Jakarta, WRC – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyebut kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el) pada 2017 membawa dampak kurangnya persedian Blangko KTP-el. Kasus tersebut baru dijatuhkan vonis pada pertengahan tahun lalu. “Selama kasus KTP-el tidak diputus di Pengadilan, selama itu kami tidak bisa mengontrakkan Blangko,” ujar Sekretaris Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri I Gede Suratha, dalam Forum Merdeka Barat (FMB) 9, di Gedung Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Kamis (5/12/2019).
seperti informasi yang dikutip AntaraNews.com, I Gede menuturkan, DPR dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sudah menyetujui anggaran pengadaan blangko KTP-el selama 2015 hingga 2017, namun anggaran itu tidak dapat dibelanjakan. Buntut penggelembungan dana saat korupsi yang menyeret politisi hingga birokrat. “Selama bertahun-tahun itu tidak ada pengadaan Blangko, tetapi perekaman jalan terus sampai 180 juta bahkan 190 juta jiwa. Uang Blangko yang diberikan lalu dikembalikan lagi. Hasilnya nol lagi, nol lagi setiap tahun,” tuturnya.
Setelah kasus tersebut dinyatakan inkrah barulah Kemendagri dapat berbelanja Blangko dan menyicil kekurangan Blangko. Meski hingga kini kekurangan blangko belum dapat diperbaiki. Sebelumnya, Mendagri Tito Karnavian, mengajukan pergeseran anggaran di internal Kemendagri untuk menambal kekurangan blangko KTP-el hingga akhir tahun ini.
Tito menjelaskan bawha, “total kebutuhan blangko KTP-el hingga akhir 2019 sebanyak 11 juta keping. Sebanyak 8 juta diantaranya untuk kebutuhan reguler. Sedangkan, sisanya untuk kebutuhan pemekaran Wilayah. Dari 11 juta keping kebutuhan blangko KTP-el pada 2019, sebanyak 3,5 juta sudah terpenuhi. Nilai anggarannya sebesar Rp 37,6 miliar. Masih kurang 7.437.719 keping lagi, dan kebutuhan anggarannyasebesar Rp 78,6 miliar,” kata Tito dalam rapat kerjanya. (*)