Denpasar, (WRC) – Polisi mendalami indikasi korupsi dalam kasus dugaan penipuan yang dilakukan Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bali Anak Agung Ngurah Alit Wiraputra. Sebab, kasus penipuan ini terkait perizinan pengembangan pelabuhan Pelindo Benoa, Bali. 

“Dengan kasus ini saya akan dalami kalau ada potensi tindakan pidana korupsinya, karena ini menyangkut pelayanan publik karena perizinan kan pemerintah saya akan melakukan pelaporan informasi untuk dikaji di krimsus. Karena dana Rp 16 miliar kalau digunakan kepada pihak yang lain bisa masuk ke korupsi, kalau dinikmati sendiri ya cukup penipuan atau penggelapan,” kata Dirkrimum Polda Bali Kombes Andi Fairan di Mapolda Bali, Jl WR Supratman, Denpasar, Bali, pada hari Kamis (11/04/19). 

Andi merinci, dalam perjanjian kerja sama antara tersangka dan pelapor, Alit mengatasnamakan dirinya sendiri. Namun, kepada polisi, Alit mengaku tak sendirian. Dia mengklaim mengajak tiga rekannya, yaitu inisial J, C, dan S untuk membantu proses dari lobi ataupun mencari rekomendasi.

“Barang bukti yang kita amankan dari Alit adalah transfer-transfer, kemudian surat kesepakatan antara terlapor dan pelapor. Dari keterangannya, tersangka menerima Rp 2,2 miliar sisanya itu ke tiga pihak yang lain,” ujar Andi.

Dari pengakuan Alit, lanjut Andi, S berperan sebagai pemberi saran, petunjuk, yang berkompeten dalam pengurusan perizinan. Lalu ada C yang menyiapkan semua gambar dalam pelebaran pelabuhan, feasibility study (FS), dan J berperan menyiapkan segala legalitas, mengenai surat-surat, serta mengajukannya ke Pemprov.

Dari keterangan Alit, ketiga temannya itu menerima bagian duit yang bervariasi. Yaitu S menerima Rp 7,5 miliar dan USD 80 ribu, J menerima Rp 1,1 miliar, dan C senilai Rp 4,6 miliar. Ketiganya juga dilibatkan dalam pengurusan perizinan pengembangan perluasan Pelindo.

“Seperti ada pertemuan di Bappeda, PT BSM itu mengajukan dulu permohonan izin, kemudian Bappeda menerima dan membicarakan secara internal, kemudian membicarakan ke tingkat DPR. Bahkan DPR provinsi sudah mengeluarkan surat persetujuan keluarnya rekomendasi gubernur. Nah rekomendasi gubernur ini yang tidak keluar,” ujar Andi.

Atas perbuatannya, Alit dijerat dengan pasal penipuan dan penggelapan, yaitu Pasal 378 atau 372 KUHP. Alit terancam hukuman 4 tahun penjara. 

Kasus penipuan yang melibatkan Anak Agung Ngurah Alit Wiraputra berawal dari Januari 2012. Saat itu pelapor, Sutrisno Lukito Disastro, berminat untuk berinvestasi dalam pengembangan di kawasan Pelabuhan Pelindo Benoa.

Dalam kesepakatan itu, disetujui Sutrisno menyetorkan biaya operasional senilai Rp 30 miliar. Pembayaran pun sudah dilakukan dua termin dengan total Rp 16 miliar. Setelah uang itu dikeluarkan, izin pun tak keluar dari gubernur. Padahal Uang Rp 16 miliar sudah dikucurkan dan sudah berjalan 6 bulan.

“Kami sudah melakukan pemeriksaan Pelindo III sebenarnya. Dari Pelindo mengatakan kami itu hanya tempat diadakan pengembangan misal reklamasi dan sebagainya, tapi proyeknya di Kementerian Perhubungan di pusat. Mereka mengatakan di tahun 2012 kami tidak ada mau kerja sama dengan pihak ketiga, kami BUMN ada dana negara sendiri. Kami berpikir mungkin saja itu proses penipuannya, seakan-akan bisa bekerja sama dengan Pelindo tapi Pelindo tidak menginginkan bekerja sama dengan pihak ketiga, buktinya pengembangan sudah berjalan dan proses lelang sudah berjalan di kementerian,” tutur Dirkrimum Polda Bali Kombes Andi Fairan.

(ams/idh)

 

Sumber : detik.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *