar Nanik Kushartanti di Madiun, Jumat (24/9/2021).

HD dan JS merupakan pensiunan PNS Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Madiun yang bertugas sebagai pengumpul pajak di kecamatan. HD dan JS sama-sama dilakukan pemanggilan pertama sebagai tersangka pada Kamis, kemarin. Tetapi, JS mangkir dengan alasan sakit.

“Kejari sesegera mungkin akan melakukan pemanggilan lagi terhadap tersangka JS ini,” ucap Nanik. Berdasarkan pemeriksaan penyidik, kedua tersangka memiliki modus yang sama dalam kasus tersebut, yaitu tidak menyetorkan uang pembayaran PBB dari masyarakat ke bank terkait.

Uang tersebut malahan digunakan kedua tersangka untuk kepentingan pribadi. Tersangka HD diduga beraksi mulai 2015 hingga 2020 dengan total kerugian negara sekitar Rp 89 juta. Sementara JS mulai korupsi pada 2020 dengan kerugian negara sekitar Rp 150 juta.

Namun, HD telah mengembalikan kerugian keuangan negara sebesar Rp 30 juta. Sesuai data, kasus dugaan korupsi penyelewengan PBB-P2 telah ditangani oleh Kejari Kabupaten Madiun sejak bulan Februari 2021 dan terus ditindaklanjuti. Adapun dugaan piutang PBB-P2 rentang tahun 2015 sampai 2020 total mencapai senilai Rp 9,8 miliar.

KPK Setor Uang Denda Rp 500 Juta Kasus Bansos Juliari Batubara ke Kas Negara

Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyetor uang Rp500 juta ke kas negara sebagai denda yang dibayarkan terpidana kasus korupsi bantuan sosial (bansos) Covid-19, Juliari Peter Batubara.

“Jaksa Eksekusi Andry Prihandono telah melakukan penyetoran uang denda sejumlah Rp500 juta ke kas negara dari terpidana Juliari P. Batubara,” ujar Plt. Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri, Jumat (24/9/2021).

Mantan Menteri Sosial itu saat ini tengah mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Tangerang. Juliari akan menjalani pidana penjara 12 tahun dikurangi selama berada dalam tahanan.

Selain pidana badan, Juliari dijatuhi denda sebesar Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan. Kader PDI Perjuangan (PDIP) itu juga dihukum pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti senilai Rp14,5 miliar dengan ketentuan apabila tidak dibayar paling lama satu bulan setelah perkara mempunyai kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dirampas untuk menutupi uang pengganti dimaksud.

Apabila harta benda Juliari tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama dua tahun.

“Terkait hukuman uang pengganti yang dibebankan kepada terpidana, jaksa eksekutor juga segera melakukan penagihan pembayaran uang pengganti dimaksud,” ucap Ali.

Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan Juliari terbukti menerima suap senilai total Rp32.482.000.000 terkait dengan penunjukan rekanan penyedia bansos Covid-19 di Kementerian Sosial.

Ditetapkan Jadi Tersangka, Aziz Syamsudin Langsung Ditahan KPK

Jakarta – KPK resmi menetapkan Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin sebagai tersangka dalam kasus suap penanganan perkara dana alokasi khusus (DAK) di Lampung Tengah.

Azis keluar dari gedung KPK, Jakarta Selatan, tanpa memberikan sepatah kata pun. Dengan tangan terborgol dan berompi tahanan KPK, Azis langsung masuk ke mobil tahanan. Azis ditahan selama 20 hari ke depan atau terhitung mulai 24 September sampai 13 Oktober 2021 di Rutan Polres Jakarta Selatan.

KPK menetapkan Azis Syamsuddin sebagai tersangka karena diduga memberikan uang kepada eks penyidik KPK AKP Stepanus Robin Pattuju (SRP).

“Saudara AZ Wakil Ketua DPR RI periode 2019-2024 sebagai tersangka. Terkait dugaan tindakan pidana korupsi pemberian hadiah atau janji dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani KPK di Lampung Tengah,” kata Ketua KPK Firli Bahuri di gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu (25/9/2021).

Firli menjelaskan secara runut Azis Syamsuddin memberikan uang kepada AKP Robin untuk mengurus kasus korupsi di Lampung Tengah yang menyeret namanya. Azis Syamsuddin menjanjikan uang kepada AKP Robin sebesar Rp 4 miliar namun baru terealisasi Rp 3,1 miliar.

KPK kemudian memutuskan menahan Azis Syamsuddin dalam perkara pemberian uang kepada AKP Robin. Azis ditahan di Rutan Polres Metro Jakarta Selatan selama 20 hari ke depan hingga 13 Oktober 2021.

“Setelah penyidik memeriksa sekitar 20 orang saksi dan alat bukti lain, maka tim penyidik melakukan penahanan kepada tersangka untuk 20 hari pertama, terhitung mulai 24 September 2021 sampai 13 Oktober 2021 di Rutan Polres Jakarta Selatan,” ujar Firli.

Atas perbuatannya tersebut, Azis Syamsuddin disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Kasus Asabri, Kejagung Sita 4 Aset Milik Teddy Tjokrosapoetra

Jakarta – Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung melakukan tindakan penyitaan barang bukti dalam perkara tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU), dengan tindak pidana asal yaitu dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh PT. ASABRI (Persero).

Penyidik Jampidsus Kejagung menyita aset milik tersangka Presiden Direktur PT Rino International Lestari Teddy Tjokrosapoetra yang merupakan adik dari tersangka Benny Tjokrosaputro.

“Penyitaan aset milik tersangka yang berhasil disita dalam perkara tersebut yakni aset-aset milik dan atau yang terkait tersangka TT berupa empat bidang tanah dan/atau bangunan dengan jumlah luas seluruhnya 26.765 meter persegi,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer Simanjutak dalam keterangannya, Kamis (23/9).

Penyitaan empat bidang tanah atau bangunan tersebut telah mendapatkan penetapan dari Ketua Pengadilan Negeri/HI/Perikanan/Tipikor Tanjung Pinang Kelas IA yang pada pokoknya memberikan izin kepada penyidik dari Kejaksaan Agung untuk melakukan penyitaan terhadap tanah dan bangunan di Kota Tanjung Pinang.

“Sesuai Penetapan Ketua Pengadilan Negeri/HI/Perikanan/Tipikor Tanjung Pinang Kelas IA Nomor: 59/Pen.Pid.Sus-TPK/2021/PN.Tpg tanggal 22 September 2021, aset milik atau yang berkaitan dengan tersangka TT,” papar Leonard.

Adapun aset yang disita tersebut yakni, satu bidang tanah dan atau bangunan sesuai Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) No. 00674/03861 yang terletak di Kota Tanjung Pinang dengan luas 1.700 meter persegi atas nama PT. Tanjung Pinang Sakti.

Kemudian, satu bidang tanah dan atau bangunan sesuai Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) No. 00784/02906 yang terletak di Kota Tanjung Pinang dengan luas 3.568 M2 atas nama PT. Tanjung Pinang Sakti. Selanjutnya, satu bidang tanah dan / atau bangunan sesuai Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) No. 00864/02775 yang terletak di Kota Tanjung Pinang dengan luas 3.117 meter persegi atas nama PT. Tanjung Pinang Sakti.

Terkahir, satu bidang tanah dan atau bangunan sesuai Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) No. 00818 yang terletak di Kota Tanjung Pinang dengan luas 18.380 meter persegi atas nama PT. Tanjung Pinang Sakti

“Terhadap aset-aset para Tersangka yang telah disita tersebut, selanjutnya akan dilakukan penaksiran atau taksasi oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) guna diperhitungkan sebagai penyelamatan kerugian keuangan negara didalam proses selanjutnya,” pungkas Leonard.

Aziz Syamsudin Dikabarkan Jadi Tersangka, Golkar Belum Mengetahui Secara Pasti

Jakarta – Ketua Badan Advokasi Hukum dan HAM DPP Partai Golkar Supriansa mengaku belum mengetahui status Wakil Ketua DPR RI Fraksi Golkar Azis Syamsudin terkait kasus di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Supriansa mengaku belum pernah melihat surat penetapan tersangka terhadap Azis.

“Saya belum mengetahui secara pasti tentang status pak AS (Azis Syamsudin). Karena sampai saat ini saya belum pernah melihat surat penetapannya,” ujar Supriansa kepada wartawan, Kamis (23/9).

Golkar menghormati proses hukum di KPK terkait Azis Syamsudin. Supriansa mengatakan, Golkar mendoakan yang terbaik bagi Wakil Ketua Umum Golkar itu.

“Yang pasti kami di Golkar selalu mendoakan yang terbaik buat pak AS, Kami juga menghargai semua proses hukum yang ada di KPK terkait proses hukum AS. Mari kita mengedepankan asas praduga tak bersalah sampai adanya keputusan hukum yang tetap,” katanya.

Ketua DPP Golkar Adies Kadir menyatakan pihaknya tidak akan memberikan keterangan sampai KPK mengumumkan secara resmi status Azis.

“Kami akan memberikan statemen nanti kalau sudah mendapatkan info yang valid,” kata Adies.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyatakan belum mendapatkan informasi terkait status terbaru Azis.

Ia menyebut informasi bahwa Azis telah ditetapkan tersangka belum terkonfirmasi. “Belum terkonfirmasi, di berita juga Pak Firli belum menjawab apakah benar atau tidak informasi itu,” kata Dasco

Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto disebut sudah mengetahui proses hukum Azis di KPK. Ketua DPP Golkar Dave Laksono menyebut komunikasi antara ketua umum dan Azis terus berjalan secara pribadi.

“Saya yakin ketua umum sudah memahami, mengetahui,” ucapnya.

Wakil Ketua DPR RI Dikabarkan Jadi Tersangka Atas Dugaan Kasus Suap

Jakarta – Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Azis Syamsuddin lama tak terlihat batang hidungnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Beberapa rapat paripurna DPR RI di bulan Mei sempat tidak dihadiri olehnya. Ketika hadir pun, Azis hanya terlihat sebentar dan menghilang di tengah rapat.

Diketahui, Azis bersama dengan mantan Ketua PP Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) Aliza Gunado disebut memberikan uang senilai Rp 3.099.887.000 dan US$36 ribu kepada Stepanus Robin Pattuju. Uang itu diduga terkait dengan pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) Kabupaten Lampung Tengah tahun 2017.

KPK pun telah mencegah Azis Syamsuddin bepergian ke luar negeri selama 6 bulan, terhitung sejak 27 April 2021. Terkini, Azis dikabarkan ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap penanganan perkara di Lampung Tengah.

Dia juga dikabarkan akan dipanggil menghadap tim penyidik KPK pada Jumat (24/9/2021). Ketua KPK Firli Bahuri menegaskan keterangan Azis dibutuhkan untuk membuat kasus tersebut makin terang.

“Tentu penyidik menyampaikan panggilan karena kepentingan penyidikan sehingga terangnya suatu perkara. Kita berharap, setiap orang yang dipanggil akan memenuhi panggilan sebagai wujud penghormatan atas tegak dan tertibnya hukum dan keadilan,” ujar Firli, saat dikonfirmasi, Kamis (23/9/2021).

Pelaksana tugas juru bicara KPK Ali Fikri juga hanya membenarkan bahwa pihaknya sedang melakukan penyidikan kasus tersebut. Hingga kini tim penyidik masih bekerja dan terus mengumpulkan alat bukti serta telah memeriksa beberapa orang saksi di Jakarta, Bandung, Tangerang dan Lampung.

“KPK saat ini sedang melakukan penyidikan perkara dugaan TPK (Tindak Pidana Korupsi) pemberian hadiah atau janji terkait penanganan perkara TPK yang ditangani oleh KPK di Kabupaten Lampung Tengah. Pengumuman tersangka, akan kami sampaikan pada saat dilakukan upaya paksa penangkapan dan/atau penahanan,” ujar Ali.

Apabila benar jadi tersangka sebagai pemberi suap, Azis bisa disangkakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Adapun pemberi suap dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta.

Kadis ESDM Riau Diperiksa Kejaksaan Terkait Kasus Bimtek Fiktif Rp 500 Juta

Pekanbaru – Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Riau, Indra Agus, diperiksa Kejaksaan Negeri Kuantan Singingi (Kuansing). Dia diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi bimtek fiktif Rp 500 juta.

“IA memenuhi panggilan penyidik sekitar pukul 09.00 WIB. Dia datang sendiri,” ujar Kepala Kejaksaan Negeri Kuantan Singingi, Hadiman, kepada tim media, Kamis (23/9/2021).

Hadiman mengatakan ada 35 pertanyaan dilayangkan kepada Indra Agus. Dia menyebut Indra Agus diizinkan pulang setelah 3 jam menjalani pemeriksaan karena alasan kesehatan.

“Sekitar pukul 12.00 WIB pemeriksaan kita selesai. Ada 35 pertanyaan yang diajukan penyidik. Setelah itu IA kurang enak badan dan kita izinkan pulang,” katanya.

Hadiman mengatakan pemeriksaan Indra Agus dilakukan setelah menerima laporan dugaan korupsi dari masyarakat. Dia mengatakan ada bimbingan teknis pertambangan dari Dinas Pertambangan dan ESDM Kuantan Singingi ke Bangka Belitung pada periode 2013-2014.

“IA pada waktu itu menjabat Kepala Dinas Pertambangan dan ESDM Kuantan Singingi. Kemudian pindah menjadi Kepala Bapeda dan sekarang Kepala Dinas ESDM Provinsi Riau,” katanya.

Dia mengatakan ada dugaan kegiatan fiktif senilai Rp 500 juta dalam bimtek itu. Selain Indra Agus, Kejari Kuansing telah memeriksa 16 saksi lainnya dalam kasus dugaan korupsi ini.

“Ada dugaan kegiatan fiktif Rp 500 jutaan. Maka dari laporan masyarakat itu kami tindaklanjuti,” kata Hadiman.

Hadiman mengatakan kasus yang diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp 500 jutaan itu terjadi pada 2014. Dia mengatakan kegiatan bimtek itu terbukti fiktif lewat putusan bersalah terhadap mantan Bendahara Pengeluaran Dinas Pertambangan dan ESDM Kuansing, ED, dan mantan PPTK di Dinas Pertambangan dan ESDM Kuantan Singingi, AR.

“Masing-masing di jatuhi hukuman 1 tahun penjara. Keduanya sudah diberhentikan sebagai ASN pada tahun 2019 begitu keluarnya kebijakan pemerintah terkait tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh ASN,” katanya.

Memakan Anggaran Ratusan Juta Proyek Rehabilitasi Jembatan Desa Hati’if Terbengkalai

Tanah Bumbu – Rehabilitasi Jembatan Desa Hati’if Kecamatan Kusuan Hulu Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan ini sudah lama terbengkalai dan hanya terkesan ditinggalkan. Jum’at, (24/09/21).

Berdasarkan Informasi yang Tim Watch Relation Of Corruption Pengawas Aset Negara Republik Indonesia (WRC PAN-RI ) terima dari warga Desa, bahwa proyek rehab jembatan yang berada di Desa Hati’if RT.01-RT.02 Kecamatan Kusan Hulu Kabupaten Tanah Bumbu bermasalah, karena tidak dikerjakan.

“Proyek rehab jembatan Desa Hati’if memang bermasalah karena sudah lama tidak di kerjakan dan terlihat cuman rangka jembatan,” ujar Irwansyah, Selaku tim WRC PAN-RI mengatakan kepada media.

Lalu dipapan Proyek juga tidak dicantumkan nama PT. Proyek yang mengerjakan, hanya ada dana yang tercantum, Anggaran Dana Desa yang tercantum sebesar Rp 664.488.000,-. Namun anggaran dan hasil pekerjaan sangat tidak sesuai.

“Selain itu sudah pernah di cek beberapa kali olek pihak inspektorat ke TKP namun tetap tidak ada reaksi,” tutupnya.

Sampai berita ini tayang, pihak Desa juga belum bisa di konfirmasi terkait proyek jembatan yang ada di Desa Hati’if, dan tim Investigasi Masih akan mencari informasi lebih lanjut.

Tak Kunjung Dapat Tanggapan, WRC PAN-RI Kembali Surati Reskrimsus Polda Sulsel Terkait Pembangunan Mall Pinrang

Sulawesi Selatan – Watch Relation of Corruption Pengawas Aset Negara Republik Indonesia (WRC PAN-RI) Wilayah Sulawesi Selatan kembali Layangkan Surat ke Reskrimsus Polda Sulsel Terkait Permohonan perkembangan SP2HP untuk proses pembangunan Mall Pinrang yang diduga dapat berakibat terjadinya tindakan melawan hukum, meliputi tindak pidana khusus, tindak pidana umum dan adanya gugat menggugat di Pengadilan Negeri (PN).

Laporan dari WRC PAN-RI Sulsel ini belum mendapatkan titik terang. Sebelumnya kasus ini sempat viral tahun lalu karena terindikasi banyaknya unsur Pemerintah maupan Legislatif yang terlibat dalam kasus ini. Diantaranya mantan bupati Pinrang, Sekertaris Daerah (Sekda), SKPKD Kabupaten Pinrang, dan beberapa instansi lainya.

Mereka diduga telah melakukan penyalahgunaan wewenang dan diduga terdapat penyelewengan dana selama empat tahun anggaran pembangunan gedung Mall Pinrang.

Menurut Tim Divisi Pengawasan WRC PAN-RI, Dr. Takdir Kasau, SH., SIp., MH., CIL., didampingi Koordinator WRC PAN-RI Pinrang H. Darmanto Bulen dan Juana Rusli. Menerangkan bahwa kasus ini sudah diinvestigasi sudah cukup lama, “Sudah memakan waktu cukup lama, kurang lebih 3 Tahun Lamanya,” tutur Takdir Kasau. Jumat, (24/9)

“Beberapa kali kami menyurati  Reskrimsus Polda Sulsel untuk meminta perihal permohonan perkembangan SP2HP, Namun faktanya sampai sekarang belum ada titik kejelasan perkembangan SP2HP tersebut,” lanjut dia.

Atas dasar hal tersebutlah WRC PAN-RI Sulsel menyurati kembali Reskrimsus Polda Sulsel, tertanggal Kamis, 23 September 2021 Nomor Surat : 050/WRC.PAN-RI/K/IX-2021, Perihal : Permohonan Perkembangan (SP2HP).

Dia menjelaskan dalam rilisnya, bahwa dalam surat tersebut WRC PAN-RI Sulsel memaparkan kronologis persuratan laporan secara rinci. Proses perjalanan penanganan kasus korupsi Gedung Mall, mulai dari surat laporan WRC PAN-RI Nomor : 013/WRC.PAN-RI/K/X/2020 tertanggal 19/10/2020 perihal laporan indikasi tindak pidana korupsi pembangunan Gedung Mall Pinrang yang ditujukan kepada Kapolda Sulsel Cq. Direktorat Reskrimsus, kemudian surat tersebut diterima pada tanggal 23/10/2020.

Nomor surat tanda terima 849, AIPDA. Dery Cahyono, SH., dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sulsel, kemudian tanggal 24/11/2020 WRC PAN RI melayangkan surat permohonan informasi SP2HP, dan setelahnya pada tanggal 16/12/2020 WRC PAN RI Mendapatkan surat balasan terkait Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penelitian Laporan SP2HP.

“Setelah itu kami kembali melayangkan Surat Permohonan Tindak Lanjut SP2HP, Nomor 014/WRC.PAN-RI/K/II-2021, tertanggal 22/02/2021, Perihal Permohonan Tindak Lanjut Informasi SP2HP. kepada Kapolda Sulsel Cq. DIREKTORAT RESKRIMSUS, yang kemudian Surat Permohonan Tindak Lanjut SP2HP, diterima Senin, 22/02/2021, oleh Yusniar (Pegawai Sipil/Staff) POLDA SULSEL Cq. RESKRIMSUS,” jelas Takdir.

Dan terakhir pada 20/05/2021 WRC PAN-RI menyempatkan untuk menyurati KPK dan Bareskrim Polri meminta untuk segera mengsupervisi kasus ini yang sedang berjalan Penyelidikannya di Polda Sulsel.

Selain itu didalam surat juga menekankan mengenai estimasi waktu yang diberikan Oleh Reskrimsus Polda Sulsel berdasarkan Surat SP2HP yang dikeluarkan bahwa akan  melakukan penyelidikan dengan pengumpulan bahan keterangan dan dokumen dalam waktu 30 hari kerja, namun faktanya berdasarkan uraian kronologis penyuratan tersebut hingga pada hari ini, sudah sangat lama dari waktu yang telah di tetapkan selama 30 hari.

“Pihak kami berharap agar laporan serta pengaduan ini dapat segera ditindak lanjuti demi terciptanya kepastian hukum terhadap pembangunan gedung Mall Pinrang,” tutup Takdir.

Korupsi Bansos Covid-19, KPK Jebloskan Juliari Batubara ke Lapas Tanggerang

Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjebloskan terpidana kasus korupsi bantuan sosial (bansos) Covid-19, Juliari Batubara, ke Lapas Kelas I Tangerang. Eksekusi dilakukan pada kemarin, Rabu (22/9/2021).

Adapun upaya itu untuk menindaklanjuti putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 29/Pid.Sus-TPK/2021/PN.JKT.PST tanggal 23 Agustus 2021.

“Jaksa Eksekusi KPK Suryo Sularso telah melaksanakan putusan atas nama terpidana Juliari P. Batubara yang telah berkekuatan hukum tetap dengan cara memasukkannya ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Tangerang,” ujar Plt. Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri, Kamis (23/9/2021).

Juliari selaku mantan Menteri Sosial akan menjalani pidana penjara 12 tahun dikurangi selama berada dalam tahanan. Selain pidana badan, Juliari juga dijatuhi denda sebesar Rp 500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.

Kader PDI Perjuangan (PDIP) itu juga dijatuhi pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti senilai Rp 14,5 miliar dengan ketentuan apabila tidak dibayar paling lama satu bulan setelah perkara mempunyai kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dirampas untuk menutupi uang pengganti tersebut.

Apabila harta benda Juliari tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama dua tahun.

“Selain itu, juga adanya pidana tambahan lain yaitu pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 (empat) tahun setelah selesai menjalani pidana pokok,” lanjut Ali.

Majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan Juliari terbukti menerima suap senilai total Rp32.482.000.000 terkait dengan penunjukan rekanan penyedia bansos Covid-19 di Kementerian Sosial.

Navigasi pos