Jakarta, (WRC) – Komisi Pemberantasan Korupsi menanggapi pernyataan tim hukum Badan Nasional Pemenangan Prabowo – Sandiaga, yakni Bambang Widjojanto alias BW yang menyebut penguasa melakukan korupsi tersruktur, sistematis, dan massif terkait Pilpres 2019.

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, menyatakan penguasa atau seseorang itu korupsi tidak bisa sembarangan.

Setidaknya, kata Saut, ada tiga parameter yang dipakai untuk menentukan apakah penguasa melakukan korupsi secara terstruktur, sistematis, dan massif.

Pertama, bisa menggunakan Indeks Persepsi Korupsi (IPK). Namun, berdasarkan IPK, Indonesia justru mengalami penurunan angka korupsi. Karenanya, pernyataan seniornya itu tidak benar.

“Kedua, bisa pakai indikator Corruption Perception Indeks (CPI). Tapi, berdasarkan ICP, indeks Indonesia dari tahun ke tahun mengalami kenaikan. Artinya, terjadi penurunan jumlah korupsi,” tutur Saut, pada Senin (27/05/19).

Ketiga, bisa juga dipakai paramter dari Variaties Democracy alias V-Dem milik Transparancy International (TI).

V-Dem mengkaji apakah penguasa melakukan korupsi politik terkait pemilu, dengan menggunakan parameter seperti tingkat egalitarian peserta pemilu, panitia penyelenggara, tingkat partisipasi, aspek deliberatif, dan kebebasan menggunakan hak pilih.

“Jadi, parameter apa yang dipakai? Harus jelas, sehingga kita tahu bagian apa yang harus dibenahi,” tuturnya.

Sebelumnya Bambang mengatakan, kejahatan yang terjadi terkait Pilpres 2019 bukan kejahatan biasa, melainkan korupsi politik.

“Jadi seluruh kepentingan digunakan untuk kepentingan proses. Di MK, kami mau mengungkap ada proses korupsi politik, dalam bahasa lain bentuk TSM (terstruktur, sistematis, dan masif) itu,” kata Bambang Widjojanto.

 

Sumber : Suara.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *